[Chapter 1] Quest for Seven: Sound of Lyre

quest-for-7-copy

Quest for Seven

written by tsukiyamarisa

.

BTS’ Kim Namjoon, Jung Hoseok, Kim Taehyung, Jeon Jungkook

OC’s Jung Mia, Lily O’Brian, Kim Mony

.

Chaptered | Greek Mythology!AU, Friendship, Adventure, Life, slight!Historical, slight!Fluff | 15

loosely based on Greek Mythology and Percy Jackson series by Rick Riordan, with some fictional character here and there 

.

previous: Prologue

.

.

#1: Sound of Lyre

.

.

Semua keanehan ini bermula dari alunan lagu yang merusak komposisi buatan Hoseok.

Pukul sembilan malam, dan ia ingin menggerutu keras-keras saking frustrasinya. Lima jam memelototi layar tanpa beranjak (oke, kecuali untuk ke kamar mandi dan mengambil camilan), tapi ia masih tetap tak bisa menyelesaikan lagu sialan ini. Padahal, draft awal dari komposisi ini sudah mengendap selama hampir sebulan lamanya di komputer Hoseok. Saran dari kedua kawannya juga tak membantu—yang ada Hoseok malah makin kesal lantaran dua orang itu telah menyelesaikan bagian mereka sejak dulu.

Min Yoongi bahkan sudah tak berada di studio, pergi untuk menemui kekasihnya dengan cengiran puas dan tepukan di pundak Hoseok sekitar satu jam lalu. Sedangkan Kim Namjoon, rekan Hoseok yang lain, sudah pulas dan mendengkur. Badan menelungkup di atas meja, posisi yang Hoseok yakin akan membuatnya sakit punggung esok hari. Tapi, masa bodoh dengan itu. Hoseok malas jika harus repot-repot membangunkan Namjoon dan terkena pukulan di kepala; ia toh punya hal lain yang lebih penting untuk dilakukan.

Oke, sekali lagi.

Memberitahu dirinya sendiri, Hoseok lantas melarikan jemari di atas keyboard. Berpikir sebentar, mengira-ngira bagian mana yang harus ia ubah. Hoseok sudah menyukai bagian awal dari lagu buatannya, sampai alunan nada yang menandai transisi ke bagian reff muncul. Itu adalah masalah pertama, keanehan yang belum dipecahkan Hoseok sejak tadi.

Satu-satu dulu, Hoseok kembali memberitahu dirinya, menghapus bagian yang dimaksud dan mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuk. Baiklah, kalau tadi aku memasukkan kunci E, mungkin aku bisa menggantinya dengan kunci G?

Otak Hoseok rasanya berfungsi lambat, selambat detak jarum jam yang tergantung di dinding. Lelaki itu mengangguk-angguk pada dirinya sendiri, baru saja bergerak untuk memasukkan kunci G, tepat ketika sebuah lagu terdengar mengalun lembut.

Eh?

Aku belum menekan tombol play, kan?

Sang lelaki menelengkan kepala, bingung. Kali terakhir ia mengecek, ia baru memasukkan dentuman bass serta iringan piano ke dalam komposisinya. Sama sekali tidak ada suara berdenting lembut yang mendirikan bulu roma, denting yang terdengar rapuh, kuno, dan juga misterius.

Denting yang terdengar seperti harpa.

Kalau kalian bertanya apakah Jung Hoseok percaya pada hal-hal gaib, jawabannya adalah “YA” dengan kedua huruf ditulis kapital. Ia percaya, dan ia amat benci pada perkara macam itu. Tertawakan saja ia, tapi Hoseok benar-benar bisa merasakan bulu kuduknya menegak selagi suara dentingan itu menggema dalam studio.

“Namjoon. Hei, Kim Namjoon.”

Usaha pertama Hoseok adalah lekas membangunkan sang kawan, mengguncang-guncangkan lengan Namjoon sembari ia melirik layar komputer di depan lelaki itu. Gelap, sudah dimatikan sejak beberapa jam lalu. Musik aneh ini tak mungkin berasal dari komputer Namjoon. Lantas, kalau begitu….

“Nam—”

Hoseok berusaha memanggil lagi, tapi kelopaknya mendadak terasa berat. Lengannya terkulai lemas, bibirnya mengatup tak lagi mengeluarkan suara. Ia mengantuk bukan main, dan dentingan musik misterius itu membuatnya makin terbuai. Aneh, seharusnya Hoseok melawan, kan? Tapi ia tak bisa.

Ia tak bisa dan pada akhirnya ia pun membiarkan kepalanya untuk beradu dengan meja sebelum sepenuhnya tertidur.

Tanpa ia sadari, bahwa selubung asap putih keperakan baru saja muncul dan menyelimuti keduanya.

.

-o-

.

Dua bulan tak bertemu dan Jung Mia bisa merasakan keningnya berkerut saat ia membuka mata.

Sedang apa kakaknya di sini?

Seingat Mia, ia sedang berada di ruang tengah asrama tempatnya tinggal. Berusaha untuk mengedit film pendek yang menjadi proyeknya selama menetap di Amerika, menentukan lagu apa yang pantas untuk dijadikan latar belakang. Mia baru saja mengepaskan lagu pilihannya dengan adegan yang tersaji, tepat ketika lagu aneh itu….

Ah, benar.

Sesungguhnya apa yang sedang terjadi?

Gadis itu berusaha mendudukkan diri, masih mengamati sosok Jung Hoseok yang terbaring tak jauh darinya. Netra berkelebat ke sekeliling, berusaha untuk mencari pemandangan yang ia kenal. Yang bisa menjelaskan segala situasi ini, atau malah menegaskan kalau Mia hanya bermimpi. Maksudnya… ia tidak mungkin tiba-tiba bertemu Hoseok yang seharusnya berada di Korea, kan? Kecuali kalau seseorang menculiknya dan membawa ia ke….

Memang sekarang ia ada di mana?

Sekali lagi, Mia membiarkan pandangnya berkelana. Menyadari bahwa ada lima orang lain yang tergeletak di sekitar dirinya dan sang kakak, lantas mengeluarkan kesiap saat ia melihat pemandangan yang tersaji. Mereka terbaring di atas tanah berdebu, di sebelah bebatuan yang menjulang tinggi. Tak ada manusia lain sejauh matanya bisa melihat, hanya ada jalanan tandus yang membentang dan beberapa bangunan kuno yang tampak seperti baru dihancurkan. Semua ini mengingatkan Mia akan setting sebuah film berlatar Yunani Kuno, tempat di mana pahlawan-pahlawan berkekuatan super serta para monster dan dewa-dewi masih dianggap nyata.

Baiklah, apa ia sedang berada di tengah sebuah setting film? Barangkali suatu tempat di Hollywood?

Itu tetap tidak menjawab pertanyaanku yang lain, batin Mia, kening masih berkerut dalam. Kalau ini Hollywood, tak mungkin Kak Hoseok berada di sini. Lalu, bagaimana dengan lima orang lainnya? Apa yang mereka lakukan, terkapar di tempat aneh ini bersama diriku dan

Ouch, apa kau baru saja berusaha membangunkanku dengan menggunakan batu, Jung Hoseok?”

