[BTS FF Freelance] I am Not STUPID – Chapter 5

i-am-not-stupid

Title : I am Not STUPID

Author : Yuki yuki

Genre : Romance, Sad, School-Life

Maincast : Ahn Nami (OC) || Jeon Jungkook (BTS) || Lee Juhna (OC) || Kim Taehyung (BTS)

Rating : PG-15

Length : Chaptered

Desclaimer : BTS hanya milik Tuhan, agensi, dan orang tuanya kecuali OC milik author sendiri. Jika ada kesamaan tokoh, judul dan lain-lain adalah ketidaksengajaan. Warning! Typo bertebaran dimana-mana.

Summary

Tidakkah kalian berfikir jika menyatakan perasaan kepada seseorang yang sangat kita sukai di masa lalu kemudian ditolak itu sangat menyakitkan? Seiring berjalannya waktu, bagaimana jika orang itu kembali lagi di hadapan kalian?

Preview

“Jadilah asistenku selama satu bulan.” Ucap Jungkook tersenyum miring.

“Mwo?” teriak Nami terlonjak kaget dengan penuturan Jungkook.

//I am Not STUPID//

—OO—

Nami menatap Jungkook dengan begitu serius bercampur dengan rasa kesalnya. Jungkook hanya tersenyum simpul saja melihat Nami yang menatap dirinya seperti itu.

“Apa kau gila?” akhirnya ucapan itulah yang terlontar dari mulut Nami.

“Tidak. Aku serius.” Balas Jungkook.

“Hei kau tau, itu permintaan yang tidak masuk akal bagiku. Kau seharusnya tahu. Menjadikanku asistenmu selama satu bulan? Ck, yang benar saja.” Nami melipat kedua tangan di depan dadanya tidak terima dengan permintaan Jungkook yang menurutnya sedikit gila itu.

“Apa perkataanmu waktu itu hanyalah kebohongan belaka? Apa kau tidak ingat dengan perkataanmu sendiri saat itu?”

Nde. Memang aku yang membuat taruhan seperti itu. Tapi coba kau pikir, menyuruhku seperti yang kau inginkan adalah hal yang tidak mungkin bagik—“

“Maaf. Waktumu untuk mengantarkan gadis ini sampai sini. Kau bisa kembali ke kelasmu sekarang.” Ucap guru petugas piket yang datang tiba-tiba memotong perkataan Nami.

Jungkook menoleh kea rah guru petugas piket itu lalu tersenyum.

Nde. Sebentar lagi saya kembali.”

Guru petugas piket itu mengangguk lalu pergi kembali menuju ke mejanya. Jungkook berdiri dari kursinya dan langsung berjalan pergi dengan kedua tangan yang ia masukan kedalam saku celananya.

“Ya! Kau belum mendengarkan perkataanku tadi.” Teriak Nami sedikit kesal kepada Jungkook.

Jungkook tetap melangkahkan kakinya pergi namun tak lama ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke samping kanan tanpa melihat kea rah Nami.

“Aku harap kau tidak melanggar perkataanmu kemarin dan ingat! Jika kau tidak menepati perkataanmu kemarin, kau akan menerima sendiri akibatnya.” Ucap Jungkook tersenyum simpul lalu melangkahkan kakinya lagi untuk pergi dari ruang UKS itu.

Nami menggeram dan ia mengambil bantal UKS itu lalu memukul-mukul bantal itu dengan kedua tangannya.

“Arrghh… awas saja kau Jungkook. Aku benar-benar membencimu. Akh…” Nami merintih kesakitan di tangan kanannya yang sejak tadi ia gunakan untuk memukul-mukul bantal.

—OO—

Taehyung menghirup udara segar di atas atap sekolah. Melepas penat di kepalanya sambil merasakan hembusan-hembusan angin yang menerpa wajahnya. Seperti biasa, ia akan selalu bolos pelajaran di atas atap sekolah. Tak pernah terbesit sedikitpun di kepalanya hanya untuk sekedar belajar. Taehyung melakukan hal itu karena ia hanya ingin mendapat nasihat dari salah satu kedua orangtuanya. Satu nasihat saja yang dilontarkan dari salah satu orangtuanya pun sudah membuat Taehyung senang. Tapi itu tak akan pernah terjadi, pikir Taehyung. Orangtuanya hanya mementingkan kepentingan pekerjaan mereka daripada ia dan adiknya, Taera. Noonanya pun juga tak pernah peduli tentang dirinya dan adiknya. Taehyung tak meminta apa-apa, ia hanya ingin meminta kepada kedua orangtuanya dan juga noonanya agar lebih memperhatikan Teera daripada dirinya.

Taehyung menghembuskan nafasnya berat. Ia memikirkan banyak masalah untuk saat ini. Kemarin dirinya bertengkar dengan noonanya tentang masalah Taera yang tiba-tiba jatuh sakit. Ia juga berdebat dengan orangtuanya di dalam telepon walaupun pada akhirnya orangtuanya tetap tidak peduli dan masih sibuk dengan urusan bisnis mereka.

Flasback on>>>

Taehyung mengambil tasnya yang masih tertinggal di dalam kelas.  Setelah mengambil tasnya, ia berjalan keluar kelas dan segera menuju ke tempat parkiran motornya. Saat ia ingin menaiki motornya, Taehyung mendapat sebuah panggilan dari ahjumma di ponselnya. Taehyung mengangkat telepon tersebut dan seketika ia langsung menutup telepon tersebut setelah mendengar penuturan dari ahjumma.  Taehyung menaiki motornya dan menarik pedal gasnya dengan kencang.

Di perjalanan, ia menyetir motor sportnya dengan kecepatan lewat di batas normal. Bagaimana tidak, ia mendengar jika adiknya kali ini pingsan karena kelelahan. Taehyung mengumpat dirinya sendiri jika ia sebagai seorang kakak gagal menjaga adiknya lagi.

Taehyung telah sampai di rumahnya. Ia langsung membuka pintu rumahnya dan segera masuk menuju ke tempat kamar adiknya.

BRAKKK!!!

Taehyung membuka pintu tersebut dengan nafas terengah-engah. Ia melihat adiknya yang terbaring di atas ranjang kasurnya. Taehyung berjalan kea rah kasurnya dan ia terduduk menatap adiknya dengan begitu sedih. Terlihat raut kekhawatiran di wajah Taehyung. Ia mengusap rambut adiknya dengan begitu pelan. Taehyung menatap bibi Junmi yang sedari tadi duduk di kursi samping ranjang adiknya.

“Ahjumma, kenapa ia bisa sampai pingsan seperti ini?” Tanya Taehyung dengan nada khawatir.

“Sepertinya ia kelelahan lagi, Tuan. Seharian ini, ia banyak sekali bermain.”

“Apa ahjumma sudah mengabari tentang ini kepada orangtuaku dan juga Hyerin?”

“Tentu saja sudah, Tuan.”

“Lalu, apa mereka tidak ada yang datang tadi?”

Bibi Junmi menggeleng-geleng sedih. Tangan Taehyung mengepal  kuat. Taehyung langsung beranjak dari duduknya.

“Ahjumma, jaga Taera. Jika ia sudah sadar, berikan dia obat atau vitamin. Dan jangan lupa buatkan dia makanan juga.”

Bibi Junmi berdiri dan membungkuk sopan kepada Taehyung.

“Baiklah, Tuan. Tapi, Tuan Taehyung ingin pergi kemana?”

“Ada urusan yang harus kuselesaikan. Jangan lupa ahjumma, berikan dia obat dan vitamin. Dan juga suruh dia makan walaupun Taera sulit sekali untuk disuruh makan.”

“Baiklah, Tuan. Saya mengerti.”

Taehyung mengangguk dan beranjak pergi dari kamar adiknya. Ia bergegas turun ke bawah dan pergi keluar dari rumahnya. Taehyung menuju ke motornya lagi dan menaikinya. Ia segera menarik gas motornya dengan sangat kencang. Hati Taehyung kini benar-benar sangat sedih bercampur marah. Ia sedih karena melihat Taera terus menerus sakit-sakitan. Di sisi lain ia marah pada dirinya sendiri karena ia benar-benar merasa sudah gagal menjaga adiknya. Ia juga marah kepada orangtuanya dan juga Hyerin, kakak perempuannya.

