[What is Your Color?] A Crazy Boy from Bluetopia – Oneshot

crazy crazy

A Crazy Boy from Bluetopia

A Fanfiction by karamelmacchiato­

Cast : V / Kim Taehyung (BTS) | Yoo Jooeun (OC)

Genre : Friendship, Fantasy

Rating : G

Length : Oneshot (4992 words)

I just own the storyline.

.

“Jadi dimana rumahmu?”

“Bluetopia.”

 “Aku yakin kau pernah mengalami trauma berat hingga menderita gangguan kejiwaan yang sangat parah.”

.

.

.

 Di suatu negeri di atas awan, terdapat sebuah peradaban dimana tinggalah para peri bersurai dan bersayap senada dengan birunya langit. Disanalah tempat berkumpulnya peri kebahagiaan. Bluetopia, negeri fantasi bernuansa biru yang penuh dengan kehangatan.

“V jangan! Nanti bahaya kalau ketahuan oleh Ratu!” J mencoba menghentikan temannya sesama peri yang tengah berjuang meraih sebuah apel berwarna biru dari pohonnya.

“Tenang saja tidak akan ketahuan.” Ujar V sembari menoleh kearah J yang berada jauh di bawah pohon apel biru yang tingginya bukan kepalang untuk ukuran peri mungil seperti mereka.

Tampak raut wajah J yang begitu gelisah. J adalah peri yang selalu patuh dengan aturan. Berbeda dengan sahabat karibnya V, peri yang nakal dan senang berbuat usil. Dan kali ini, si peri badung yang tampan itu telah berhasil menghasut J untuk ikut bersamanya mencuri buah apel biru milik Sang Ratu.

Brukk

V mendaratkan kedua kaki mungilnya diatas rumput biru.

“Ini J ambilah satu untukmu.” Ucap V dengan tersenyum riang setelah berhasil mencuri dua buah apel biru dari pohonnya.

Namun J tidak mengambil apel tersebut dari tangan V. Ia menggeleng perlahan dengan air muka ketakutan.

“Kenapa? Ambilah. Dengan memakan apel ini, kecerdasan kita akan bertambah dan kita bisa menjadi peri teladan seperti N.”

Kali ini J menundukkan wajahnya, membuahkan beberapa kerutan di dahi V.

“Ada apa J? apakah…” Suara V melemah saat merasakan pundaknya di sentuh oleh seseorang. Ia lantas menoleh.

“Bagus. Kau sudah berhasill mencuri buah apel biru itu. Sekarang ikutlah denganku ke istana.”

V terbelalak, “Ratu?!” Betapa terkejutnya ia mendapati Sang Ratu kini tengah berdiri tepat dihadapannya, memergoki ulah jahilnya untuk yang kesekian kali.

“Ini bukan pertama kalinya kau berbuat kesalahan, V.”

“Maafkan aku Ratu Peri. Aku hanya ingin membuktikan omongan para peri jika memang benar buah apel biru itu dapat menambah kecerdasan.” Jawab V dengan wajah tertunduk.

“Aku sudah bosan mendengar semua alasanmu. Bukankah kau tahu jika pohon apel biru itu adalah pohon yang sakral?”

“Aku mengerti Ratu.”

“Buahnya pun tak boleh dipetik. Apalagi dimakan oleh mahluk sembarangan. Kecuali apel itu memilih sendiri peri yang pantas untuk memakannya sebagai penghargaan karena kebaikan yang telah dilakukannya.”

“…” V bungkam.

“Kau harus dihukum.”

V mengangkat wajahnya dan menunjukkan mimik melasnya pada Sang Ratu, berharap wanita cantik dengan tiara di puncak kepalanya itu mau mengampuni kesalahannya. Sayangnya sia-sia. Ratu tetap menjatuhkan hukuman untuknya.

“Kali ini aku akan memberikan hukuman yang lebih berat supaya kau jera dan tidak berulah lagi.” Ucap Ratu sambil mengarahkan tongkatnya yang penuh gliter bercahaya ke hadapan V. Kemudian mengibaskannya ke udara dan nampaklah sebuah bayangan yang menunjukan seorang gadis yang sedang melamun sendirian.

V mengernyit melihatnya lalu beralih menatap penuh tanya pada Sang Ratu.

“Kau lihat gadis itu? Dia adalah manusia bumi. Gadis itu sangat kesepian.”

“Lalu? Apa yang harus aku lakukan Ratu?” Tanya V dengan wajah polosnya.

“Aku akan menurunkanmu ke bumi sebagai manusia. Tapi kau tenang saja. Selama di bumi nanti kau tetap bisa menggunakan sebagian kekuatanmu saat tidak ada orang yang melihat. Dan ingat, tugasmu adalah menemaninya dan buat agar dia tidak merasa kesepian lagi. Buatlah gadis itu bahagia.”

“Tapi…”

“Lalu saat kau berhasil membuatnya mengatakan jika dia bahagia berkat dirimu, maka hukumanmu akan berakhir dan kau harus kembali ke Bluetopia.” Jelas Sang Ratu sebelum mengayunkan kembali tongkatnya. Kali ini dikibaskannya tongkat peri itu ke arah V.

Seketika cahaya yang sangat terang menyelimuti peri muda itu. Lalu hilanglah kedua sayap V, surai birunya pun berubah menjadi gelap, kemudian tubuhnya perlahan memudar dari hadapan semua yang menyaksikannya. Dan hukumannya baru saja dimulai.

Suasana gaduh yang dibuat oleh murid-murid kelas 2-7 SMA BigHit sama sekali tidak mengusik ketengan Jooeun. Dengan earphone terpasang di kedua telinga, gadis itu tetap asik menggoreskan pensil pada buku sketsanya.