Menginterupsi keasyikan Mia menebak-nebak, seorang lelaki mendudukkan diri sambil memegangi kepalanya. Diikuti dengan sosok kakaknya yang juga ikut mengerang dan mulai terbangun, selagi Mia menyadari identitas lelaki yang tadi mengeluarkan suara. Itu adalah Kim Namjoon—Mia mengenalnya sebagai sahabat Hoseok dari studio musik.

Man, kepalaku juga pusing, tahu.” Hoseok membalas, mengusap mata dengan kedua tangan. “Hei, ini di—”

“Astaga, apa kita tertarik masuk ke dalam film? Aku pasti sedang bermimpi!”

Suara lain, milik lelaki bersurai hitam kecokelatan yang sekarang menganga lebar. Di sampingnya, seorang gadis dengan rambut panjang sewarna madu pekat ikut terkagum-kagum, tangan meraih lengan lelaki itu seraya ia memekik, “Aku tak percaya kamu mengajakku berkencan ke tempat sekeren ini, Taehyung!”

Mia harus menahan dirinya untuk tidak ikut melongo, netra bergerak ke sisi kanan tempat dua orang lainnya—seorang lelaki dan perempuan yang juga tidak Mia kenali—terbangun.

Hm, apa ini sudah pagi? Kenapa aku tidak mendengar suara teriakan Kak Wooshin?” gumam seorang gadis berambut merah, kepalanya ditolehkan dengan bingung. Seolah sedang mencari-cari sesuatu, sampai maniknya tertumbuk pada lelaki yang berada persis di sampingnya dan….

“KOOKIE? KAMU SEDANG APA TIDUR DI KAMARKU?!”

Teriakan itu sukses menarik atensi kelima orang lainnya, yang serempak memandang si gadis berambut merah dan laki-laki yang dipanggil dengan nama “Kookie”. Selama beberapa saat biarkan senyap mengisi, tak ada yang berbicara, sampai Namjoon berdeham dan mulai bangkit berdiri.

“Ada yang tahu ini di mana? Atau apa yang sebenarnya sedang terjadi?” Namjoon mengibaskan tangan ke sekelilingnya, menyuarakan tanya yang tadi berputar dalam benak Mia. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang memiliki jawaban. Ketujuhnya terdiam, semua sibuk menolehkan kepala ke segala arah demi mencari tahu.

Ng, jadi ini bukan dunia di dalam film?”

Lelaki yang tadi dipanggil Taehyung berujar lebih dulu, tampak berharap bahwa imajinasinya akan menjadi nyata. Tapi, terlepas dari situasi mereka yang memang tidak masuk akal, agaknya tak ada yang memiliki pemikiran serupa dengan Taehyung. Dunia dalam film, huh? Sepertinya itu adalah penjelasan yang terlalu mengada-ada.

“Kalau begitu, ini mimpi?”

Kali ini ganti Hoseok yang bertanya, seraya ia menatap Mia tanpa berkedip. Sedikit terkejut melihat adiknya berdiri di sana, sehingga hanya penjelasan itulah yang bisa muncul di benaknya. Terlebih, seingat Hoseok, ia memang sempat merasa mengantuk saat berada di studio dan….

“Semisal ini mimpi, apa itu artinya aku dan Taehyung tertidur di kursi bioskop?” imbuh gadis bersurai madu pekat yang tadi tampak begitu bersemangat, ekspresinya berubah menjadi tak paham. “Kami sedang menonton di bioskop dan… dan tadi kita mendengar suara musik yang benar-benar indah sebelum tertidur! Ah, benar! Kamu ingat itu kan, Tae?”

“Yap.” Taehyung mengangguk mantap. “Seperti denting harpa.”

“Aku juga mendengar suara itu,” gumam Mia, menatap Hoseok dengan tatap bertanya. “Bagaimana dengan kalian?”

Hoseok langsung menyambar, “Aku dengar. Tapi aku tidak tahu apakah Namjoon—”

“Aku mendengarnya.”

“Tapi kau tidak mendengar panggilanku?” Hoseok spontan memelototi Namjoon, tampak tersinggung. “Dude, aku berusaha membangunkanmu saat musik seram itu terdengar dan—”

“Mana aku tahu kalau musik itu punya kekuatan sihir.” Namjoon mengangkat bahu. “Kukira kau sedang bereksperimen dengan suara-suara klasik dan ingin meminta pendapat. Jadi….”

“Kau pura-pura tidur.” Hoseok menuding, sementara Namjoon memasang cengiran. “Ya ampun, dan sekarang kita berakhir di tempat aneh entah di mana ini….”

“Aku juga korban, Bung. Jangan menyalahkanku,” ucap Namjoon cepat-cepat, kedua tangan terangkat. Berusaha untuk mengalihkan perhatian, ia pun bertanya, “Kalian berdua juga mendengarnya?”

Lelaki yang dipanggil dengan nama “Kookie” mengiakan. “Aku sedang berlatih dance saat suara itu terdengar.” Ia mengerutkan kening, mata tertuju pada gadis berambut merah di sampingnya. “Jadi, Kim Mony, aku benar-benar tidak tahu kenapa aku bisa tidur di sampingmu, oke?”

Keenamnya kini mengalihkan atensi pada gadis bernama Kim Mony, yang sedang mengacak-acak rambut merah ijuknya dan membuat helai-helainya makin mencuat berantakan. “Aku sedang bersiap tidur dan menonton televisi. Bukan sesuatu yang salah, kan?”

“Kurasa musik aneh itu yang salah.” Jungkook menyimpulkan, mengusap dagu layaknya sedang berpikir keras. “Hanya saja, kenapa kita…? Ini terlalu aneh untuk disebut mimpi.”

Yeah, aku juga tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, Jungkook,” sambar Taehyung, kedua lengan bersedekap. “Maksudku, ini bukan cara yang kupilih untuk mengakhiri kencan. Meski tempat ini menarik juga, sih. Mungkin aku bisa mengajak Lily untuk berpetualang di sini.”

Yang disebut Lily—gadis berambut cokelat madu dan berkulit putih—menoleh untuk memberikan senyum pada Taehyung. “Menurutmu, apa yang akan kita temui di dunia aneh ini, Tae?”

“Pertanyaan bagus.” Hoseok menjentikkan jari, memotong percakapan. “Meskipun aku masih berharap kalau semua ini hanya mimpi.”

“Entahlah, Hoseok,” timpal Namjoon, merasa perlu untuk mengatakan bahwa situasi mereka saat ini terlalu nyata dan aneh untuk disebut mimpi. Bukannya menakut-nakuti, tapi tujuh orang sekaligus berbagi mimpi serupa? Tambahkan fakta bahwa beberapa dari mereka sudah saling mengenal—oke, ini jelas terlalu mencurigakan untuk disebut kebetulan. Namjoon memang pernah membaca hal-hal mengenai mengendalikan mimpi dan semacamnya, tapi….

“Kalian sudah tiba rupanya! Maaf, aku harus mengantarkan undangan ke Dunia Bawah lebih dulu!”

Terlonjak dan saling merapatkan diri, itulah reaksi dari ketujuh anak manusia yang ada. Dengan curiga memicingkan mata ke arah sosok yang baru saja tiba, seorang lelaki berambut ikal pendek dengan topi anyaman yang berbentuk bulat datar dan tepian lebar. Lelaki itu membawa sebuah tongkat perak, dengan hiasan berbentuk dua ekor ular yang saling membelit. Ia tersenyum cerah, kilat jenaka tampak di matanya.