BRUUMMM

Taehyung menambah kecepatan di motornya. Motornya melaju dengan kecepatan 80 km. Jalanan yang tidak terlalu ramai, menambah kemudahan bagi Taehyung.  Ia bisa lebih leluasa menyetir motornya dengan kecepatan lewat di batas normal itu.

Akhirnya Taehyung berhenti di tempat tujuannya. Ia berhenti di sebuah gedung perkantoran megah bertuliskan YOGA Corp dan Taehyung berjalan memasuki gedung tersebut.

Taehyung berjalan menuju meja receptionist.

“Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?” sapa receptionist itu dengan ramah.

“Aku ingin bertemu dengan Hyerin. Di bagian mana Hyerin bekerja?”

“Maaf, ada apa anda mencarinya?”

“Aku ingin bertemu dengannya.”

“Apa anda sudah membuat janji?”

“Belum.”

“Maaf, anda harus membuat janji dengannya terlebih dul—“

“Aku adiknya. Bisakah kau hanya bilang di bagian mana Hyerin bekerja? Ada urusan yang harus kuselesaikan dengannya.” Ucap Taehyung kesal sambil menunjukkan kartu idenitasnya jika ia benar-benar adik Hyerin.

Recepctonist itu mengambil kartu yang dipegang Taehyung. Receptionist itu terkesiap melihat nama di kartu tersebut. Receptionist itu menuduk-nundukkan kepalanya sebagai permintaan maaf karena sempat melarang Taehyung yang ingin bertemu dengan kakaknya sendiri. Receptionist itu menyuruh temannya untuk membantu Taehyung menunjukkan dimana letak ruangan Hyerin berada.

“Lewat sini, Tuan.” Ucap pegawai suruhan itu.

Taehyung mengikuti langkah pegawai itu dengan hati yang tidak menentu. Bagaimana reaksi Hyerin saat mengetahui dirinya berani mencoba mendatanginya. Pasti marah besar atau tidak ia akan mengusir Taehyung secepat mungkin untuk pergi dari gedung itu, pikir Taehyung.

Pegawai itu memberhentikan Taehyung. Mereka telah sampai di depan ruangan Hyerin yang menurut Taehyung itu sangat besar. Ya, ruangan Hyerin terletak di lantai bawah bukan di lantai atas. Pegawai itu menyuruh Taehyung untuk menunggu di luar sementara. Pegawai itu masuk ke dalam ruangan Hyerin. Pintu ditutup lagi oleh pegawai itu.

“Permisi, Nona.” Ucap pegawai itu.

“Ya, ada apa?” Tanya Hyerin sambil mengetik-ngetik sesuatu di laptopnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari pegawai tersebut.

“Ada yang ingin bertemu dengan anda, Nona.”

“Suruh saja dia masuk.”

“Baiklah, Nona. Saya mengerti.” Pegawai itu membungkuk sopan kepada Hyerin walaupun Hyerin tidak melihat pegawai itu membungkuk ke arahnya. Pegawai itu menuju kea rah pintu luar.

“Anda boleh masuk, Tuan.” Pegawai itu membukakkan pintu besar mewah dengan ukiran-ukiran bunga di setiap badan pintunya. Segera saja Taehyung langsung masuk ke dalam ruangannya itu.

“Permisi, Nona. Saya pergi dulu.” Pegawai itu membungkukkan lagi badannya.

“Ya.” Jawab Hyerin singkat.

Taehyung menatap Hyerin yang duduk di atas kursi dengan meja besar di depannya. Hyerin masih belum mengalihkan pandangannya kepada Taehyung. Ia masih saja terus mengetik di laptopnya itu.

“Jadi, siapa kau? Kenapa kau ingin menemuiku?” Tanya Hyerin yang matanya masih tetap fokus ke layar laptopnya.

“Apa tingkahmu seperti ini terus? Tidak mempersilahkan tamunya untuk duduk dengan nyaman.” Ucap Taehyung.

Hyerin yang merasa mendengar suara yang familiar di telinganya langsung saja mendongakkan kepalanya dan melihat Taehyung yang berdiri tidak jauh dari mejanya. Hyerin sangat terkejut. Bagaimana bisa Taehyung datang ke kantornya ini. Padahal dia sudah membuat aturan kepada orang yang dilarang masuk ke ruangannya jika bukan orang penting.

Wae? Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau terkejut?”

Hyerin lalu mengatur posisinya sebaik mungkin dan mencoba untuk menutupi keterkejutannya tadi.

“Ani. Ada perlu apa kau menemuiku?”

“Ada perlu apa? Apa kau tidak berfikir dengan keadaan di rumah?”

“Keadaan bagaimana? Aku tidak tahu apa-apa tentang keadaan di rumah. Bagaimana bisa aku tahu, sedangkan saja aku sibuk dan aku tidak tinggal serumah denganmu kan. Harusnya kau tahu itu.”

Taehyung melangkahkan kakinya ke meja Hyerin. Ia semakin mendekatkan dirinya ke Hyerin lalu saat Taehyung telah sampai tepat di depan meja Hyerin, ia menggebrakkan kedua tangannya di atas meja lalu memajukan wajahnya mendekat ke wajah Hyerin.

“Apa kau masih tidak tahu jika Taera sedang sakit?”

Taehyung masih menatap wajah Hyerin. Jarak wajah mereka hanya sekitar 5 cm. Hyerin yang malas akan pertanyaan Taehyung langsung memundurkan tubuh Taehyung dengan kedua tangannya yang mendorong bahu Taehyung agar menjauh dari wajahnya.

“Soal Taera? Aku sudah tahu jika ia sakit.” Jawab Hyerin enteng.

“Lalu kenapa kau tidak menjenguknya, bodoh?”

Ya! Jaga perkataanmu itu. Aku sudah menyuruh ahjumma untuk membawanya ke rumah sakit. Jadi tak masalah kan?” jawab Hyerin dan kembali mengetik di laptopnya.

Taehyung yang geram daritadi mendengar perkataan Hyerin, langsung saja mengambil laptop itu dan memegang laptop itu ke atas dengan kedua tangannya.

“Hanya ini yang selalu kau pedulikan kan?”

Ya! apa yang kau lakukan dengan laptopku it—“

PRAAKKK!!!

Ya, itu adalah suara laptop yang dijatuhkan oleh Taehyung. Hyerin yang melihatnya hanya menganga tak percaya.

“Berhentilah omong kosongmu itu. Tak pernah kah kau peduli dengan Taera hanya sedikit saja? Yang hanya kau pedulikan hanya laptop ini kan?” ucap Taehyung sambil sedikit menendang laptop itu.

Hyerin beranjak dari duduknya berjalan mendekati laptopnya dan berjongkok menatap laptop kesayangannya yang selalu ia buat kerja itu rusak begitu saja. Hyerin mencoba memencet-mencet tombol  on untuk menghidupkannya kembali, namun laptop kesayangannya itu juga tak kunjung hidup. Banyak file yang berisi tentang bisnis pekerjaanya  ia simpan di dalam laptop itu. Hyerin mengepalkan kedua tangannya geram.

Wae? Apa kau sedih? Hanya laptop saja rusak kau sedih. Sedangkan Taera yang jatuh sakit diibaratnya dengan rusak kau tidak ada sedih-sedihnya sama sekal—“

PLAKKK!

Hyerin menampar Taehyung. Taehyung memegang rahangnya yang sedikit sakit itu karena tamparan keras dari Hyerin. Taehyung kembali menatap Hyerin. Ia melihat, mata Hyerin memerah karena menangis dan ada raut kemarahan besar dari wajahnya.