Tak lama kemudian, guru yang sedari tadi ditunggu telah datang. Jooeun segera menghentikan aktivitasnya, lalu menukar buku sketsanya dengan buku pelajaran matematika.

Gadis pendiam. Tertutup. Selalu sendiri. Tidak punya teman. Kesepian. Begitulah pandangan orang-orang terhadap Jooeun. Dan memang benar Jooeun memiliki kepribadian introvert. Hubungan keluarganya yang renggang membuat Jooeun enggan untuk berteman dengan siapapun. Kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, mereka kurang memperhatikan Jooeun. Sehingga ia lebih suka menyendiri dan menghabiskan waktu dengan menggambar di buku sketsanya ketimbang berinteraksi dengan orang lain.

Satu jam berlalu, bel pulang pun berbunyi. Murid-murid bersorak dengan gembira sambil menghambur berlarian keluar kelas. Namun tidak dengan Jooeun. Ia baru beranjak dari tempatnya setelah kelas kosong. Meski tidak benar-benar kosong, karena ada satu atau dua orang yang masih berada di dalam kelas, tapi setidaknya keadaan sudah cukup tenang untuk bisa berjalan keluar dengan leluasa.

“Joo, apa kau akan pulang?” suara seseorang membuat Jooeun menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke belakang.

Jimin, si ketua kelas telah berdiri persis di belakangnya, “Bisakah kau serahkan ini terlebih dahulu kepada guru Cho?”

Jooeun menatap buku di tangan Jimin.

“Tadi dia lupa membawanya saat keluar kelas.”

“Oh, baiklah aku mengerti. Akan aku antarkan ini ke ruang guru.”

“Terimakasih.” Ucap Jimin sebelum berlalu meninggalkan kelas.

Begitulah Jooeun, hanya berinteraksi seperlunya saja dengan teman-teman sekelasnya. Dia bahkan tidak mengikuti ekstra kulikuler apapun.

Sepulang sekolah, saat tiba di rumah Jooeun dikagetkan oleh sesuatu yang mengejutkan. Seorang pemuda berpakaian serba putih tergeletak tak sadarkan diri di bawah pohon apel yang berada di halaman rumahnya. Jooeun mendekati pemuda itu dengan hati-hati. Sedikit menepuk-nepuk kecil pipi pemuda itu namun tak ada reaksi sama sekali. Ia lalu menempelkan telinganya di dada pemuda itu untuk memastikan bahwa jantungnya masih berdetak.

Dan bersamaan dengannya, kedua mata obsidian milik pemuda yang terbaring di rumput itu terbuka. Sedetik kemudian, keduanya terlonjak kaget lantas saling menjauh. Mereka sama-sama terkejut dengan keberadaan masing-masing. Selanjutnya kedua orang itu hanya bertatapan selama beberapa saat sebelum Jooeun akhirnya membawa pemuda asing itu masuk ke dalam rumah.

Pemuda berpakaian serba putih itu sibuk mengamati dengan seksama setiap sudut ruangan dimana dirinya kini tengah berada.

Jooeun memicing, curiga. “Katakan padaku siapa kau sebenarnya, dan kenapa kau bisa berada di halaman rumahku.” Tegas Jooeun.

“Aku V. Kau siapa?” Jawab pemuda itu dengan wajah datarnya.

“V? nama macam apa itu?”

“Itu namaku.”

Lalu Jooeun memandangi pemuda itu dari ujung kaki hingga rambut. Sedikit merasa aneh dengan pakaian serba putih yang dikenakannya. Jooeun pikir mungkin saja dia adalah seorang pasien rumah sakit jiwa yang melarikan diri.

“Siapa namamu?” suara bariton pemuda bernama V itu kembali terdengar.

“Namaku Jooeun. Sekarang katakan siapa namamu yang sebenarnya. Karena tidak ada orang Korea yang memiliki nama seperti itu.”

“Tapi namaku V.”

“Hahaha. Ayolah ini tidak lucu. Apa kau hilang ingatan?” Jooeun tertawa sarkastis.

“Tidak.”

“Kalau begitu apa margamu?”

“Marga?” V mengerutkan keningnya.

“Iya, marga. Nama keluarga. Park, Min, Jung atau apalah. Jangan bilang kau tidak tahu margamu.”

“Aku tidak punya marga.”

Lagi, Jooeun tak habis pikir mendengar jawaban pemuda asing itu.

“Memangnya apa margamu?”

“Aku? Yoo, namaku Yoo Jooeun. Kau yakin tidak punya marga? Atau kau lupa?”

Selama beberapa saat V mencoba mencari jawaban yang tepat. Di Bluetopia tidak ada peri yang memiliki marga. Nama mereka hanya terdiri dari satu kata bahkan adapula yang satu huruf saja seperti J, L, N, dan namanya sendiri V.

“Sepertinya kau benar-benar amnesia ya.” Ujar Jooeun.

“Kim, margaku Kim. Namaku Kim V.” Jawabnya dengan mantap, setelah secara tidak sengaja matanya menangkap sebuah tulisan pada majalah yang tergeletak di atas meja ‘Kim Taeyeon merilis album solonya bla bla bla’

Jooeun hanya mengangguk sambil menggumam lirih.

Tentu saja V berbohong. Ia menjawab hanya sekedar untuk menghentikan aksi interogasi Jooeun terhadapnya.

“Jooeun-ah! Yoo Jooeun!” tiba-tiba suara nyaring ibu Jooeun merambah sampai ke dalam kamar, menginterupsi obrolan Jooeun dengan pemuda asing bernama V itu.