Namun, bukan itu yang membuat mereka terkejut.

Pertama, lelaki asing itu tiba dengan cara tak wajar. Ia tidak berjalan, berlari, atau mengendarai mobil. Alih-alih, ia meluncur turun dari angkasa. Sepasang sandal talinya bersayap, yang masih mengepak-ngepak selagi sang pemilik berusaha untuk menyeimbangkan diri di atas muka bumi.

Yang kedua, pilihan pakaiannya dapat dibilang unik (serta kuno). Mia, sebagai seseorang yang berkuliah di jurusan sinematografi dan diharuskan membuat review berbagai macam film, langsung mengenalinya. Orang-orang menyebutnya dengan nama chiton, pakaian yang terbuat dari kain linen berbentuk segi empat, dijahit pada bagian pundak serta kedua sisi tubuh. Kemudian, di sekitar pinggang, terdapat tali yang digunakan untuk mengikat chiton. Sederhana, tapi itu belum semuanya.

Mia juga bisa melihat himation—jubah yang dikenakan di atas chiton dan disematkan menggunakan pin di bagian pundak kiri. Kontras dengan chiton-nya yang berwarna putih dan dijahit dengan benang emas, himation milik pria itu berwarna merah gelap. Ia jelas bukan rakyat biasa—atau jika menuruti suara hati Mia yang tengah berbisik: bukan manusia.

“K-Kau….”

“Ah, benar! Aku sedikit kecewa karena tidak dikenali, tapi….” Lelaki itu mengamati ketujuh orang yang ada, menilai. “…karena kurasa kalian tak berasal dari zaman ini, maka akan kumaafkan! Hermes, dewa perjalanan dan perdagangan, siap mengantarkan para pahlawan terbaru Olympus!”

Hermes tampak antusias, tapi tak ada seorang pun dari mereka yang bertepuk tangan.

“Er—”

“Kurasa kalian butuh pakaian baru lebih dulu,” cerocos Hermes, jelas tak peduli pada respons yang ia terima. “Baiklah, sebagai dewa perjalanan dan perdagangan, tentunya pakaian bukan hal susah. Mari kita lihat….” Hermes menjentikkan jari, mendatangkan asap putih tebal yang bergulung menyelimuti tubuh ketujuhnya. Ketika asap tersebut menghilang, pakaian mereka pun berubah sepenuhnya. Tak ada lagi kaus, jaket, jeans, dan kawan-kawannya. Hanya ada chiton krem yang membalut tubuh, lengkap dengan himation yang berwarna senada. Sepatu mereka berubah menjadi sandal tali seperti milik Hermes, namun tanpa sayap. Mereka benar-benar tampak seperti rakyat Yunani Kuno, dan itu berarti….

“Astaga, Namjoon! Pahamu terlihat mengerikan!”

“Wow, aku seksi!”

Seruan pertama itu milik Hoseok, yang agaknya belum sadar jika ia dan ketiga lelaki lainnya memakai baju yang serupa. Sedangkan yang kedua adalah suara Taehyung, yang kini sedang berpose dan mengamati pakaian barunya. Sontak membuat para gadis menahan tawa, lantaran chiton untuk kaum lelaki di zaman itu hanya menutupi paha hingga setengahnya. Sesuatu yang membuat Mia seketika bersyukur dilahirkan sebagai perempuan, karena pakaiannya paling tidak menutupi hingga sebatas lutut.

“Memang seperti itu adanya, Kak Hoseok,” ujar Mia, selagi Hoseok mulai mengamati pakaiannya sendiri. Awalnya terlihat ngeri, tapi lama-lama terbiasa setelah membandingkan dirinya dengan Namjoon.

“Setidaknya aku terlihat lebih menawan.” Begitu kata Hoseok, sementara mereka kembali mencurahkan atensi pada Hermes yang menunggu dengan senyum di wajah.

“Pakaian kalian akan kembali nanti, dengan asumsi kalian berhasil menyelesaikan tugas,” lanjut Hermes, seolah bisa membaca pikiran Mony yang sudah ingin membuka mulut dan menanyakan nasib piama kesayangannya. “Sudah siap untuk melihat Olympus?”

Lagi-lagi, sang dewa tidak menunggu jawaban. Ia langsung melambaikan tangannya, memunculkan tujuh pasang sayap pada masing-masing sandal. Sontak membuat Hoseok berjengit dan memeluk lengan adiknya erat-erat, takut jika ia tiba-tiba diterbangkan ke angkasa (Hoseok benci ketinggian, omong-omong).

“Baiklah, sekarang jejakkan kaki kalian—“

Um, maaf, Tuan Hermes.” Namjoon—entah mendapat keberanian dari mana, memutuskan untuk menginterupsi. Sebelah tangan terangkat, selagi ia meneguk saliva dan mengumpulkan keberanian. “Sebenarnya, kami ada di mana? Bagaimana cara agar kami bisa pulang?”

“Anda juga menyebut-nyebut soal pahlawan,” imbuh Jungkook, merasa perlu angkat suara. “Barangkali ini hanya salah paham…?”

“Salah paham?” Hermes menaikkan sebelah alis, kemudian tertawa membahana. “Oh, tidak, tidak. Aku memang ditugaskan untuk menjemput kalian, yang mana membuatku ingat bahwa aku harus memberi kalian satu hadiah terakhir.” Satu jentikan jari lagi, tapi tak ada yang terjadi. “Nah, sudah.”

“Sudah…?”

“Mulai detik ini, kalian semua bisa berbicara dan membaca bahasa Yunani Kuno. Itu diperlukan, agar kalian bisa bercakap-cakap dengan penduduk setempat dan para dewa-dewi Olympus yang lain.” Hermes mengangkat bahu, tampak pongah. “Wajar saja, mereka tidak seperti diriku. Dewa perjalanan secara otomatis dapat menguasai serta memahami banyak bahasa, kalian tahu itu, kan? Makanya, kita dapat langsung mengobrol seperti ini. Itu juga sebabnya aku mendapat kehormatan untuk—“

“Tuan Hermes?” Kali ini Mia yang menyela, merasakan cengkeraman Hoseok di lengannya menguat. “Tadi Anda menyebut Olympus. Kenapa kami harus mengunjunginya?”

Hermes berhenti mengoceh, seketika ingat akan tujuannya kemari. “Kalian ingin tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi, bukan? Mengapa kalian dibawa kemari dan semacamnya? Keluargaku di Olympus bisa memberikan jawaban.”

“M-maksudmu…. kita harus t-terbang….”

“Tentu saja, Anak Muda!” Hermes sedikit menjejak tanah, membiarkan dirinya melayang setinggi tiga puluh senti dari tanah. “Istana kami berada di puncak Gunung Olympus yang agung! Merupakan suatu kehormatan bagi manusia-manusia seperti kalian untuk berkunjung, kalian tahu?”

Hoseok tidak yakin apakah ia menginginkan kehormatan itu. Nyaris mencicit, ia pun menambahkan, “H-harus? Kalau aku memilih untuk tetap di sini saja….”