“Berhentilah mengurusiku! Urusi saja dirimu sendiri! Kau datang kesini hanya membuat masalah saja. Jika adikmu itu sakit, tinggal bawa saja ia ke rumah sakit. Tidak perlu repot-repot kau datang kesini sampai merusakan laptop kerjaku itu. Kau tahu, di laptop itu ada banyak catatan file tentang bisnis yang belum kuurusi. Jika saja kau mengerti di posisiku kau pasti aka—“

“Jika saja kau mengerti di posisi Taera, bagaimana rasa sedihnya ia kehilangan kakak kesayangannya yang dulu. Jika saja kau mengerti bagaimana sedihnya Taera kesepian tanpamu yang selalu mengurusi bisnismu ini dan itu. Padahal ia selalu berharap agar kau datang mengunjunginya walapun hanya sekedar sebentar saja. Ia pasti akan sangat senang. Kau tau, apa bisnismu ini lebih penting dari adik kita Taera yang dari kemarin ia jatuh sakit terus menerus? Berhentilah bersikap cuek dan tak tahu masalah apa-apa, Hyerin. Padahal aku tahu jika kau juga mengkhawatirkannya tapi kau selalu saja menepis kekhwatiranmu itu dengan mempersibukkan dirimu di bisnismu itu sehingga kau lupa dengan Taera.”

Hyerin terdiam. Ia merasa kalah berkata dengan Taehyung.

“Aku tak mau tahu urusan itu! Aku bekerja demi kebaikan kalian juga. Apa kau tak tahu itu? Sekarang kau pergi darisini atau apakah kau mau kupanggilkan petugas keamanan disini jika kau masih tidak mau pergi juga, hah?”

“Aku merasa kecewa padamu, Hyerin. Jika kau tahu kau seperti ini terus, sesuatu hari nanti kau akan kecewa dan menyesal  kepada dirimu sendiri karena kau tidak peduli dengan Taera. Kau harusnya—“

“PERGIIII!!!! Pergilah kau, Taehyung!” teriak Hyerin dengan mata yang tambah memerah karena menangis disertai dengan amarahnya.

BRAKKK!!!!

Pintu ruangan Hyerin terbuka keras karena sorang petugas dan pegawai tadi yang tiba-tiba saja masuk. “Ada apa, nona? Apa ada sesuatu terjadi disini?”

“Iya, kau suruh orang ini untuk keluar dari ruanganku sekarang. Cepat!”

“Baik, nona.”

Hyerin terduduk lemas di atas lantai sambil menutup wajahnya karena menangis. Pegawai itu mendatangi Hyerin dan merangkul Hyerin mencoba untuk menenangkannya.

Petugas tadi yang disuruh oleh Hyerin, langsung memegang lengan Taehyung untuk memaksa Taehyung keluar dari ruangan Hyerin sekarang itu juga. Tetapi Taehyung memberontak saat lengannya di pegang oleh petugas itu.

“Tidak usah menyuruhku. Tidak usah disuruh, aku akan pergi sekarang juga.”

Taehyung melihat Hyerin sejenak yang terduduk di lantai sambil menangis dengan menutupi wajahnya. Taehyung tidak peduli dan langsung meninggalkan ruangan Hyerin saat itu. Taehyung telah keluar dari gedung perkantoran itu. Taehyung menaiki motornya dan menghembuskan nafasnya berat. Ia tidak habis pikir, bagaimana Hyerin masih mempedulikan pekerjaannya itu dibanding Taera, adiknya sendiri.

Taehyung memakai helmnya kembali dan beberapa saat Taehyung mendapat sebuah telepon dari bibi Junmi.

“Yeoboseyo?” panggil bibi Junmi.

“Nde, ada apa ahjumma?”

“Tuan, nona Taera sudah sadar. Tapi saya suruh minum obat dan juga makan ia tidak mau.”

“Bagaimana bisa ia seperti itu?”

“Kata nona Taera, ia mau kalau Tuan Taehyung yang menyuapinya makan dan minum obatnya.”

“Baiklah. Tunggu saja. Aku akan kesana sekarang juga—PIP” Taehyung mematikan sambungannya dengan bibi pembantunya itu. Taehyung menarik pedal gasnya dengan sangat kencang.

Sesampainya di rumah, Taehyung langsung menuju ke kamar adiknya itu dan melihat Taera duduk di atas kasurnya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Taehyung juga melihat bibi pembantunya itu berusaha menyuapi Taera namun Taera selalu menolak jika dirinya disuapin oleh bibinya.

“Taera!” panggil Taehyung.

Melihat kehadiran Taehyung, langsung saja Taera turun dari kasurnya dan berlari menghampiri Taehyung yang berdiri di ambang pintu lalu memeluk Taehyung.

“Hey, kau? Kenapa tidak mau makan?” Tanya Taehyung sambil mengusap rambut adiknya itu.

Oppa? Kau darimana saja. Aku merindukanmu, oppa.”

Taehyung hanya tersenyum simpul lalu menggendong Taera ke atas.

“Kau tahu? Oppa tidak akan suka jika kau tidak mau makan dan juga tidak mau minum obat.”

“Tapi…. Aku hanya ingin oppa yang menyuapiniku.”

“Apa bedanya dengan ahjumma? Ahjumma kan juga sama seperti oppa. Coba lihat, kasihan ahjumma daritadi duduk dan ingin menyuapinimu. Tapi Taera selalu saja tidak mau.”

Taera menoleh kea rah bibinya lalu kembali menatap Taehyung.

“Nde, arraseo. Turunkan aku, oppa.”

Taehyung tersenyum lalu menurunkan Taera ke bawah dari gendongannya. Taera berlari menghampiri bibinya itu lalu langsung membuka mulutnya.

“Ahjumma, aaaaakkkk…”

Bibi Junmi hanya tersenyum simpul lalu menyuapi Taera dengan makanan yang dibuatnya. Taehyung hanya tersenyum simpul melihat hal itu.

Drrrrtttttt…..

Ponsel Taehyung bergetar di dalam saku celananya. Taehyung mengambil ponselnya tersebut dari saku celananya. Ia menatap nama di layar ponselnya itu dan melihat nama yang terpampang di layar ponselnya itu. Taehyung  langsung beranjak pergi dari kamar adiknya itu namun Taera memanggil Taehyung kembali.

Oppa?” panggil Taera.

Taehyung menoleh sejenak kea rah Taera.

“Kau mau kemana lagi, oppa?”

“Sebentar, oppa ada panggilan telepon. Kau disini saja, nanti oppa akan kembali, nde?”

Taera mengangguk lalu kembali meminta bibi Junmi untuk menyuapininya lagi.

Taehyung menghembuskan nafasnya berat. Ia menatap nama layar di ponselnya itu. Lalu mulai mengangkat panggilan itu.

“Yeoboseyo?” panggil orang itu dari seberang telepon.

Taehyung hanya diam mendengar suara orang itu.

“Yeoboseyo, Taehyung?” panggil orang itu lagi.

“Ada apa?” Tanya Taehyung kemudian.

“Taehyung, kenapa kau tidak menjawab eomma, hah?”

“Cepat katakan  apa keperluan eomma memanggilku?”

Ya! kau itu tidak ada sopan-sopannnya sama sekali. Eomma hanya ingin tahu, bagaimana keadaan Taera di rumah?”

“Eomma ingin tahu?”

“Tentu. Bagaimana keadaanya sekarang?”

Ada rasa sedikit senang saat ibunya Taehyung bertanya tentang keadaan adiknya sekarang.

“Dia—“

“Apa dia sakit? Kalau dia benar-benar sakit, tinggal bawa saja ia ke rumah sakit. Beres kan?”

Senyum di wajah Taehyung langsung pudar begitu saja ketika ibunya berkata seperti itu. Taehyung meneteskan sedikit air matanya. Lalu Taehyung mengusap air matanya itu yang jatuh di atas pipinya.

“Apa eomma tidak bisa hanya untuk sekedar datang menengok keadaan Taera?”

“Kau tidak lihat, Taehyung? Eomma sibuk dan harus menjalani bisnis ini. Tidak boleh ada yang sampai tertunda—“

“Eomma. Tak pernahkah kau sedikit mempedulikan perasaan Taera? Awalnya aku senang jika eomma bertanya tentang keadaan Taera, namun ternyata eomma masih tetap tidak peduli dengan keadaan Taera.”