Jooeun panik. Keberadaan V tidak boleh sampai diketahui oleh siapapun yang ada di rumah itu.

“Ada apa?” Tanya V dengan polosnya.

“Kau, diam disini dan jangan lakukan apapun. Mengerti?!”

“Apa?! Mana mungkin aku bisa tidak melakukan apapun. Memangnya aku salah apa kenapa kau menghukumku seperti itu?” bantah V.

Jooeun mengernyit bingung. “Ya, kau diam saja. Aku hanya pergi sebentar dan akan segera kembali!”

“Tidak bisa!”

“Aish kau ini!”

“Setidaknya biarkan aku melakukan sesuatu.” Pinta V bersikeras.

“Baiklah, hitung sampai seribu dan aku akan kembali sebelum kau selesai menghitung.” Setelah itu Jooeun berlari meninggalkan V sendirian di kamarnya.

10 menit kemudian.

“Enam ratus dua belas, enam ratus tiga belas…”

Jooeun kembali ke dalam kamar dan terkejut melihat V benar-benar menuruti perintahnya untuk menghitung sampai seribu. Kali ini ia sangat yakin jika V memang pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa.

“Enam ratus dua puluh satu, enam ratus dua puluh dua…”

“Apa kau sudah gila?” Jooeun berdiri di hadapan V sambil memandangnya dengan tatapan aneh.

“Diam, aku belum selesai menghitung. Enam ratus dua puluh empat…”

“Hei! Kau ini benar-benar sakit jiwa ya?”

V tidak menghiraukan Jooeun, ia tetap melanjutkan hitungannya. “Enam ratus dua puluh enam…”

“Hentikan!”

“Enam ratus…”

“Kubilang berhenti!”

Dan berhasil. V menghentikan hitungannya.

Hari berganti malam. Karena asal-usul V yang tidak jelas dan Jooeun merasa kasihan padanya, akhirnya ia membiarkan pemuda itu tinggal bersamanya untuk sementara waktu. Jooeun juga sudah mengganti pakaian absurd V dengan pakaian yang normal milik mendiang kakak lelakinya.

“Jadi dimana rumahmu?”

“Bluetopia.”

“Apa?” Lagi-lagi Jooeun terheran mendengar kata yang terlontar dari bibir V.

“Aku adalah peri yang sedang dihukum karena melanggar aturan.”

“Hahaha.” Jooeun tertawa geli mendengar jawaban V yang sangat tidak masuk akal baginya.

“Kenapa kau tertawa? Apa kau sedang bahagia? Kalau begitu seharusnya aku sudah bisa kembali ke tempat tinggalku.” Ujar V sembari menatap Jooeun bingung.

Jooeun menghentikan tawanya. “Bahagia? Aku…” ia tertegun mendengar kalimat V.

“Aku diturunkan ke bumi dan ditugaskan ratu peri untuk menemanimu. Karena Ratu bilang kau sangat kesepian dan aku harus membuatmu bahagia.”

Jooeun mengehela nafas, lantas tersenyum lemah. “Kau ini aneh. Siapapun dirimu dan darimana asalmu. Aku yakin kau pernah mengalami trauma berat hingga menderita gangguan kejiwaan yang sangat parah.”

“…” V tercengang. Tidak paham.

“Ini sudah malam. Tidurlah.”

“…”

“Oh satu lagi, ingat, kau tidur di sofa dan jangan berani-berani mendekati ranjangku. Mengerti?!” Jooeun memperingatkan.

Dan V hanya mengangguk menanggapi kalimat gadis itu.

“Kuharap besok pagi kau ingat siapa dirimu dan dimana rumahmu.”

“…”

Hari berikutnya.

Kriiiing Kriiiing

“Dewa Bintang! Demi Neptunus suara apa iniii?! Tolong hentikan suaranyaaa!” V terjatuh dari sofa dan terbangun dengan terkejut. Ia lalu bangkit mendekati ranjang Jooeun.

Gadis itu masih tertidur pulas.

V mencoba membangunkan Jooeun dengan megguncang-guncangkan tubuhnya. “Jooeun, Joo! Bangun! Suara bising apa ini?! Aku tidak tahan. Tolong aku Joo!”

Jooeun menggeliat kecil. Masih setengah sadar ia bangkit untuk mematikan alarm jam weker yang terletak diatas nakas. “Itu hanya alarm, kau berlebihan.” Ucapnya sebelum memposisikan dirinya untuk kembali tidur.

Sedangkan V yang masih syok, hanya memandangi jam weker di atas nakas dengan tatapan nanar dan nafas terengah sambil menggumam lirih, “Benda apa ini sebenarnya? Sungguh mengerikan.”

Pukul tujuh pagi. Jooeun sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Sementara V sibuk mengamati benda-benda asing yang baru pertama kali dilihatnya seperti televisi, laptop, boneka, bahkan mengamati dirinya sendiri di cermin.

Jooeun menggeleng saat melihat pemuda itu tengah berputar-butar di depan cermin. “Benar-benar sakit jiwa…” gumamnya.

V masih asik dengan aktivitasnya sendiri sebelum Jooeun akhirnya membuka pembicaraan mereka pagi itu.

“V.”

V menoleh.

“Aku akan pergi ke sekolah. Kau tetap disini dan jangan melakukan…” Jooeun menghentikan kalimatnya saat teringat bahwa pemuda aneh itu tidak senang jika disuruh untuk diam tanpa melakukan apapun.

“Jangan melakukan apa?” Tanya V ingin tahu.

“Maksudku, jangan melakukan hal-hal aneh. Pokoknya kau tidak boleh keluar dari ruangan ini sampai aku kembali nanti.”