“Tetap di sini?” ulang Hermes, menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kurasa itu pilihan bodoh. Cepat atau lambat, kalian bisa saja diserang para monster. Diserang dan tidak mendapat jawaban, bukankah itu menyedihkan?”

Jawaban itu sukses membuat Hoseok memucat, otak langsung sibuk memikirkan pilihan-pilihan yang tersaji. Terbang ke puncak gunung atau dimakan monster. Keduanya sama-sama mengerikan bagi dirinya, kendati enam orang yang lain jelas tak berpikir serupa.

“Kurasa kita tak punya pilihan lain….” ucap Jungkook setelah beberapa sekon berlalu, bertukar anggukan dengan lima orang lainnya (Hoseok tak memberi jawaban, memilih untuk berpegangan pada Mia sehingga ia tak perlu terbang sendiri). “Kalau begitu, kami akan ikut ke Olympus.”

“Pilihan yang bagus!” Hermes menepukkan tangan sekali, mengisyaratkan ketujuh orang yang ada untuk menjejak tanah selagi ia berusaha membantu menyeimbangkan. Menunggu sampai mereka bisa mengontrol laju terbang masing-masing, sebelum memberikan senyum lebar dan memimpin perjalanan.

“Baiklah, menuju ke Olympus!”

.

-o-

.

Seraya membelah angkasa, Taehyung mencoba untuk mengenal kawan-kawan seperjuangannya.

Ia sedikit lega, tentu, karena Lily ada di sampingnya dan ikut terbawa ke dunia aneh ini. Lagi pula, Lily juga tidak terlihat takut atau histeris. Gadis itu malah bertukar tatap ingin tahu dengannya, jemari bertautan selagi mereka mengikuti jejak sang dewa cerewet yang bernama Hermes tadi.

Di sisi kanan Taehyung, adalah Jeon Jungkook dan seorang gadis berambut merah yang bernama Kim Mony. Taehyung sendiri sudah mengenal Jungkook sejak beberapa tahun lalu, ketika keduanya kerap bertemu untuk menonton sebuah pertunjukan jalanan. Mereka cukup akrab, pun sering bertukar obrolan mengenai musik. Sementara untuk Mony, ini adalah kali pertama bagi Taehyung bertemu dengannya. Rupanya, gadis itu adalah teman sekelas Jungkook semasa SMA dulu.

Kemudian, di depan Taehyung, adalah Kim Namjoon dan Jung Hoseok. Taehyung belum pernah berkenalan dengan mereka secara langsung, dan bisa dikatakan ia sedikit kelewat bersemangat saat menyebutkan namanya beberapa menit lalu. Bagaimana tidak? Sudah lama ia menjadi fans Namjoon dan Hoseok, setia menonton setiap pertunjukan mereka tiap akhir minggu tiba. Baginya, dua orang itu keren dan dapat membuat musik serta lirik rap yang luar biasa. Sayang sekali karena kawan mereka yang lain—namanya Min Yoongi dan ia juga sangat keren—tidak ikut masuk ke dunia ini. Namun, dua lebih baik daripada tidak sama sekali, kan?

Dan terakhir, ada gadis itu. Namanya Jung Mia, adik perempuan Hoseok. Kalau Taehyung tidak salah ingat, ia pernah melihatnya sekilas di salah satu pertunjukan yang dilakoni Hoseok. Mia tampaknya ramah dan bukan tipe gadis yang suka mengoceh—atau barangkali ia sedang terlalu sibuk menenangkan kakak lelakinya yang terus-menerus memekik.

Berbicara soal terbang ke puncak gunung, sebenarnya ini cukup menyenangkan. Hermes tampaknya telah memasang semacam sihir untuk memastikan mereka tak terjungkal atau berjungkir-balik di udara, dengan tangkas melewati beberapa batu-batu tajam yang mencuat berbahaya. Sekarang, awan-awan putih sudah mulai mengelilingi mereka. Cukup dekat untuk disentuh, menggoda layaknya kasur kapuk yang siap ditiduri.

“Sebentar lagi. Kalian bisa melihat salah satu tiangnya dari sini.”

Menuruti arahan Hermes, Taehyung dan yang lain langsung mendongak ke arah yang ditunjuk. Menatap tiang pualam raksasa yang menjulang, kurang lebih memiliki tinggi sekitar dua puluh meter. Taehyung sampai tak bisa menahan dirinya untuk tak membuka mulut, mengabaikan Lily yang tengah menarik-narik lengannya dan berkata jika seekor burung bisa terbang masuk ke sana.

Hermes sekarang berbelok ke arah kanan, dan mereka mengikutinya menuju halaman yang terbentang di langit. Mengambang begitu saja tanpa penyangga, sebuah pekarangan yang penuh dengan rerumputan hijau, taman bunga, serta berbagai macam pepohonan. Ada jalan setapak yang membujur di tengah-tengahnya, mengarah ke sebuah bangunan persegi panjang dengan puluhan tiang pualam raksasa. Taehyung pernah melihat bangunan semacam itu di film, sebuah kuil yang sering dipakai rakyat Yunani untuk menyembah dewa-dewi. Bedanya, kuil di depan mata mereka ini berukuran berkali lipat lebih besar.

“Mereka pastinya berkumpul di bangunan utama.”

Bangunan utama yang Hermes maksud adalah kuil tersebut, yang diapit dua koridor panjang serta bangunan persegi empat lain di sisi kanan dan kirinya. Bersama-sama, Taehyung dan keenam temannya mendarat di atas pekarangan tersebut sementara Hermes melenyapkan sayap di sandal mereka. Sesuatu yang segera disambut Hoseok dengan desahan lega, meski lelaki itu jelas belum memikirkan bagaimana cara mereka turun nanti.

“Ikuti aku, para pahlawan.”

Hermes melangkah dengan tegap di sepanjang jalan setapak, menaiki tiga anak tangga yang ada di depan kuil, lantas memasuki ruang utama. Di hadapan mereka, tampaklah dua belas kursi raksasa yang berjajar membentuk lingkaran. Kursi-kursi itu adalah takhta—Taehyung baru sadar saat ia sudah lebih dekat—yang terbuat dari marmer dan dihiasi emas, perak, serta batu-batu berharga lainnya.

“Selamat datang di Olympus.”

Serempak, mereka menoleh.

Berdiri di dekat api unggun yang berada di tengah lingkaran, adalah sebelas sosok lain. Lima wanita dan enam lelaki, yang lantas genap menjadi dua belas orang saat Hermes beranjak dari sisi Namjoon untuk bergabung. Chiton mereka berwarna putih bersih dan dijahit dengan benang emas, sedang warna himation-nya berbeda untuk tiap dewa. Semua kecuali satu, yang mengenakan tunik hitam kelam dengan bordir benang perak.

Taehyung melirik kawan-kawannya dan mendapati mereka semua membelalak lebar.

“Ini semua pasti membuat kalian bingung,” lanjut sosok yang berada di tengah barisan, pria dengan rambut ikal agak panjang, janggut yang menutupi dagu, dan manik biru langit. “Apollo sudah berkata jika kemungkinan besar kalian tidak berasal dari zaman ini.”

“Z-zaman ini….”

“Kalian menyebutnya masa Sebelum Masehi.” Seorang wanita dengan himation dan iris abu-abu cerah menjawab, nadanya tenang dan bijaksana. “Kalian berada di masa itu sekarang. Panggilan dari lira milik Apollo-lah yang memutuskan demikian.”