Ya! Tau apa kau eomma  peduli atau tidak? Jangan sok tahu dan ikut campur dalam pekerjaan eomma. Kau itu—

—PIP”  Taehyung langsung mematikan sambungannya itu. Ia langsung terduduk bersandar di pintu kamar adiknya itu. Taehyung mengacak rambutnya kesal. Taehyung merasa keluarganya benar-benar tak mempedulikan keadaan Taera.

“ARRRGGGHHH……!!!” teriak Taehyung sambil mengacak rambutnya.

Flashback off

Taehyung menghembuskan nafasnya berat. Ia hanya terbaring di atas atap itu dengan melipat kedua tangan di belakang kepalanya sambil menatap langit biru cerah di atasnya. Terasa angin sepoi-sepoi mengenai wajah putihnya. Ya, di atas atap itu adalah tempat favorit bagi Taehyung untuk melepas penat dan beban yang berada dalam kepalanya. Hanya dia yang sering berada di atas atap itu. Tidak pernah murid lain di sekolahnya itu ke tempat favoritnya ini. Mereka semua memang jarang je atas atap sekolah itu. Semua murid lebih menghabiskan waktu mereka di kantin atau tidak di lapangan basket untuk melihat para tim basket yang sedang bertanding antara kelas satu dengan kelas lainnya.

Taehyung menutup matanya sejenak. Mendengar suara burung yang berkicau-kicau di atas langit. Merasakan hembusan angin yang mengenai tubuhnya. Taehyung benar-benar menikmati suasana di atas atap itu.

Tap! Tap! Tap!

Taehyung memasang telinganya tajam. Ia seperti mendengar suara langkah kaki seseorang di atas atap ini. Taehyung tidak mau ambil pusing dan memilih bersantai lagi.

Srekkkkk

Taehyung membuka matanya. Ia benar-benar mendengar suara orang di atas ini. Sepertinya bukan hanya dia saja yang berada di atas atap ini. Taehyung langsung terduduk dan memilih untuk mendengar suara itu lagi. Jika suara  itu tidak ada lagi, mungkin dirinya salah mendengar.

Srekkkkk

Taehyung langsung beranjak dari duduknya. Ia berdiri dan menatap semua di sekeliling atas atap itu. Matanya beralih kea rah tumpukkan kardus besar tinggi yang tersusun rapi ke atas. Ya, kardus itu tidak berisi apa-apa. Kim Ssaem yang menaruhnya disitu. Jika bertanya kenapa Kim Ssaem tidak menaruhnya di gudang, itu karena gudang masih penuh. Belum ada orang yang seperti biasa mengambil barang-barang di gudang dengan mengangkutnya ke truknya.

Taehyung melihat ada sepatu seseorang yang terlihat sedikit di balik tumpukkan kerdus itu. Mungkin jika benar dugaannya, ada seseorang yang sedang bersembunyi sekarang di balik tumpukkan kardus itu. Taehyung melangkahkan kakinya secara perlahan mendekati tumpukkan kardus itu. Saat berada tepat di tempat tumpukkan itu, Taehyung secara perlahan-lahan menyembulkan kepalanya untuk menengok di balik tumpukkan kardus itu. Namun….

PTAK!

“Awww, aishhh…hey, apa yang kau lakukan?”

“Ha?” yeoja itu membuka matanya dan menatap Taehyung kaget.

“T-Taehyung s-sunbae?” ucap gadis itu tak percaya.

—OO—

Nami merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa ia mau menjadi asisten pribadi Jungkook selama satu bulan.

“Ck, yang benar saja.”

“Jeon Jungkook, bodoh.”

“Dia benar-benar bodoh.”

“BODOH!”

“Arrggghhhh…” Nami mengacak rambutnya kesal.

Nami terus menggertak-gertakkan giginya. Ia benar-benar sangat kesal sekarang.

“Awas saja kau, kunyuk. Aku akan membalasmu. Akh…” tangan kanannya terasa perih saat ia selesai mengacak-ngacak rambutnya.

Nami berjalan gontai menuju ke rumahnya. Ia berjalan sendiri tanpa ditemani Juhna. Ya, hari itu Juhna berkata jika dirinya sedang sibuk. Ada urusan yang harus Juhna selesaikan hari itu juga. Terpaksa Nami pulang dengan berjalan sendiri tanpa ditemani oleh siapapun.

“Hhhh….” Nami menghembuskan nafasnya berat.

Sesampainya di rumah, seperti biasa ia langsung menuju ke kamarnya dan membersihkan dirinya di kamar mandi. Setelah memastikan tubuhnya sudah bersih kembali, ia memakai baju piyama tidurnya. Segera saja Nami merebahkan dirinya di atas ranjang kasurnya. Nami mulai menutup matanya. Melepas penat di kepalanya. Tak sampai berapa detik, dirinya tertidur pulas di atas ranjang kasurnya sendiri.

10 menit

Drrrrrrtttt….Drrrrrrrtttt……Drrrrrtttt

Ponsel Nami terus bergetar di bawah bantalnya. Nami yang merasa terganggu dengan getaran ponselnya itu, langsung saja mengambil ponselnya di bawah bantalnya. Mata Nami menatap setengah mengantuk di layar ponselnya itu. Nomor yang tidak di kenalnya sedang memanggilnya sekarang. Langsung saja Nami mengangkat panggilan tersebut dengan malas.

“Hoaaammm….Yeoboseyo?” Tanya Nami setengah malas dan juga setengah mengantuk.

“Mau sampai kapan kau tertidur?” Tanya orang itu dari seberang telepon.

“Hem? Memang siapa kau? Hoaaammm…” Nami terus menerus menguap karena mengantuk.

“South Apartement, no 1723. Cepat kesini sekarang!”

Nami mengkerutkan keningnya. Rasanya ia seperti mengenal suara orang yang menelponnya tersebut.

“Memangnya siapa kau?”

“Jika kau tidak datang dalam waktu 2 menit ini, kau akan menerima sendiri akibatnya!”

Mata Nami membulat lebar. Sepertinya dugaannya benar. Orang yang menelponnya sekarang adalah Jeon  Jungkook.

“Ya! Jeon Jungkook, apa kau sudah gil—”

TUUUUUUTTTT. Sambungan pun terputus. Nami menggeram kesal. Ia meremas ponselnya sendiri. Nami langsung teringat kata-kata Jungkook tadi.

“Jika kau tidak datang dalam waktu 2 menit ini, kau akan menerima sendiri akibatnya!”

Langsung saja Nami beranjak turun dari tidurnya. Dengan langkah gontai Nami mengganti bajunya. Dirinya langsung bergegas pergi dari rumahnya. Tidak lupa juga ia mengunci rumahnya terlebih dahulu.

—OO—

“Taehyung sunbae?” ucap gadis itu tak percaya setelah apa yang ia lakukan tadi kepada Taehyung dengan memukul kepalanya.

“Assh… sedang apa kau disini?” Taehyung memegangi kepalanya yang terasa sakit karena pukulan dari gadis di hadapannya tersebut.

“Mianhe. Aku kira kau adalah Songjae Ssaem.”

“Gwechana. Apa kau baik-baik saja?” Taehyung mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Gadis itu menerima uluran tangan dari Taehyung dan segera berdiri lalu membersihkan roknya yang sedikit kotor.

“Nde. Aku baik-baik saja. Harusnya aku yang bertanya padamu sunbae. Apakah pukulanku sangat sakit di kepalamu?”

“Ani. Tidak terlalu. Apa yang sedang kau lakukan disini? Kenapa kau tadi bersembunyi di—“

“LEE JUHNA!!! Dimana kau?” teriak Songjae Ssaem.

“I-itu Songjae ssaem. Eotokhae? Eotokhae?”

“Sebaiknya kita bersembunyi disini dulu.”

—OO—

TING TONG! TING TONG!

Nami terus memencet tombol bel di depan pintu apartement Jungkook dengan tangan kirinya.

“Aisshhhh… kenapa dia lama sekali membuka pintu ini?” decak Nami kesal.

“Ya! Jungkook-ah, apa telinga kau tuli? Cepat buka pintu ini atau aku akan pergi jika kau tidak membukakkan pintu ini dalam 10 detik.” Teriak Nami sambil menggedor-gedor pintu  tersebut.