V mengangguk paham.

“Aku sudah siapkan sarapan untukmu di meja. Makanlah kalau kau lapar.”

V mengangguk-lagi.

“Bagus kalau kau mengerti. Aku pergi dulu.”

“Joo.” Panggilan V menghentikan langkah Jooeun. Gadis itu kembali menoleh ke arahnya.

“Ya?”

“Apa kau akan lama?”

Jooeun diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan V, “Tidak. Tunggulah disini sampai aku kembali.”

“Aku mengerti.” Jawab V dengan senyum terkembang di bibirnya.

“Baiklah aku pergi dulu.”

Setelah itu Jooeun meninggalkan V sendirian di kamarnya. Ia sengaja mengunci pintunya dari luar agar tak seorangpun yang mengetahui keberadaan V di dalam sana.

Sementara Jooeun pergi ke sekolah, V asik mengobrak-abrik dan membuat kamar Jooeun menjadi berantakan. Ia menyentuh semua benda yang tampak asing baginya.

“Oh, hai. Hallo siapa namamu?” ucapnya, berbicara pada boneka Barbie di sudut nakas.

Tidak mendapat respon, V meraih boneka itu dan menggoyang-goyangkannya.

“Hmm, dia tidak hidup? Atau dia hanya sebuah patung? Tapi rambutmu bagus juga.” Gumamnya.

Lelah bermain-main dengan Barbie. V memutuskan untuk melihat makanan apa yang di siapkan Jooeun untuknya. Roti panggang dengan selai cokelat dan segelas susu. Dengan hati-hati, V mengendus keduanya secara bergantian. Kemudian meminum susu terlebih dahulu sebelum memakan rotinya.

“Hmmm. Ini lezat. Rasanya tidak aneh sama sekali.”

Setelah menghabiskan sarapannya, V kembali mengeksplor kamar Jooeun. Ia membuka lemari dan mengeluarkan semua isinya, memainkan ukulele hingga dua senarnya terputus, memecahkan botol parfum Jooeun, dan terakhir berbaring atas ranjang sambil melihat-lihat majalah.

Entah mengapa V merasa sangat bosan berada sendirian di dalam kamar. Ia teringat kalimat ratu peri padanya sebelum di turunkan ke bumi.

‘Kau tetap bisa menggunakan sebagian kekuatanmu saat tidak ada orang yang melihat.’

V lantas mencobanya. Dipandangnya sesaat kedua tangannya, kemudian hanya dengan menunjuk kearah objek sambil memikirkan apa yang diinginkannya, dan…

Criiing

Botol parfum Jooeun kembali utuh seperti sedia kala. V tertawa senang. Ia lalu memperbaiki senar ukulele, dan merapikan kamar Jooeun kembali seperti semula. Setelah itu ia berjalan kesana kemari tak menentu dan berbicara dengan benda-benda yang ada di dalam sana. Menggunakan kekuatannya untuk mengusir rasa sepinya.

Namun sayangnya, bermain dengan kekuatan yang dimiliki pun tak cukup untuk menghiburnya. Ia tetap saja merasa kesepian.

“Kenapa aku merasa aneh seperti ini? Rasanya tidak enak. Apakah ini yang dinamakan kesepian? Seandanya ada J disini, aku pasti tidak akan kesepian.” Selanjutnya V hanya melamun seorang diri hingga ia terlelap di atas ranjang.

Jooeun pulang dan mendapati V tidak berada di kamarnya. Ia bergegas keluar untuk mencari pemuda itu. Bisa gawat jika ada yang tahu kalau dirinya menyembunyikan seorang lelaki tak di kenal di rumahnya. Jooeun mencari ke seluruh sudut ruangan dan tidak juga menemukan V. Ia lalu berlari keluar rumah, mencarinya ke halaman depan, kolam renang, pavilion, taman belakang, dan nihil. V tidak ada dimana-mana.

Jooeun menghentikan langkahnya, mencoba mengatur nafasnya yang terengah akibat berlari kesana kemari, sambil berpikir dimana sekiranya pemuda gila itu berada. Apakah masih di lingkungan rumahnya? Ataukah ia sudah benar-benar pergi?

“Joo!”

Jooeun terperanjat saat seseorang memanggilnya. Seseorang dengan suara bariton yang cukup familiar.

“Jooeun!”

Suara itu terdengar lagi. Jooeun melempar pandangannya ke segala arah mencoba mencari dari mana suara itu berasal.

“Yoo Jooeun!”

Ketemu. Jooeun berhasil menemukannya. Menemukan sumber suara yang memanggilnya, sekaligus objek yang sedari tadi dicarinya. V. Duduk diatas pohon akasia yang berdiri kokoh di sudut taman belakang rumahnya.

“Joo, kemari! Naiklah!”

Jooeun tercengang, matanya melebar. “V?! Apa yang kau… Ya Tuhan cepat turun dari sana sekarang juga dasar gila!” titahnya.

“Apakah jika aku turun sekarang juga kau akan bahagia?”

Jooeun mengernyit. Pemuda ini benar-benar gila. Kali ini Jooeun tidak menjawab, hanya memutar kedua bola matanya. Lelah.

“Baiklah aku akan turun.” Dan sesaat kemudian V telah mendaratkan kakinya diatas rumput hijau.

Jooeun menghelas nafas panjang.

“Apa sekarang kau bahagia?”

“Tidak sama sekali.”

“…”

“Bagaimana kau bisa naik keatas sana?!”

“Itu mudah, hanya dengan memanjatnya sebentar saja.”

“Bukankah aku sudah mengatakan padamu agar tetap di dalam kamar sampai aku kembali?!”