“Lira… maksudnya musik misterius yang kami dengar?” Namjoon buka suara, mengonfirmasi. “Kalau begitu… kami terbawa ke masa lalu?”

Kedua belas dewa-dewi yang ada kompak mengangguk. Sosok yang berada di tengah, tampaknya pemimpin dari para dewa tersebut, lantas berkata, “Kau menebak dengan tepat, Kim Namjoon.”

“Bagaimana—“

“Kami tahu segalanya mengenai kalian, pada detik kalian memasuki istana ini,” lanjutnya. “Dan kalian dipanggil ke sini bukan tanpa alasan. Apollo akan menjelaskannya pada kalian.”

“Tak perlu tegang begitu, Zeus!” Yang dipanggil Apollo melangkah maju, pria yang tampak muda—mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dibanding Namjoon atau Hoseok—dan memiliki surai keemasan. Matanya berkilat penuh semangat, bercahaya selagi ia mengamati tujuh anak manusia yang baru saja hadir dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, perkenalkan, aku adalah Apollo, sang dewa ramalan, musik, puisi, pengobatan, memanah… err, apakah ada yang belum kusebut?”

“Langsung ke intinya saja, Apollo,” sahut seorang gadis, yang tadi berdiri di samping Apollo dan terbalut dalam warna serba perak—kontras dengan sang lelaki. Bahkan rambutnya pun berwarna perak, dikepang dan menjuntai di sisi kanan bahunya. “Tolong maafkan ketidaksopanan Apollo di tengah situasi serius ini.”

“Terlalu kaku seperti biasa, Artemis.” Apollo memutar bola mata, mencebik ke arah gadis serba perak itu sebelum kembali menghadapi tujuh orang di hadapannya. “Baiklah, tentang kalian dan tugas kalian. Kami mendapat ramalan, yang kurang lebih berbunyi: Suara lira sang dewa, mengusik batin tujuh anak manusia. Tiga di sisi kegelapan, tak terlacak dan terperangkap. Nada berdenting memanggil, tempat mentari dan rembulan lahir. Kemenangan bukan akhir, dan keseimbangan menjadi taruhan.”

Eum….

“Ah, ya, kau pasti sudah bisa menebaknya sedikit-sedikit, kan?” Apollo menunjuk ke arah Hoseok, yang tadi mengeluarkan suara. “Tapi, biar kujelaskan. Suara lira sang dewa yang mengusik batin manusia, itu jelas berarti diriku—satu-satunya pemain lira terhebat di Olympus! Akulah yang memanggil kalian, untuk menyelesaikan dan memenuhi kalimat ramalan selanjutnya!”

Hoseok, Taehyung, dan Jungkook kompak mengerjap. Mony mengacak rambutnya tanda ia bingung, sementara Lily dan Mia bertukar sorot tak paham.

Hanya Namjoon-lah yang tampaknya bisa melontar balasan.

“Jadi… kami dipanggil untuk melakukan sesuatu sesuai kata ramalan itu?” Namjoon menahan diri untuk tak memaki-maki, mengingat dua belas figur di hadapannya ini hanya tampak seperti manusia. “Kegelapan, terperangkap, taruhan… apa pun itu?”

“Kurang lebihnya, ya.” Zeus membenarkan, mencengkeram tongkat yang ia bawa erat-erat. Aliran listrik mulai tampak di sekelilingnya, seraya ia mengimbuhkan, “Dan kalian tidak punya pilihan.”

“Maaf?”

“Menurut saudaraku, Hades,” Zeus mengangguk ke lelaki yang memakai tunik serba hitam, “ada tiga dewa minor yang diculik. Kecuali kalian menyelamatkannya, keseimbangan dunia akan terganggu.”

Namjoon tampak seperti baru ditonjok di muka, mual sekaligus ngeri saat ia berusaha untuk berargumen, “K… kenapa harus kami? Kami bahkan tidak berasal dari zaman ini… dan… dan kalian adalah dewa, kan? Tentunya kalian bisa… eum, menolong teman-teman kalian sendiri atau semacamnya?”

Zeus menggenggam tongkatnya makin kuat, tapi wanita dengan himation abu-abu itu lebih dulu membuka mulut sebelum perpecahan terjadi. “Biar aku yang menjelaskan.”

“Athena….”

“Aku menghormatimu, Zeus. Tapi, mereka bahkan tidak mengenal kita sebelum ini. Biar aku menjelaskan.”

Nada suara wanita yang dipanggil Athena itu terdengar tegas, tatapannya mantap sehingga tak ada satu pun dewa atau dewi yang membantah. Semua menunggu, membiarkan Athena berbicara.

“Para pahlawan dari masa depan.” Athena memulai, menatap Namjoon lekat sebelum beralih ke enam orang lainnya. “Ketika suara lira milik Apollo dibunyikan, kami pun tak tahu manusia macam apa yang akan terusik batinnya dan muncul di sini. Sederhana saja, kalian adalah orang-orang yang terpilih. Sihir dalam lira-lah yang memilih kalian, menganggap kalian pantas untuk mengemban tugas ini.”

Taehyung membuka mulutnya makin lebar, kontras dengan teman-temannya yang terlihat gelisah.

“Sedangkan untuk tiga dewa minor tersebut, besar kemungkinan mereka diculik oleh manusia. Kami, para dewa, memang bisa melakukan apa saja. Namun, seperti kata ramalan yang sudah kalian dengar dan juga mengikuti aturan yang berlaku, para dewa tidak boleh terlalu mencampuri urusan manusia. Singkatnya, kami harus menyelamatkan teman-teman kami melalui tangan kalian.”

“Kami… kami….”

“Bagaimana dengan manusia yang berasal dari zaman ini?” Kali ini, Jungkook memberanikan diri untuk bertanya. Athena tampaknya akan menjelaskan apa saja, dan Jungkook memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan itu. “Kenapa lira itu memilih kami, yang tidak tahu apa-apa?”

“Itu misteri yang tidak kami ketahui. Bagaimanapun juga, sihir serta ramalan bekerja dalam cara-cara yang tak mudah dipahami.” Athena mengerutkan kening, tapi lekas menambahkan, “Aku paham maksudmu, Jeon Jungkook. Dan untuk menjawab pertanyaanmu itu, aku punya dugaan.”

Jungkook menanti, kedua tangan terkepal di sisi tubuhnya.

“Dugaanku adalah…” lanjut Athena, melirik para dewa dan dewi lain sebelum melanjutkan, “…tidak ada manusia yang cukup pantas di zaman ini. Kami baru saja menghadapi dua perang besar, melawan para Titan dan para raksasa. Kemenangan kami bukan tanpa korban—banyak manusia biasa dan juga manusia-setengah-dewa yang terbunuh di sana. Aku tidak malu untuk mengakui ini, bahwa keadaan di bawah sana memang sedang kacau-balau.”

Penjelasan itu cukup untuk membuat mereka bungkam. Tak tahu harus bagaimana atau harus berkata apa, tak yakin bagaimana mereka harus bersikap di hadapan para dewa. Tampaknya ini bukan waktu yang tepat untuk bertingkah bodoh, namun diam saja juga tidak terasa benar. Bagaimanapun, mereka semua tidak merasa siap untuk melakukan tugas-entah-apa yang akan diberikan. Pulang ke masa depan adalah satu-satunya tujuan mereka, tetapi….