“Baiklah jika kau masih tak membukakannya, aku akan menghitung mundur dari sekarang.” Nami berhenti menggedor pintu tersebut lalu memandang lurus kea rah pintu tersebut.

“10…”

“9…”

“8…”

“7…”

“6…”

“5…”

“4…”

“3…”

“2…”

“Ini waktu terakhirmu, Jeon Jungkook. Aku akan memberikan kesempatan kepada kau untuk membukakkan pintu ini untukku.”

Jungkook masih belum membukakkan pintunya tersebut.

“Baiklah, waktu kau untuk membukakan pintu ini habis. Aku akan pergi dari sini sekarang juga.”

Nami membalikkan tubuhnya untuk pergi dari depan pintu apartement Jungkook. Namun saat baru membalikkan tubuhnya, sebuah tangan mengenggam tangan Nami dari balik pintu dan menariknya ke dalam ruangan dibalik tersebut.

“Aww….. Ya! Apa yang kau lakukan padak— KYAAAA…. Jungkook-ah, apa kau gila?” Nami menjerit sambil menutupi matanya dengan tangan kanannya saat melihat suatu pemandangan yang tak pantas menurutnya untuk dilihat sekarang di hadapannya.

“Berisik! Bisakah kau menutup mulutmu sebentar saja?”

JUngkook menutup kembali pintu masuk apartementnya. Nami memandang malu Jungkook yang sedang berdiri di hadapannya. Bagaimana tidak, jika sekarang dirinya melihat Jungkook bertelanjang dada dengan menggunakan celana boxer hitam sambil mengelap rambutnya yang basah dengan handuk kecil yang bertengger di atas lehernya.

“Bisakah sekarang kau mengenakan bajumu. Apa kau tidak malu memperlihatkan perut kotak-kotakmu itu dihadapanku sekarang, hah?” ucap Nami masih berteriak kesal kepada Jungkook.

“Ck, kau ini menyebalkan sekali.” Jungkook berjalan kea rah Nami dan menarik tangan Nami yang dipergunakan untuk menutupi matanya.

“Ya! Jungkook-ah, apa yang kau lakukan?”

Jungkook tidak menghiraukan pertanyaan Nami. Nami berdecak kesal. Jungkook menarik Nami ke dalam kamarnya dan mendudukkan Nami di atas ranjang kasur miliknya. Nami mulai berfikir aneh-aneh tentang apa yang akan dilakukan Jungkook. Jungkook berjalan kea rah lemarinya. Ia mengambil kaos merah berlengan panjang dari dalam lemarinya lalu ia mengenakan kaos tersebut.

Jungkook kembali menatap Nami tajam. Ia mendekat kea rah Nami yang berada di atas ranjang kasurnya.

“Ya! Jungkook-ah, kau melihat apa? Jangan bilang kau ingin melakukan tindakan aneh-aneh kepadak—“

“Ya, aku akan melakukan tindakan mengerikan terhadapmu jika kau tidak bisa menutup mulutmu itu sejenak.”

Nami terdiam atas perkataan Jungkook yang dilontarkan kepadanya. Jungkook tersenyum simpul melihat Nami yang langsung terdiam oleh perkataannya.

“Bersihkan isi di dalam apartement ini sekarang juga sebelum aku kembali lagi menuju kesini.”

“Mwo? Ya! Apa kau itu pemalas? Lagi pula kenapa kau menyuruhku? Bersihkan saja sendiri. Shireo.” Tolak Nami sambil mengeleng-gelengkan kepalanya ke kanan kiri memberikan tanda penolakan kepada Jungkook jika dirinya tidak ingin membersihkan apartementnya tersebut.

“Apa kau lupa? Kau itu asistenku.”

“Asistenmu? Nde, aku tahu. Tapi aku tetap tidak mau membersihkan apartementmu in—“

“Setelah aku kembali ke apartement ini, jika aku tidak melihatmu membersihkannya….” Jungkook mendekat kea rah Nami dan membisikkan sesuatu yang membuat Nami terbungkam oleh perkataannya. “….kau akan menerima sendiri akibatnya.” Jungkook berlalu pergi dari kamarnya.

“Ya! Mau kemana kau? Aissshhh… menyebalkan sekali dia. Ck, untuk apa ia menyuruhku untuk membersihkan apartementnya ini? Lagi pula kamarnya ini sudah bersih. Apalagi yang harus dibersihkan? Jika ada yang belum, mungkin  saja kepalanya yang belum dibersihkan. Arghh….. menyebalkan!”

Nami berjalan keluar dari kamar Jungkook. Seketika dirinya menganga tidak percaya melihat ruang tamunya yang terlihat sangat berantakan. Buku-buku berserakan dimana-mana. Bekas bungkus-bungkus makanan yang tergeletak di atas meja. Bantal-bantal sofal yang terlihat kemana-mana.  Majalah-majalah berhamburan di atas meja.

Nami tidak percaya jika ia akan membersihkan isi ruangan di dalam milik apartement Jungkook. Padahal seingatnya saat ia melewati ruang tamu Jungkook, ia tidak menyadari jika ruang tamunya tersebut berantakan.

Nami berjalan kembali mengelilingi ruangan di sekitar. Ia menuju dapur dan tiba-tiba dirinya melihat pemandangan yang sungguh tidak bisa ia percaya. Dapurnya sangat begitu berantakan. Dimana-mana peralatan memasak pun bergeletakan. Banyak bungkus-bungkus makanan yang berserakan di atas lantai dapur. Dan bekas piring-piring kotor yang menumpuk di atas tempat cucian piring. Belum lagi ia melihat banyak cipratan adonan di tembok dindingnya. Munurut Nami, dapur Jungkook terlihat seperti kandang sapi. Sangat berantakan.

Nami menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ani, ani. Aku tidak akan mau membersihkan semua ini. Biar bagaimanapun, aku tidak akan pernah membersihkan apartementnya ini. Tidak akan pernah.”

—OO—

“Hhhhhh…..” nafas mereka memburu. Mereka benar-benar seharian penuh ini hanya berlari untuk menghindari amukan dari salah satu guru mereka.

Sekarang mereka bisa lebih tenang setelah Taehyung membawa Juhna pergi dari sekolah tersebut dengan motornya.

“Kenapa Songjae Ssaem bisa marah dan mengejarmu?” Tanya Taehyung yang duduk berhadapan dengan Juhna.

“Aku tidak tahu, sunbae.”

“Kau tidak tahu?”

“N-nde.” Jawab Juhna sedikit gugup karena melihat Taehyung yang kini berada di hadapannya.

“Apa kau tidak membuat kesalahan apapun yang membuat Songjae ssaem marah?”

Juhna mencoba mengingat-ingat kejadian tadi yang membuat Songjae ssaem bisa marah dengannya.

Flashback on

Juhna berjalan santai melewati koridor sekolah yang sudah cukup sepi. Dirinya sudah selesai dengan urusanannya. Urusan yang membuat tangannya pegal karena lelah membawakan buku-buku perpustakaan dan menata buku-buku tersebut ke tempatnya. Juhna tidak bisa menolak permintaan dari Han Ssaem—guru sejarahnya. Juhna begitu kasihan melihat Han Ssaem yang bolak balik membawa banyak tumpukan buku untuk dikembalikannya ke perpustakaan.

Setelah ia membantu Han ssaem, ia pamit pulang dan dirinya mendapat anggukan serta ucapan terima kasih dari Han ssaem. Juhna berjalan melewati koridor dan tiba-tiba ada tiga orang siswa yang berlari ke arahnya dengan wajah ketakutan. Tiga siswa tersebut bertemu Juhna dan salah satu dari tiga siswa tersebut memberikan kotak kecil pada Juhna.

“Bisakah kau memberikan kotak ini pada Songjae ssaem?”

“Ha? Wae? Kenapa harus aku? Kenapa tidak kalian saj—“

“Kami tidak bisa. Kau harus memberikan kotak tersebut kepada Songjae ssaem.”

“Baiklah….” Angguk Juhna mengerti.