“Aku bosan Joo, aku merasa kesepian di dalam sana sendirian.” V tertunduk. Namun belum sempat Jooeun menyahut, ia telah kembali bersuara. “Aku bahkan baru tau kalau ada pohon sekecil ini di dunia.”

“Ke-kecil?!”

“Iya kecil, pohon di Bluetopia semuanya besar-besar. Aku harus terbang tinggi untuk memetik buahnya.”

Lagi-lagi Jooeun menganggap bahwa semua omongan V hanyalah imajinasi seorang penderita gangguan jiwa belaka, “Kau ini sebenarnya apa sih? Pangeran dari negeri dongeng?”

“Sudah kubilang kalau aku adalah seorang peri yang berasal dari Bluetopia.” Jawab V.

“Kalau kau memang seorang peri sekarang tunjukan kekuatanmu. Buat aku bahagia sekarang juga maka kau bisa kembali ke tempat tinggalmu. Bukan begitu?” tandas Jooeun.

V menatap gadis itu dalam diam.

“Kenapa kau diam?”

“Bagaimana cara membuatmu bahagia?”

“Pikirkan saja sendiri.”

“…”

Tak ada yang melanjutkan perdebatan sore itu. Lalu mereka memutuskan untuk mengakhirinya dan kembali ke dalam kamar.

Waktu terus berjalan. Siang berganti malam, malam berganti pagi dan begitu seterusnya. Jooeun mulai terbiasa berada di dekat pemuda yang dianggapnya tidak waras itu. V bahkan mulai berani mengikutinya hingga ke sekolah dan entah bagaimana caranya, pemuda itu kini menjadi murid baru di kelasnya.

“Anak-anak harap tenang. Perkenalkan dia adalah Kim V. Murid baru di kelas kalian.” Kata guru Cho.

“Selamat pagi semuanya. Namaku Kim V aku pindahan dari Daegu, kalian bisa memanggilku V.”

Jooeun terbelalak dengan sempurna. Sementara murid-murid perempuan yang lain sibuk mengomentari ketampanan V, sedangkan murid lelaki tampak biasa saja.

“Baiklah Kim V, kau bisa duduk di bangku kosong paling belakang.”

“Baik guru.” V berjalan menuju bangku yang dimaksudkan untuknya, ia mengedipkan sebelah matanya saat melewati Jooeun.

“Astaga orang gila ini bagaimana mungkin…” Jooeun menggumam lirih sambil memijat keningnya yang terasa berdenyut.

Jam Istirahat.

Usai menunggu beberapa menit setelah bel berbunyi, akhirnya kelas pun kosong. Jooeun segera menghampiri V di bangkunya lalu menariknya keluar dari kelas. Membawa pemuda yang mengaku pindahan dari Daegu itu ke atap sekolah yang sepi, tempat favoritnya menyendiri sambil menggambar di buku sketsa kesayangannya.

“Wow.” Kata pertama yang terucap dari bibir V setelah sampai di atap sekolah. Melihat hamparan langit biru yang luas, mengingatkannya pada tempat tinggalnya.

Jooeun menghela nafas panjang. “Bagaimana kau bisa masuk ke sekolah ini?”

“Kau yakin ingin tahu?” V balik bertanya tanpa menatap lawan bicaranya. Ia melangkahkan kakinya mendekati tepian atap.

“Tentu saja.” Jawab Jooeun sambil memperhatikan penampilan V dari atas kebawah. Sepatu converse biru V tampak tidak matching dengan seragam sekolahnya.

“Nanti kau tidak percaya.”

Jooeun tertegun. “Apa?”

“Kau kan tidak pernah mempercayai omonganku.”

“V…”

“Aku datang ke ruang guru dengan memakai seragam, lalu aku bilang saja kalau aku pindahan dari Daegu, tapi aku lupa membawa dokumen pribadiku.”

Jooeun tidak menyahut. Menunggu V melanjutkan kalimatnya.

“Lalu mereka percaya dan menyuruhku mengumpulkan berkas secepatnya.”

“Dari mana kau dapatkan seragam itu?”

“Aku membuatnya, dengan kekuatanku.” Jawab V, kali ini tatapannya menyentuh manik hazel Jooeun.

Jooeun memalingkan wajahnya. Rasanya begitu sulit untuk mempercayai omongan V. Namun entah mengapa, kali ini ia tidak berniat untuk menyergahnya. Mungkin ia sudah lelah berdebat dengan pemuda itu. Atau mungkin otaknya mulai bisa beradaptasi dengan imajinasi V yang terlampau tinggi baginya.

“Wah, Joo, kemari.” V meraih pergelangan tangan Jooeun dan menariknya ke ujung atap sekolah. Bersandar pada pembatas tepian atap.

Jooeun memandang lekat-lekat wajah V. Senyumnya begitu tulus. Sama sekali tak nampak sebuah kebohongan disana. Apa karena otaknya yang tidak waras? Pikirnya.

“Lihat langit yang biru itu.”

Jooeun mengalihkan pandangannya mengikuti arah telunjuk V.

“Di balik sana, ada Bluetopia. Tempat tinggalku.” Tiba-tiba V menoleh, matanya menangkap buku sketsa di pelukan Jooeun.

“Apa aku juga sudah gila?” lirih Jooeun nyaris tak terdengar.

“Eh? Kau pandai menggambar? Coba gambar aku.” Ujar V kemudian berpose dengan gaya aneh yang menggelikan.

“Haha. Kau jelek sekali.” Jooeun terpingkal.

“Cepat gambar aku. Oh ya, buat rambutku berwarna biru ya.” Pinta V dengan mimik menggemaskan.