“Kalian akan kembali ke tempat kalian berasal, dengan asumsi misi ini berhasil.” Zeus akhirnya kembali mengambil-alih kendali, mengetukkan tongkatnya untuk mendapat atensi. “Kalian harus melakukannya.”

“Kami tidak punya kemampuan apa-apa.” Hoseok memaksakan diri untuk berbicara, tangan masih menggenggam lengan adiknya. “Kalau kami tidak bisa….”

“Para dewa akan memberi kalian anugerah berupa kekuatan yang diperlukan,” potong Zeus, melangkah maju mendekati Namjoon. Mata dipicingkan ke arahnya, seolah menilai. “Kim Namjoon, aku bisa melihat sikapmu yang cenderung memimpin. Kurasa kau akan cocok untuk mendapatkan anugerah dariku.”

Seiring dengan ucapan itu, Zeus meletakkan tangannya di pundak Namjoon. Membiarkan sinar biru keperakan melingkupi tubuh sang lelaki, sebelum memudar sepenuhnya. Namjoon mengangkat sebelah telapaknya tepat setelah semua proses itu terjadi, mengamati aliran listrik kecil serta pusaran angin yang muncul di sana.

“Kekuatanmu. Kau akan bisa mengendalikannya sebentar lagi.”

Namjoon terpana, bahkan tak bisa mengatakan terima kasih selagi ia melangkah mundur.

Zeus tampak puas, seakan dengan begini mereka tak bisa kabur dari takdir yang digariskan oleh ramalan sang Oracle. “Sama seperti Namjoon, kalian juga akan menerima anugerah dari saudara dan saudariku. Kalian tidak bisa menolak, atau kalian tidak akan pernah kembali ke masa depan.”

“Lebih tepatnya, masa depan tak akan ada kecuali kalian melakukan ini.” Athena mengimbuhkan, berjalan mendekati Jungkook. “Ramalan mengatakan bahwa keseimbangan akan menjadi taruhan. Kau bisa menebak keseimbangan apa yang dimaksud?”

Jungkook ragu sejenak, selagi iris kelabu Athena menilik dirinya dari atas ke bawah. Rasanya seperti sedang diuji, dan butuh waktu beberapa sekon baginya untuk berdeham dan menjawab, “Dunia ini… yang menjadi taruhannya, kan? Jika kami tidak melakukannya… maka….”

“Maka, masa depan tidak akan pernah ada.” Athena mengangguk, meletakkan tangannya di bahu Jungkook. “Kepintaran dan strategi akan dibutuhkan dalam setiap pertarungan. Kupercayakan anugerah ini padamu, Jeon Jungkook.”

Dua orang, dan lima yang lain kini hanya bisa mengedarkan netra dari kanan ke kiri. Cemas, tapi tahu bahwa menolak tak lagi ada gunanya. Ini adalah realita mereka sekarang; yang harus diterima atau dunia akan hancur karenanya.

Well, Taehyung bersiul dalam hati, jadi aku akan bertanggung jawab menyelamatkan dunia, hm?

“Aku akan memilih satu sebelum kalian mengambil yang tersisa.” Hades bergerak, tahu-tahu saja meletakkan telapaknya di pundak Taehyung. Spontan membuat yang bersangkutan terlonjak, aura dingin mengaliri tengkuk dan punggungnya saat ia bersitatap dengan sorot kelam sang penguasa Dunia Bawah. “Kim Taehyung, benar?”

“B-benar. Tapi aku tidak mau menjadi h-hantu, Tuan.”

Hades menyeringai—yang mungkin sebenarnya dimaksudkan sebagai tawa. “Kekuatan dari kegelapan akan membutuhkan hawa positif sebagai penyeimbang. Kau akan mendapat kekuatan yang besar, Kim Taehyung, sebagai penyeimbang dari kekuatan teman-temanmu.”

Sang dewa menyalurkan anugerahnya, membuat Taehyung berubah menjadi bayangan selama sekejap mata. Ketika ia beranjak, Taehyung sudah ikut memasang seringai dan mengangkat kedua tangannya dengan sikap menakut-nakuti. “Boo! Apa kau takut padaku, Lily?”

Lily memutar bola mata, tepat saat seorang wanita dengan jubah merah muda lembut mendekatinya. Ia begitu rupawan; rambutnya merupakan perpaduan warna emas, cokelat, dan hitam, maniknya berkilau hingga memikat semua orang. Lily bahkan bisa mendengar desah bahagia empat lelaki lain—termasuk Taehyung—selagi wanita itu tertawa manis dan menyentuh bahu Lily.

“Lily O’Brian, kau tidak perlu cemburu. Semua lelaki akan seperti itu saat bertemu denganku, Aphrodite sang dewi cinta. Lagi pula, aku akan segera memberikan anugerah padamu.” Aphrodite terkikik lagi, menyalurkan sinar warna pink cerah pada Lily. “Nah, pastikan kekasihmu tidak berpaling, oke?”

Pipi Lily sontak memerah, antara kesal dan malu. Gadis itu sesungguhnya amat benci pada wanita mana pun yang memiliki aura centil—dan sialnya, Aphrodite termasuk ke dalam golongan itu. Namun, mana mungkin ia menolak dan mengejek seorang dewi? Lily hanya bisa pasrah, menarik napas dalam-dalam sebelum memandangi Taehyung yang sedang memandanginya dengan mulut terbuka.

“Air liurmu mau menetes, tuh.”

Sementara Taehyung dan Lily menyelesaikan urusan romansa mereka, Apollo melangkah mendekati Hoseok dan Mia. Memandangi keduanya bergantian, baru saja akan menyentuh Hoseok ketika salah satu dari dewa yang tersisa memelesat maju dan berdiri di sisi Mia.

“Meskipun seorang gadis, aku mendapat kesan kalau kau cukup berani. Merasa ragu adalah hal wajar, Jung Mia, tapi sesungguhnya kau hanya perlu mengikuti kata hatimu. Seperti air yang mengalir, kau hanya perlu mengikutinya. Mulai detik ini, kau akan memiliki kekuatanku—Poseidon sang penguasa lautan.”

Pria itu, yang sepintas mirip dengan Zeus hanya saja memiliki rambut lebih panjang dan iris kehijauan, menepuk bahu Mia sebelum beranjak pergi. Tinggalkan Apollo yang masih memberikan anugerahnya pada Hoseok, cengiran lebar tampak di rupa mudanya.

“Kau akan bisa melakukan banyak hal, Jung Hoseok. Tidak perlu kusebutkan lagi, kan?”

“E-eh—“

Apollo sudah melangkah pergi, kembali ke samping Artemis yang memberinya pandang mencela. Pada dewa-dewi itu kini memandang enam orang yang sudah diberi anugerah, sebelum berpaling pada gadis berambut merah ijuk yang sejak tadi mengamati dengan penuh ketertarikan.

“Hephaestus.” Zeus mengedikkan kepala ke arah seorang dewa yang berwajah buruk rupa, berkaki pincang, dan memakai jubah sewarna tembaga. Pria yang dipanggil Hephaestus itu tampak tak menyangka, tapi sorotnya terlihat kebapakan saat ia berjalan menghampiri Mony.