“Gomawo.” Ucap tiga orang siswa tersebut dan berlari pergi kea rah koridor yang telah dilewati oleh Juhna tadi.

Juhna hanya menoleh ke belakang melihat mereka berlari begitu cepat. Mereka terlihat seperti dikejar-kejar oleh sesuatu. Juhna tidak mempermasalahkan hal itu dan melanjutkan jalannya kembali. Ia hanya mengeluh sebentar karena ia harus datang ke ruang guru dan memberikan kotak kecil tersebut kepada Songjae Ssaem.

Tiba-tiba ia melihat Songjae ssaem berjalan ke arahnya.

“Ssaem?” sapa Juhna ketika Songjae ssaem sudah mendekat ke arahnya.

“Ada apa?” Tanya Songjae Ssaem yang wajahnya terlihat sedang marah.

“Kebetulan sekali aku bertemu denganmu disini. Aku hanya ingin memberikan kotak kecil ini kepadamu.” Ucap Juhna menyerahkan kotak kecil tersebut kepada Songjae Ssaem.

“Apa ini?” Tanya Songjae ssaem yang menatap kotak kecil tersebut dari pemberian Juhna.

“Aku tidak tahu apa itu. Tapi sepertinya kotak kecil itu hadiah untukmu, ssaem. Baiklah aku harus pulang, permisi.”

Saat Juhna melangkahkan kakinya kembali, Juhna mendengar teriakan Songjae ssaem yang membuat telinga siapa saja berdengung jika berada disitu.

“LEE JUHNA!!!!! Kemari kau!”

“Nde? Ada ap—“ Juhna membulatkan wajahnya melihat Songjae ssaem yang berjalan cepat ke arahnya dengan wajah yang ia tidak bisa deskripsikan lagi.  Wajahnya begitu sangat menakutkan.

“BAGAIMANA BISA KAU MEMBERIKANKU HADIAH SEPERTI INI, HAH? SINI KEMARI KAU!”

Juhna yang tidak mengerti hal tersebut sangat takut dan memutuskan untuk berlari pergi menghindari amukan dari Songjae ssaem.

Juhna berlari tak tentu arah melihat Songjae ssaem di belakangnya yang sudah dekat dengan dirinya. Juhna berhenti di dekat tangga naik yang menuju kea tap dan tangga turun yang bisa membawanya ke koridor sekolah lantai 3.

“LEE JUHNA! Kemana kau?”

Juhna langsung terkejut mendengar suara Songjae Ssaem yang menggema di sekeliling koridor tersebut. Segera saja ia memutuskan untuk berlari menuju tangga ke atas yang membawanya ke atap sekolah. Juhna menaiki tangga tersebut dan setibanya di atas, ia langsung membuka pintu dan menutupnya kembali. Juhna bingung kemana ia harus bersembunyi. Seketika pandangannya menangkap subjek yang bisa membuat dirinya bersembunyi di balik benda tersebut. Juhna berjalan cepat dan dirinya langsung bersembunyi di balik tumpukan kardus coklat yang menjulang ke atas.

Flashback off

“Aku tidak tahu Sunbae kenapa Songjae ssaem bisa marah kepadaku. Padahal seingatku, aku hanya memberikan hadiah kepadanya.”

“Hadiah?” Tanya Taehyung sambil menyeruput milkshake pesanannya.

“Nde. Hadiah tersebut pemberian dari siswa-siswa kelas 2-4 yang menyuruhku memberikan hadiah tersebut kepada Songjae Ssaem.” Juhna juga menyeruput milkshake pesanannya.

“Ah…. Jinjja?”

“Nde.”

Taehyung mengangguk-angguk tanda mengerti. Ia akan mencoba mencari tahu apa yang telah diberikan oleh anak kelas 2-4 tersebut kepada Juhna. Juhna hanya bisa diam melihat Taehyung yang sedang memikirkan sesuatu. Juhna juga tampak memikirkan sesuatu untuk mencari bahan pembicaraan lagi agar  membuat suasana tersebut tidak menjadi canggung.

“Ah… sunbae, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?”

“Uhm? Bertanya sesuatu? Tentu. Kau ingin bertanya apa padaku?” Taehyung berhenti meminum milkshakenya dan menatap Juhna.

“Ehm…. Sebenarnya…..” Juhna mencoba merangkai kata-kata yang pas untuk ia ucapkan agar  Taehyung tidak tersinggung dengan pertanyaannya.

“Apakah sunbae menyukai Ahn Nami?”

“Ahn Nami? Ah… anak terpintar itu? Kenapa kau bertanya tentang itu padaku?”

“Nde? Em…. Ani lupakan saja.”

“Ck, kau ini sangat aneh sekali. Oh ya, kita belum berkenalan kan?” tanya Taehyung yang mengulurkan tangannya untu berkenalan.

“Nde. L-lee Juhna imnida.” Balas Juhna menyambut uluran tangan Taehyung.

“Tanganmu dingin. Apa kau tidak papa?” Tanya Taehyung mencoba melihat wajah Juhna yang kini tengah menunduk.

Juhna hanya mengangguk-angguk membenarkan perkataan Taehyung. Sebenarnya dirinya sekarang tengah gugup karena seseorang yang ia sukai dari dulu sedang duduk berhadapan dengannya, berbincang dengannya, bahkan menjabat tangannya. Oh itu sungguh membuatnya gugup.

Taehyung melepas jabatan tangannya pada Juhna dan kembali menyeruput milkshake pesanannya.

“Kau berasal dari kelas berapa?”

“Aku berasal dari kelas 2-3.”

“Oh… berarti kau sekelas dengan Ahn Nami murid pintar itu.”

“N-nde? Oh… em.” Juhna mengangguk membenarkan jika ia memang sekelas dengan Nami, sahabatnya sendiri.

“Sepertinya daritadi kuperhatikan, kau terlihat pucat. Apa benar kau tidak papa?”

“Nde. A-aku benar-benar tidak papa.”

“Aku tidak percaya. Sebaiknya aku akan mengantarkanmu pulang sekarang.” Taehyung beranjak dari tempat duduknya dan menuju kea rah kasir untuk membayar dua milkshake yang di pesannya tadi. Namun Juhna segera mendahului Taehyung untuk membayar milkshake pesanan mereka. Taehyung menatap Juhna di sampingnya.

“Kenapa kau yang membayar?”

“Ah… gwechana. Tidak masalah untukku. Aku hanya tidak mau membuatmu repot, Sunbae.”

Taehyung tersenyum dan menarik lengan Juhna untuk keluar dari kafe tersebut. Juhna sedikit terkejut dan ia mengikuti langkah Taehyung.

Udara di sore hai begitu menyejukkan. Juhna merasakan terpaan angin yang mengenai wajahnya. Taehyung memakai helm di kepalanya dan pandangannya berhenti melihat Juhna yang masih berdiri mematung di sebelah motor sport Taehyung.

“Hey, ada apa denganmu. Cepat naiklah!”

“Oh, nde. Mian.” Juhna naik ke atas motor sport Taehyung dan ia  telah duduk di atas motor Taehyung.

“Sudah?” Taehyung menoleh sedikit ke belakang untuk memastikan jika Juhna telah duduk dengan benar.

Juhna mengangguk. Taehyung mulai menyalakan motornya dan menyetir motornya dengan kecepatan sedang.

“Beritahu aku dimana alamat rumahmu berada.”

“Apakah tidak papa? Mian, aku jadi merepotkanmu sunbae.”

“Gwechana.”

“Sunbae lurus saja, setelah itu belok kiri.”

“Ehm, baiklah.”

BRUMMMMM

Taehyung menambah kecepatan motornya menjadi 80 km dan itu membuat Juhna spontan memegang pundak Taehyung.

—OO—

Jungkook berjalan memasuki lift setelah ia berbelanja beberapa bahan makanan di supermarket depan apartement tersebut. Kamarnya berada di lantai 3.  Apartement tersebut memiliki 5 lantai yang paling tertinggi. Walaupun Jungkook adalah pemilik apartement tersebut, ia tidak mau tinggal di lantai paling atas dan sedikit mewah menurutnya.