Jooeun terkekeh gemas. “Kau benar-benar maniak biru ya.” dan Jooeun sambil menahan tawanya, memenuhi permintaan V.

Perlahan kehidupan Jooeun berubah. Sedikit demi sedikit ia mulai terbuka terhadap orang lain. Bukan hanya dengan V, tapi juga teman-teman lainnya. Terlebih setelah V menempelkan salah satu sketsa yang dibuat Jooeun di mading sekolah, semua jadi tahu bakat menggambar yang dimiliki gadis cantik itu. Bahkan ia diminta untuk bergabung dengan klub sketsa.

“Jooeun-ah!” Jimin mendekati bangku Jooeun setelah pelajaran berakhir.

Semenjak bergabung dengan klub sketsa Jooeun memiliki banyak teman baru disana, termasuk Jimin. Dan hubungan mereka pun semakin dekat, lebih dari sekedar teman sekelas.

Tanpa disadari, V menatap kedua orang yang sedang asik mengobrol itu dari bangkunya.

“Benarkah? Tentu saja aku mau.” Jooeun tampak ceria.

“Kalau begitu buatlah yang bagus. Aku akan menunggumu besok di ruangan klub sketsa. Sampai jumpa.” Ucap Jimin sebelum meninggalkan kelas.

Selama perjalanan pulang V terus memperhatikan Jooeun yang tampak berseri-seri.

“Apa kau bahagia Joo?”

Jooeun menoleh. “Hmmm… mungkin.” Jawabnya sambil tersenyum sangat manis.

“Memangnya apa yang dikatakan Jimin di kelas tadi? Apa dia menyatakan cinta padamu?”

Jooeun menutup mulutnya mendengar pertanyaan V. “Apa? Haha. Kenapa kau berpikir begitu, apa kau cemburu tuan peri?” candanya.

“Tidak.” Jawab V ketus.

“Kau ini ternyata sangat lucu ya. Jimin tidak menyatakan cinta padaku kok. Dia hanya menawariku untuk mengikuti lomba sketsa.”

Mendengar jawaban Jooeun, seutas senyum impuls mengembang di bibir V.

“Eh, ada sesuatu di rambutmu.” Jooeun mengusap kecil puncak kepala V, menyingkirkan butiran serupa gliter yang tertangkap oleh matanya.

“Ada apa?”

“Hei, apa kau mewarnai rambutmu? Kenapa terlihat sedikit kebiruan?”

“Benarkah? Tapi aku tidak mewarnainya.” V turut mengusap rambutnya. Mungkinkah karena kau sudah bahagia Jooeun? dan  itu artinya sebentar lagi aku harus pergi.

“Oh iya, aku masih belum tahu harus menggambar apa untuk disetorkan besok pagi. Apa kau punya ide untuk bisa kugambar, V?”

“Bagaimana kalau Bluetopia.”

“Ah, rumahmu?”

V tertawa menunjukan deretan giginya yang rapi.

“Memangnya ada apa di Bluetopia?”

Malam semakin larut, namun Jooeun dan V masih asik dengan aktivitas mereka. Jooeun menggambar sketsanya, sedangkan V hanya menemani. Ralat, memberi inspirasi mungkin lebih tepat.

“Disana semuanya berwarna biru, lalu ada pohon apel yang sangaaaat tinggi. Daun dan buahnya juga berwarna biru.” Ucap V sambil memainkan ukulele dengan asal.

“Dan kau memanjatnya dengan susah payah?” komentar Jooeun tanpa mengalihkan perhatiannya dari sketsa yang tengah digambarnya.

“Tidak. Aku hanya terbang untuk mencuri buahnya.”

“Dasar usil.”

Lalu sejenak mereka tergelak bersama.

“Joo…” suara V saat keheningan mulai kembali menyeruak.

“Hmm…”

V menarik nafas sebelum berkata, “Kalau aku pergi nanti, kuharap kau tidak akan melupakanku.”

“Kau bicara apa? Memangnya kau mau kemana?”

“Tidak kemana-mana. Hanya akan pulang. Ke Bluetopia.”

Jooeun menghentikan aktivitasnya, lantas menatap V penuh tanya.

“Jika kau merindukanku. Lihatlah ke atas langit yang biru. Aku selalu ada di balik sana. Aku pasti akan melihatmu dari sana.” Lanjut V.

“Ini sudah malam. Mungkin kau sudah mengantuk makanya kau kumat. Sudah sana tidur.”

“Tidak mau, aku mau menemanimu sampai kau menyelesaikan gambarnya.”

“Kalau begitu berjanjilah untuk berhenti mengatakan hal yang aneh-aneh.”

V hanya memamerkan cengiran kotaknya sebagai balasan kalimat Jooeun.

Dan tibalah hari pengumuman lomba sketsa. Semua anggota klub berkumpul di ruangan, menunggu Jimin kembali dari gedung tempat gambar mereka diseleksi. Tak lama kemudian, si ketua yang ditunggu datang dengan air muka senang, membuat yang lain tak sabar ingin mendengar kabar bahagia darinya.

“Teman-teman!”

“Jimin-ah, bagaimana?” V turut mendekat.

Jangan kira dia bukan anggota dari klub sketsa. Bahkan V sudah bergabung terlebih dulu sebelum Jooeun. Sejak pertama kali masuk sekolah ia langsung memutuskan untuk mengikuti ekstrakulikuler tersebut. Bukan karena dirinya yang suka, tapi karena ia tau Jooeun sangat mencintai sketsa. Dengan begitu ia bisa menarik Jooeun untuk bergabung bersama murid-murid yang memiliki hobi yang sama dengan gadis itu. Dan hal itu akan mempermudah Jooeun untuk mendapatkan teman.