“Kim Mony.”

“Kekuatan apa yang akan kudapatkan?”

“Kau memiliki banyak energi, ya? Akan lebih baik jika itu tidak disia-siakan. Aku adalah dewa api sekaligus pengrajin barang-barang. Itulah anugerah untukmu.”

Hephaestus menyalurkan kekuatannya tanpa banyak kata, kemudian kembali bergabung dengan yang lain. Membiarkan Mony bermain-main dengan api yang muncul di ujung telunjuknya, mata berbinar seraya ia berseru, “Apa aku juga bisa memunculkan mangga?”

Tidak ada yang menjawab pertanyaan tersebut. Alih-alih, Hermes kembali melangkah maju. Sebelah tangan terangkat, tanda bahwa ia siap untuk memberikan sesuatu, ketika—

“Ares, sang dewa perang, telah hadir!! Nah, manusia sialan mana yang akan mendapat anugerahku, hah?!”

Pria itu, berambut cepak dengan himation merah darah, meluncur ke dalam ruangan di atas kereta tempur yang ditarik dua ekor kuda hitam kelam. Menunjuk ketujuh manusia yang hadir satu-persatu, sampai dehaman Athena terdengar.

“Sudah selesai, Ares. Hermes baru saja akan memberikan perbekalan, dan mereka akan segera kembali ke bumi. Terima kasih karena sudah datang,” Athena menaikkan alis, mencela, “meskipun kau jelas-jelas terlambat.”

“TIDAK!!” Ares membentak, siap meraung lagi ketika Poseidon dan Apollo mendekat. Dengan kompak menariknya turun dari kereta tempur, membawanya menjauh sebelum keributan lebih besar dapat tercipta.

“Aku ini Ares, dewa perang! Mereka tidak akan sukses tanpa kemampuanku untuk berperang dan melawan dan menumpahkan darah—“

“Itu tidak terlalu penting, percayalah.” Hermes mengedipkan sebelah mata, melambaikan tangannya untuk memunculkan tujuh tas rajut serta berbagai senjata—pedang, busur, anak panah, belati—di hadapan mereka. “Keperluan kalian. Ada baju, drachma—mata uang kami saat ini, juga sedikit makanan dan minuman. Oh, dan ambrosia. Itu makanan para dewa, sehingga akibatnya fatal jika dimakan berlebihan. Tapi, ambrosia memiliki kekuatan menyembuhkan, jadi makanlah sedikit saat kalian terluka.”

Semua mendengarkan instruksi tersebut, mengangguk-angguk mengerti.

“Dan sekarang, saatnya mengirim kalian kembali ke bumi.”

“Itu saja?”

“Apa kita harus turun menggunakan sandal bersayap itu lagi?”

Hermes membalas tanya Namjoon dan Hoseok dengan senyum usil, menjentikkan jemari sampai asap putih tebal bergulung. Menyelimuti ketujuhnya, membawa hawa magis yang akan mentransfer mereka ke muka bumi sana. Tanpa kesempatan untuk bertanya atau meminta petunjuk tambahan, sebuah perjumpaan yang berakhir begitu saja dengan kalimat penyemangat.

“Semoga sukses, para pahlawan!”

.

-o-

.

Asap tersebut memudar.

Ketujuhnya mendaratkan kaki di muka bumi, di sebuah jalan yang diapit reruntuhan bangunan. Hari sudah malam, selimut hitam membentang di angkasa dihiasi kerlip bintang dan sang rembulan. Suasana senyap, terasa begitu pas dengan segala pertanyaan serta kebingungan yang berputar di dalam benak.

Jungkook-lah yang pertama memecah keheningan.

“Sekarang, kita harus—“

BRAAAKK!!

 

Dan usahanya tersebut terpotong kala suara dentaman keras terdengar, diikuti pekikan Lily serta jeritan Mia dan Mony yang memekakkan telinga.

.

.

.

“Semuanya! Berpencar sebelum makhluk itu menginjak kita!!”

.

tbc.

.

dictionary

  • Zeus: Dewa langit dan petir, pemimpin dari para dewa Olympian.
  • Hera: Dewi pernikahan, pengorbanan, dan kesetiaan.
  • Poseidon: Dewa penguasa seluruh lautan.
  • Demeter: Dewi pertanian dan kesuburan bumi.
  • Athena: Dewi kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, strategi, dan perang.
  • Apollo: Dewa musik, pengobatan, matahari, puisi, dan ramalan.
  • Artemis: Dewi kemurnian, perburuan, bulan, sekaligus pecinta alam.
  • Ares: Dewa peperangan, kekerasan, kekuatan, dan pertumpahan darah.
  • Aphrodite: Dewi cinta, kecantikan, dan hawa nafsu.
  • Hephaestus: Dewa api, penempa besi, dan perajin senjata.
  • Hermes: Dewa pembawa pesan, perdagangan, dan perjalanan.
  • Dionysus: Dewa anggur (wine) dan pesta.
  • Hades: Dewa penguasa Dunia Bawah.
  • Nemesis: Dewi pembalasan dendam dan keseimbangan.
  • Zelos: Dewa kecemburuan dan dedikasi.
  • Phobos: Dewa rasa takut, saudara dari Deimos (dewa kepanikan).
  • Titanomachy: Perang antara Titan (dewa-dewi generasi pertama) dengan dewa-dewi Olympus.
  • Perang Raksasa: Terjadi setelah Titanomachy, merupakan perang antara para dewa-dewi Olympus dengan para raksasa.
  • Olympus: Gunung tempat istana para dua belas Olympian berdiri dan tinggal.
  • Oracle of Delphi: Roh ramalan yang melayani Apollo, sang dewa ramalan.
  • Lira: Alat musik serupa harpa, tapi berukuran lebih kecil.
  • Drachma: Koin yang digunakan pada zaman Yunani Kuno.
  • Chiton: Pakaian khas Yunani Kuno yang terbuat dari kain linen, dijahit pada bagian pundak dan sisi tubuh. Chiton untuk pria lebih pendek dibandingkan kaum wanitanya.
  • Himation: Jubah yang dikenakan di atas chiton, biasanya disematkan di bagian pundak dengan pin atau bros.

15 pemikiran pada “[Chapter 1] Quest for Seven: Sound of Lyre

  1. Oke, ini nyebelin gara-gara komenku di prolog kepotong tapi intinya adalah: INI KEREN BANGET KAK AMER SUMPAH
    Gila, nggak bisa ngebayangin itu Kakak research nya kaya apa astagaaaaaaa
    Duh ya Allah, kapan ya aku bisa bikin cerita sedetail dan semenyenangkan dan sebagus ini /apalah aku yang hanya butiran adem sari yang larut di dalam air dan nggak keliatan lagi/ :””””””
    Astagaaaaaaaaaaa
    Aku ingin nulis astagaaaaaaaaaaaaaa
    Kak Amer, salurkan sedikit anugerahmu padakuuuuuu ><
    Semangat nulisnya Kak Amer!!!