Ting Tong

Lift pun terbuka setelah jarum di atas pintu lift menunjukkan angka 3. Jungkook berjalan keluar dengan menenteng belanjaan yang ia pegang di tangan kirinya. Ia menuju ke kamar apartementnya. Sampai di depan pintu kamar apartementnya, ia mengetikkan angka password di samping pintu tersebut. Setelah mengetikkan password, pintu pun ia buka. Jungkook berjalan masuk, ia berjalan menuju dapurnya dan menaruh barang belanjaannya di atas meja.

Jungkook sangat heran melihat dapurnya  yang masih berantakan dengan peralatan yang bergeletakan dimana-mana. Bungkus-bungkus makanan yang berserakan di lantainya, dan masih banyak lagi yang belum di bersihkan oleh Nami.

Jungkook berjalan menuju ke kamarnya kembali. Saat ia sampai di depan pintu kamarnya, Jungkook membuka pintunya tersebut dan tak mendapati Nami di dalam kamar tersebut. Jungkook sempat bingung dengan tidak adanya kehadiran Nami disitu. Namun, pandangan Jungkook menangkap sesuatu dengan adanya kertas kecil putih di atas meja samping ranjang kasurnya. Jungkook berjalan menuju kea rah mejanya dan mengambil kertas putih kecil tersebut. Jungkook membolak-balikan kertas putih tersebut lalu mulai membuka lipatan kertas itu.

Ck, jangan pernah berharap!!! Aku tidak akan pernah mau menjadi asistenmu selama satu bulan. Tidak akan pernah !!!

– Nami

Jungkook hanya tersenyum membaca surat tersebut lalu membuangnya ke lantai. Namun, saat Jungkook ingin berniat menginjak kertas tersebut, pandangan Jungkoook menangkap sesuatu di balik bawah ranjangnya. Jungkook melihat jempol kaki seseorang yang terlihat sedikit dari balik ranjangnya yang tertutup dengan seprai hingga menjutai ke bawah. Jungkook menyeringai. Tanpa ditanya pun, Jungkook pasti tau siapa pemilik kaki tersebut.

Jungkook membuka laci mejanya dan mengambil salah satu barang mainan kesukaannya. Jungkook menghempaskan badannya di atas ranjang kasurnya dan ia mengubah posisi awalnya yang terlentang menjadi tengkurap. Jungkook melemparkan benda mainannya tersebut ke lantai. Benda mainannya tersebut berupa tikus kecil berwarna putih ke yang digerakkan oleh remote control yang sekarang sedang dipegangnya. Jungkook menyeringai dan mulai menjalankan tikus tersebut dengan remote controlnya menuju kea rah bawah ranjang kasurnya.

Di bawah ranjang kasur, Nami hanya berdecak pelan. Ia membungkam mulutnya sendiri agar Jungkook tidak mengetahui keberadaanya disana. Entah kenapa ia bisa bodoh karena bersembunyi di bawah ranjang kasur milik Jungkook.

Flashback on>>>>>

Sesaat Jungkook pergi, Nami mencoba untuk mengintip dari balik pintu kamar Jungkook. Ia melihat Jungkook telah keluar dari apartementnya melalui pintu yang ia lewati tadi saat ia masuk ke dalam apartement Jungkook. Nami telah keluar dari kamar Jungkook dan berniat untuk kabur dari apartement Jungkook. Ia berlari kea rah pintu yang digunakan untuk keluar-masuk apartement tersebut. Nami mencoba untuk membuka-buka pintu tersebut. Pintu tersebut tidak bisa dibuka. Nami mendengus kesal. Ia baru menyadari  bahwa pintu tersebut berpassword yang Nami tidak tahu angka password itu berapa. Nami hanya menghela nafas pelan dan memikirkan bagaimana cara keluar dari apartement tersebut. Seketika ide terlintas di kepalanya. Ia berlari kembali kea rah kamar Jungkook dan mencari kertas note kecil untuk menulisnya. Nami membuka satu persatu laci milik Jungkook dan mendapatkan kertas note kecil dan juga pulpen. Segera Nami mengambil kertas note tersebut dan mulai menulisnya dengan pulpen.

Ck, jangan pernah berharap!!! Aku tidak akan pernah mau menjadi asistenmu selama satu bulan. Tidak akan pernah !!!

– Nami

Setelah Nami menulisnya, ia menaruh di atas meja samping ranjang kasur Jungkook. Lalu Nami segera bergegas untu bersembunyi di bwah ranjang kasur Jungkook. Ia hanya berfikir, jika ia bersembunyi di bawah ranjang kasur, ia bisa kabur ketika Jungkook terlelap tidur di atas ranjang kasurnya dan ia bisa leluasa membuka passwordnya walaupun ia tak tahu angka berapa password tersebut.

Flashback off

Jungkook menjalankan pelan-pelan tikus tersebut dengan remote controlnya. Saat tikus tersebut tepat berhenti di dekat jempol kaki Nami, Jungkook mulai menabrak-nabrakkan tikus tersebut ke jempol kaki Nami. Nami yang merasa ada sesuatu yang terasa di bagian kakinya, menarik masuk kakinya dan melihat keadaan kakinya. Kakinya tidak papa, pikirnya. Namun, ia melihat sesuatu bergerak-gerak di balik seprai  tersebut. Nami memutuskan untuk mendekat dan mencoba untuk melihatnya. Nami mulai membukanya perlahan-lahan. Jungkook yang mengetahui hal itu, langsung memajukan tikusnya.

“Aaaaaaa…— DUKKK!! Sukses kepala Nami terbentur oleh ranjang kasur milik Jungkook.

Jungkook yang mengetahui hal itu langsung tertawa terbahak-bahak sampai-sampai remote control yang ia pegang terjatuh ke bawah lantai. Nami mulai keluar dari balik tempat persembunyiannya. Nami melihat Jungkook tertawa terbahak-bahak di atas ranjang kasurnya. Nami berdiri sambil mengusap-usap kepalanya. Ia masih melihat Jungkook tertawa terbahak-bahak disana. Ia mendengus kesal karena Jungkook berhasil menjahilinya. Nami melihat remote control tersebut yang tergeletak di bawah dan memutuskan untuk menginjak remote control tersebut.

PRAKKK!!

Bunyi remote control Jungkook yang hancur karena diinjak oleh Nami membuat Jungkook berhenti tertawa.

“Ya! Apa yang kau lakukan pada remote controlku?”

“Itulah karena kau berani-beraninya menjahiliku seperti itu. Kau tahu, aku benci tikus. Seharusnya kau tidak menjahiliku seperti itu.” Nami berkata kesal.

“ Kalau begitu kau berutang padaku.” Jawab Jungkook dingin.

“Mwo? Berutang padamu? Kau pikir aku ma—“

“Kau telah merusak remote control mainanku dan kau harus menggantinya.”

“Ya! aku tidak ma—“

“Yeoboseyo, ahjumma. Aku Jungkook, teman Nami.”

Nami membulatkan matanya .

“Nde. Putrimu telah merusa—“

Nami mengambil ponsel milik Jungkook dan menatap Jungkook.

“Apa yang kau lakukan?”

“Melapor pada ibumu. Memangnya apalagi?”

Nami memutuskan sambungan telepon dengan ibunya. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa Jungkook mengetahui nomor telepon ibunya.

“Kau ingin aku apa agar aku bisa mengganti remote controlmu?”

Jungkook menarik sudut bibirnya dan membentuk evil smirk. “Bersihkan semua yang ada di dalam ruang apartement ini.”

“Jika aku tak mau?” Nami menaikkan satu alisnya memandang remeh Jungkook yang sedang berdiri di hadapannya.

“Jika kau tak mau….” Jungkook menghentikan kalimatnya dan berjalan mendekat kea rah Nami.

“Kau mau apa?” tanya Nami curiga dengan tingkah Jungkook yang mulai mendekat ke arahnya.

Jungkook tetap berjalan mendekati Nami dengan seringaiannya, Nami berjalan mundur dengan wajah yang mulai cemas.

“Ya! Apa yang akan kau lakukan?”

DUK!