“Karya Jooeun mendapat juara satu dan terpilih untuk maju ke tingkat Asia. Selamat untuk Jooeun.”

“Wah selamat. Kau hebat Jooeun.” Semua memberi selamat kepada Jooeun.

“Oh ya, dan juri memuji sketsa Negeri Bluetopia-mu itu sangat indah.”

Jooeun tak bisa menahan rasa senangnya yang meluap. “Terimakasih semuanya.” Ucapnya dengan seutas senyum bahagia.

“Kita harus merayakannya!”

“Bagaimana kalau karaoke malam ini?”

“Ide yang bagus!”

Pukul 11 malam. Jooeun barusaja selesai merayakan kemenangannya bersama V dan anggota klub sketsa lainnya. Saat ini dirinya dan si pemuda peri itu tengah duduk di ayunan yang berdiri bersebelahan di taman belakang rumah Jooeun. Keduanya masih setia mengulum senyum manis di bibir masing-masing.

“Hari ini aku sangat senang V. Akhirnya aku bisa melakukan sesuatu yang aku inginkan.” Jooeun bersuara lebih dulu.

“Aku juga senang Joo. Aku senang karena kau senang.” Sahut V. Namun senyumnya memudar saat tiba-tiba saja ia mengingat apa yang dikatakan oleh ratu peri sebelum menurunkannya ke bumi.

‘Lalu saat kau berhasil membuatnya mengatakan jika dia bahagia berkat dirimu, maka hukumanmu akan berakhir dan kau harus kembali ke Bluetopia.’

“V, aku ingin berterimakasih padamu, terimakasih untuk gambaran Bluetopia-mu, terimakasih karena kau…” Kalimat Jooeun terhenti ketika melihat reaksi aneh V kembali tertangkap olehnya.

V menutup kedua telinganya dan memejamkan mata seolah ketakutan mendengar suara Jooeun.

“Tsk, V?!” Jooeun bangkit, menghampiri V, memaksa pemuda itu untuk melepaskan kedua tangan yang menutupi telinganya.

“Jangan katakan Joo. Bagaimanapun suasana hatimu saat ini jangan katakan padaku karena aku tidak ingin mendengarnya.”

“Tapi kenapa V? Bukankah tadi kau bilang-”

“Kumohon.” V menatap Jooeun berkaca-kaca. Membuat gadis itu semakin bingung.

Hening sejenak.

“Apa kau tidak senang melihatku bahagia?”

V menghela nafas, tertunduk lesu, “Bukan begitu, aku… aku senang Joo.” Suaranya melemah.

“Aku bahagia V. Aku bahagia karena kau, kau yang sudah membuat hidupku lebih berwarna, kau membuatku tertawa, membuatku mendapatkan banyak teman, dan menyadari betapa indahnya hidup ini. Terimakasih V untuk semuanya.”

Mendadak seluruh tubuh V terasa beku. Bukankah seharusnya ia senang mendengar kalimat Jooeun? Karena itu berarti hukumannya akan segera berakhir. Namun, alih-alih merasa senang, V malah merasakan sesak yang luar biasa di dadanya. Rasanya sakit, di bagian yang tak terlihat. Hatinya.

Tanpa terasa setetes cairan bening membasahi pipi V. “Kau mengatakannya Joo…” ucapnya dengan suara parau. Ia belum siap untuk berpisah dengan Jooeun.

“V? kenapa kau…” belum selesai Jooeun mengatakan kalimatnya, ia dikejutkan oleh sesuatu yang mencengangkannya.

Cahaya yang sangat terang memancar dari tubuh V. Surai hitam V yang awalnya hanya terlihat sedikit kebiruan, kini benar-benar menjadi biru seutuhnya, telinganya meruncing, sepasang sayap terkembang dari punggungnya dan tubuhnya mengecil seukuran kupu-kupu. V berubah menjadi peri.

“V… Kau…” Jooeun mundur teratur sambil menutup mulutnya tak percaya. Berkaca-kaca. Ia baru mengerti kenapa V begitu tidak ingin mendengar ungkapan bahagianya. V tak ingin berpisah dengannya. Sekarang Jooeun percaya bahwa V bukanlah pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa, melainkan benar-benar peri yang datang dari Bluetopia. Peri yang dikirim untuk membuatnya bahagia.

“Yoo Jooeun. Maaf karena aku harus pergi sekarang.” V kecil mendarat diatas telapak tangan Jooeun.

“V…”

“Tugasku sudah selesai dan aku harus kembali ke Bluetopia.”

“Jangan pergi V. Maaf, maafkan aku karena selama ini aku tak pernah mempercayaimu dan menganggapmu tidak waras.” Jooeun terisak lemah.

“Jangan menangis Joo. Kau akan baik-baik saja dengan teman-temanmu. Mereka akan selalu ada disisimu menggantikan posisiku.” Tubuh mungil V perlahan memudar dari pandangan Jooeun.

“V! jangan tinggalkan aku!”

“Selamat tinggal Yoo Jooeun. Jangan pernah lagi membiarkan dirimu kesepian dan jangan ragu untuk berteman dengan siapapun Joo. Kuharap kau akan selalu bahagia meskipun tanpa aku. Aku menyayangimu.” Dan setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, V benar-benar menghilang ditelan butiran cahaya gliter yang menyilaukan.

“V!”

“V!” Jooeun terbangun dengan nafas terengah. Ia segera melempar pandangannya ke segala sudut ruangan, mencoba menemukan peri birunya.