    Suka

    • Researchnya dimudahkan mbah google sama om rick riordan kok, sama sebenernya ini udah lumayan lama juga projectnya ehehehe :”

      Aku nggak punya anugerah apa2, coba minta ke tante athena ya siapa tau dikasih :””

      Makasih banyaaaak! ♡

      Suka

  2. ACIAT KAK AMEEEEERRR!! aku baca ini berasa kayak lagi nonton doraemon masa :”) wkwkwkk

    Ngakak banget pas baca adegan mereka baru pada jatuh ke dunia lain(?). Mony-jungkook ucul bangeeeeettttttt. Banyakkin momen mereka yah yah yah wkwkwk

    Ditunggu chap selanjutnyaaaa!!! Fighting kak ameeerrr

    Suka

  3. Karena aku ga hapal dewa-dewi Yunani, jadi aku ga ngeh kekuatan mereka apa.
    Ceritanya seru bgt Kaa, terus walaupun serius tetep ada sisi komedinya gitu. Jadi asik bgt bacanya, kelakuan Taehyung sama Hoseok bener2 bikin seger ditengah-tengah cerita yg berat ini, hiks…
    Aku juga suka sama kamus kecilnya, itung2 nambah wawasanlah yaa.
    Pokoknya Kak Amer, semangaaaat! Semoga bisa update tiap minggu ya ceritanya…
    <3<3<3

    Suka

  4. Komen ku kepotong lagi /sigh

    Okay… Tarik napas dulu /huh-hah/

    Fine, ini baru chp 1 dan aku masih butuh kamus yunani utk membacanya… Hiks ㅠㅠ ((maklum anak kecil ini sangat kurang wawasan/plak))
    Lupakan sebentar soal dewa-dewi beserta pakaian dan atribut mereka yg masih membuat aku mikir panjang, sekarang aku mau komenin the seven dulu.. Fix ya itu Hoseok penakut amat (lol) Dikalahin Mia masak duheh bang entar gmn kelanjutannya kalo terbang aja lu tereak2 😂😂
    Terus Namjoon as usual, jadi leader yeth… Cucok.. Dpt kekuatan Zeus lagi, mantap deh 👍
    Lily-Tae ucul >< Gaya pacarannya asik2 gt ((gaje)) Semoga entar Tae ga ditinggal ya ama Lily (pan kekuatannya bikin semua ngiler/?/ tuh /digampar/))
    And Kookie… Aigu maknae yg ttp jadi golden(?) disini >//< Suka deh ama karakter nya kuki uuu~~
    Last Mony, itu kekuatan cuma buat api yeth, bukan mangga… /ditendang Mony/
    Skrg ini soal greek-nya, jujur aja ini pertama kalinya aku baca ff yunani ginian ((menangos)) Emang sih agak belibet gt bacanya musti buka2 tab google, balik ke prolog, dsb.. Tapi sebetulnya aku malah suka ((sableng)) Yea, mencoba aca cerita genre baru itu memang menantang bgt.. ((yoksi yoksi))

    So, aku siap utk berpetualang di jaman ini! (??)
    ((mian penuhin box komen kak /ngacir))

    Suka

    • Wkwk gapapaa, aku juga pas awal2 belajar mitologi bingung kok, nanti lama2 terbiasa hehe

      Iya mungkin karena mia adek angkat kali ya jadi untunglah tidak kena sifat penakutnya (lah)
      Kamu yakin namjun pas dapet zeus…..? Mari kita lihat nanti… /dilempar/
      Wkwk tenang lily setia kok, dia udah terlalu kepincut taetae jadi nggak bakal berpaling 😂

      Yep semangat ya buat ngapalin istilah2nyaa (kok kaya mau ujian) dan makasih banyak ratiiih ♡

      p.s. biar komen ga kepotong jangan pake tanda > sama < yaaa

      Suka

  5. Okay… Tarik napas dulu /huh-hah/

    Fine, ini baru chp 1 dan aku masih butuh kamus yunani utk membacanya… Hiks ㅠㅠ ((maklum anak kecil ini sangat kurang wawasan/plak))
    Lupakan sebentar soal dewa-dewi beserta pakaian dan atribut mereka yg masih membuat aku mikir panjang, sekarang aku mau komenin the seven dulu.. Fix ya itu Hoseok penakut amat (lol) Dikalahin Mia masak duheh bang entar gmn kelanjutannya kalo terbang aja lu tereak2 😂😂
    Terus Namjoon as usual, jadi leader yeth… Cucok.. Dpt kekuatan Zeus lagi, mantap deh 👍
    Lily-Tae ucul >//< Suka deh ama karakter nya kuki uuu~~
    Last Mony, itu kekuatan cuma buat api yeth, bukan mangga… /ditendang Mony/
    Skrg ini soal greek-nya, jujur aja ini pertama kalinya aku baca ff yunani ginian ((menangos)) Emang sih agak belibet gt bacanya musti buka2 tab google, balik ke prolog, dsb.. Tapi sebetulnya aku malah suka ((sableng)) Yea, mencoba aca cerita genre baru itu memang menantang bgt.. ((yoksi yoksi))

    So, aku siap utk berpetualang di jaman ini! (??)
    ((mian penuhin box komen kak /ngacir))

    Suka

    • HOLA AMIGOS (?) KAMER SEBELUMNYA AKU MAU MENANGIS DULU UDAH KOMEN PANJANG EH GAK MASUK DAN EROR SIAL AKU INGIN MENGUMPAT KAMER HUHU SYEDIH 😭😭😭

      OKE LANGSUNG TO THE POINT AJA, SUKAAKKKKM BANGETTTTT SAMA SEMUA KARAKTER MEREKA! MAKASIH BANYAK UDAH NGASIH JUNGKUK ANUGRAH DARI ATHENA HUHU SUKA BANGET LIATNYA ❤ MONY MONY ANAK UCUL IH PASTI MONY ADEK JAUHNYA SI LEO YAA HIHI BISA DAPET ANUGRAH PAPA HEPHAESTUS HUHU MAEN API DI JARI SO LEOOO CHOROMMM UCUL SUKAK ❤ NAMJOON, HOSEOK SIH UDAH NEBAK YAA ITU DAPET ANUGRAH SIAPA BUT … KIM TAEHYUNGGG WAEEEEE OH MAI DAPET HADES UNTUK DIA GAK MACEM NICO YA ASTAGA GAK NGEBAYANGIN 😂 LILY, MIA JUGA HUHUHU POKOKNYA SCENE FAV ITU EMANG PAS MEREKA NYAMPE OLYMPUS DAN DAPET ANUGRAH 💕💕

      OKE ENDINGNYA KENAPA BIKIN PENASARAN SIH KAK ASTAGA LANJUT CHAP 2 YA KAMER KUTUNGGU DAN KIP NULIS 😘❤
      DAN MAKASIH JUGA UDAH BIKIN KANGEN HEROES OF OLYMPUS!

      SALAM CINTA, JULS ❤

      Suka

      • Astaga capslock… juls apakah capslockmu baik baik saja nak… 😂😂

        Kuki kayanya cocok aja sama athena, kan dia golden maknae gitu bisa segalanya wkwk terus aku salah fokus baca nama leo masa aku ingetnya malah mas leo-nya vixx cobaa /dilempar
        Taetae dapet dari om hades biar walau gelap tapi tetep lawak sih, jadi ga sekelam nico /disapu

        Yep makasih juga komen panjang lebarnya juls! ♡

        Suka

Tinggalkan Balasan ke juliahwang Batalkan balasan