Sofa, tempat dimana V biasanya tidur, kini terlihat kosong. Tak ada siapapun disana. Jooeun tertunduk menyesal.

Satu jam kemudian, Jooeun keluar kamarnya dengan wajah murung. Ia berjalan dengan lemas melewati meja makan saat tiba-tiba seseorang menyapanya, langkahnya terhenti.

“Selamat pagi sayang.”

Jooeun menoleh. “Ayah? Ibu?”

“Kau tidak sarapan?”

Jooeun masih bingung. Semua ini terasa seperti mimpi. V menghilang begitu saja, Ayahnya berada di rumah, dan Ibunya memasak sarapan untuk mereka.

“Joo, ayahmu baru kembali dari Jepang, kau tidak mau menyambutnya?” Ibunya mengedipkan sebelah mata, membuat Jooeun semakin tidak mengerti.

“Kenapa ibu tidak bersiap untuk pergi ke kantor?”

“Hari ini ibu tidak pergi. Ibu sudah memutuskan untuk tidak bekerja lagi dan akan menemanimu di rumah sepanjang hari.” Jawab wanita paruh baya itu dengan senyumnya yang lembut.

“Ayah?” Tanya Jooeun, kali ini kepada ayahnya yang sepengetahuannya sangatlah sibuk.

“Mulai sekarang ayah akan fokus pada perusahaan di korea dan menitipkan perusahaan yang berada di Jepang pada paman Minhyuk. Jadi, ayah tidak akan jauh lagi darimu.”

Jooeun terharu mendengar jawaban ayah dan ibunya, ia segera memeluk kedua orang tua yang sangat dirindukannya.

“Sekarang habiskan sarapanmu dan ayah akan mengantarkanmu ke sekolah sebelum terlambat. Hmm.”

Jooeun mengangguk mantap. Tak ada lagi raut murung di wajahnya. Ia tak ingin tau alasan apa yang merubah kedua orang tuanya, yang jelas sekarang ia bahagia karena masalah orang tuanya telah selesai.

Kelas 2-7 SMA BigHit jam pelajaran pertama.

Dikelas, Jooeun masih saja melamun memikirkan V. Pertemuannya dengan pemuda peri itu seperti mimpi, namun juga terasa nyata baginya. Membingungkan.

“Jooeun!” Jimin menghampirinya.

“Jimin?”

“Kenapa kau melamun?”

“Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?” Tanya Jooeun ragu.

“Tentu saja.”

“Apakah kita berteman dekat?”

Jimin mengerutkan keningnya, “Eh? Kau kenapa? Kenapa bertanya begitu? Tentu saja kita teman dekat.”

“Sejak kapan?”

“Sejak kau bergabung dengan klub sketsa.”

“Jadi aku benar-benar bergabung dengan klub sketsa?”

“Eh? Joo? Kau baik-baik saja? Apa kau sakit?” Tangan Jimin mendarat di kening Jooeun.

Gadis itu segera menyingkirkannya. “Kalau begitu, V benar-benar nyata?”

“V? apa itu V?”

“V, murid baru di kelas kita!” Jooeun berucap yakin. Intonasinya meningkat.

“Astaga Joo, ternyata kau baru saja bermimpi. Di kelas kita tidak ada murid baru.”

“Tapi, bukankah kau bilang aku bergabung dengan klub sketsa?”

Jimin mengangguk.

“Bukankah sketsaku menjadi juara satu?”

Jimin mengangguk-lagi.

“Apakah aku menggambar sketsa negeri Bluetopia?”

“Ya, ya, ya, Jooeun. Kau benar. Semuanya benar. Kau ini kenapa sih?”

“Kalau begitu seharusnya ada anak baru bernama V di kelas kita. V, kau tidak mengenalnya?!” Jooeun bersikeras.

“Kalau yang itu pasti kau hanya mimpi Joo. Karena aku sangat yakin tidak ada anak baru di kelas kita.”

“Benarkah?” Suara Jooeun melemah. Mungkinkah yang dikatakan Jimin benar kalau dirinya hanya mimpi? Lalu mengapa sketsa Bluetopia itu nyata? Entahlah. Yang jelas ia masih belum bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan yang dialaminya.

Tak lama, Guru Cho datang dengan seseorang di belakangnya.

“Anak-anak harap tenang. Perkenalkan dia adalah Kim Taehyung. Murid baru di kelas kalian.” Kata guru Cho.

“Selamat pagi semuanya. Namaku Kim Taehyung, aku pindahan dari Daegu, kalian bisa memanggilku Taehyung.”

Jooeun terbelalak dengan sempurna. Sementara murid-murid perempuan yang lain sibuk mengomentari ketampanan Taehyung, sedangkan murid lelaki tampak biasa saja.

Deja vu.

“Baiklah Kim Taehyung, kau bisa duduk di bangku kosong paling belakang.”

“Baik guru.” Taehyung berjalan menuju bangku yang dimaksudkan untuknya, bangku yang berada tepat di samping bangku Jooeun.

Jooeun segera membuka buku sketsanya, mencari sketsa wajah V yang pernah di gambarnya. Ketemu. Sketsa itu ada. Sketsa wajah V. Dan wajahnya sama persis dengan murid baru bernama Taehyung itu.  “Ini tidak mungkin…”

Jooeun menoleh dan mendapati pemuda bernama Taehyung itu tersenyum manis padanya.

Namun sebuah benda yang menempel pada murid baru itu lebih menarik atensinya. Sepatu converse biru. “V…”

Bukan, “Hai, aku Taehyung pindahan dari Daegu. Salam kenal.”

END

13 pemikiran pada “[What is Your Color?] A Crazy Boy from Bluetopia – Oneshot

Leave a Review