Nami berhenti karena tubuh belakangnya yang tertabrak oleh tembok. Jungkook juga berhenti tepat di depannya. Tepat saat itu juga Jungkook langsung mengunci pergerakan Nami dengan satu tangannya yang bertumpu di tembok belakang Nami.

Bahaya! Ini bahaya! Pikir Nami.

“Wajahmu terlihat cemas, Nami-ya. Apa sekarang jantungmu berdebar karenaku?”

Cih! Berdebar karenanya? Yang benar saja.

“Apa yang akan kau lakukan padaku? Jangan sekali-sekali kau berani menyentuhku.”

“Aku tidak akan menyentuhmu, jika saja kau mau membersihkan ruangan  yang ada di apartement ini.”

Nami memutar bola matanya malas.

“Sudah kukatakan jika aku tak ma—“

“Jika kau tak mau, aku bisa mengambil ini sebagai gantinya.” Ibu jari Jungkook langsung menyentuh dan mengusap bibir mungil Nami. Hal itu membuat Nami terdiam kaku karena ulahnya.

“Ya…! Kenapa pipimu bisa memerah seperti ini?” tanya Jungkook sambil tersenyum kecil dan ibu jarinya yang masih menetap di bibir mungil Nami.

“Arraseo, arraseo. Aku akan membersihkan ruangan apartementmu yang kotor seperti kandang sapi ini.”  Nami langsung menepis tangan Jungkook.

“Tapi apa kau tidak lihat tanganku ini? Asal kau tau. Tanganku ini masih sakit.”  Lanjut  Nami mengangkat tangan kanannya dan menunjukkannya di hadapan wajah Jungkook.

Jungkook memegang pergelangan tangan kanan Nami dan mendekatkan ke arah wajahnya.

CHUP~

Jungkook mencium punggung tangan Nami.

“Bagaimana? Apakah sekarang masih sakit?”

Dengan spontan Nami langsung menarik tangannya dari genggaman tangan Jungkook dan bergegas pergi dari hadapannya.

Jungkook hanya terkekeh pelan melihat ekspresi wajah Nami. Ia sangat puas menjahili Nami dengan tingkahnya yang manis itu. Ia kembali berjalan menuju ke atas ranjang kasurnya. Ia terbaring disana dan membuka ponselnya. Ia membuka sebuah aplikasi permainan untuk tidak membuatnya bosan. Saat ini dirinya tengah asik memainkan game tersebut di ponselnya tanpa memedulikan keadaan Nami di luar kamarnya sana.

—OO—

Nami membersihkan seluruh ruangan yang ada di dalam apartement Jungkook. Ia benar-benar memaki Jungkook dalam hatinya. Hatinya benar-benar panas untuk saat ini.

“Awas saja kau kunyuk! Aku akan membalas perbuatanmu ini. Argghhhh…” Nami mengepel lantai dapur Jungkook dengan kesal.

Setelah semua ruangan di apartement ini dirasa bersih, Nami duduk di atas kursi dan menghembuskan nafasnya pelan. Ia teringat lagi kejadian tadi yang baru saja menimpanya. Jungkook memperlakukan dirinya sangat manis saat itu. Dan hal itu membuat pipinya bersemu merah saat mengingat kejadian tersebut.

“Aku tak tahu kenapa kau bersikap seperti itu tadi padaku. Dan itu membuat diriku kembali ingin menyukaimu. Tapi…. Arghhhhh… ani, ani. Aku tidak mau menyukainya. Itu sama saja dengan menceburkan diri di tengah-tengah laut.  Aku tidak akan pernah menyukai kunyuk itu.” Nami bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kea rah kamar Jungkook.

Saat memasuki kamar Jungkook, ia melihat Jungkook tertidur pulas di atas ranjang kasurnya dengan ponsel yang masih berada di dalam genggaman tangan kanannya. Nami berjalan mendekat kea rah ranjang kasur Jungkook dan menatap wajah lelaki itu dengan intens. Wajahnya terlihat sangat damai saat lelaki itu sedang tertidur. Tidak ada wajah yang selalu meremehkannya dan mengejek-ngejek kemampuannya disaat lelaki itu sedang sadar. Yang ia lihat wajah itu terlihat bagaikan ombak laut  yang sangat menenangkan.

“Siapa kau?” tiba-tiba seseorang berdiri mematung di ambang pintu kamar Jungkook memandang Nami dengan wajah mengintogerasi. Suasana yang awalnya tentram di dalam kamar tersebut terpecahkan dengan adanya seorang wanita yang berdiri diam memandang Nami dengan tatapan menginterogasi.

-To Be Continued-

Anyyeong…. Apa kabar kalian semua? Masih ada yang ingat ff ini? Hikz pasti pada lupa semua ya? Maafkan aku karena updatenya terlalu lama. Ini karena efek tugas, belajar, dan pulang jam 5 sore terus. Gak ada waktu untuk lanjutin ff ini. Maafkan aku ya semua bagi yang menunggu kelanjutan ff ini. //Readers:”emang kita nungguin?”// Maaf…. Sekali lagi aku minta maaf sebesar-besarnya. Dan Chap 5 ini buatnya penuh berusaha//lapkeringat// Maafkan diriku yang sudah membuat kalian menunggu kelanjutan ff ini. Maklumin aku ya karena jadwal sekolah  yang padat benar //cuhat//. Chap selanjutnya aku janji akan update lambat lagi. Update lambat? Iya aku update lambat lagi. Hehe becanda. Kuusahakan update cepat. (Kalo bisa:’()  Hehehe…. Baiklah hanya itu yang bisa kuungkapkan kepada kalian semua. Sampai jumpa di chap selanjutnya *Bow*

  

37 pemikiran pada “[BTS FF Freelance] I am Not STUPID – Chapter 5

  1. chingu, kapan update cp 6 nya, udah nunggu lama nih
    gax sabar nunggu nextnya…..
    😁😁😁😁😁

    Suka

    • Maafkan aku yaa baru bsa balas comment..🙏😯 kalau chapter berikutnya mungkin nanti di postnya soalnya aku blum sempat kirim…😅 makasih ya sdh baca dan comment di ff ini 😘

      Suka

  2. Ahayyy seruuu~
    Lagi kepengen baca ff jungkook dan nemu ff ini. Dari part 1-5 seru semua…
    Semangat ya thor bikin lanjutan ff ini 😊
    Aku akan menunggu kelanjutannya.
    Hwaiting 😘
    Mohon maaf karna baru komen hehe

    Suka

    • Iya…makasih ya sudah semangatin, baca dan comment ff ini😊😊
      Oke.. Ditunggu aja ya kelanjutannya ☺
      *pelukciumdarijungkook*😘

      Suka

  3. Finally chapt 5 nya di post jugaa,, setelah nungguin sekian abad lamanya (?!).. Daebak thor ,, keren bgt aku jadi baper bacanya.. Sukses deh buat auhtornya.. Nih ff berchapter pertama buay aku yang alurnya gak bikin bosan dan selalu bikin kepo terus..
    *mian kepanjangan commentnya 😀😀

    Suka

    • Aduh… Makasih banyak ya sudah mau nunggu ff ini setelah sekian abad(?!) syukur deh… Kalo dapat feelnya di chap ini… (Author sukses?) amin…. Semoga aja😊😊 oh ya benaran gak bikin bosan? Syukurlah… Semoga chap2 berikutnya aku bakal buat lebih baik lagi 😊☺ oh ya gpp kali commentnya panjang2, aku malah senang kalo ada readers yg commentnya panjamg2 hehehe makasih ya sudah baca dan comment ff ini
      *pelukciumdriauthor* eh?
      *pelukciumdrijungkook* 😘

      Suka

    • Entah… Yang lainnya juga mungkin ada yang mau Nami sama Taehyung…😊😊 selain Mesti 😊
      Makasih ya sudah baca dan comment ff ini😊☺
      *pelukciumdriTaehyung*😘

      Suka

    • Nanti bakal di post, chap selanjutnya masih dalam tahap proses… Ditunggu aja ya kelanjutannya…^^ makasih sudah baca dan comment ff ini 😀😊
      *pelukciumdriJungkook*

      Suka

    • Hahaha klo aja bisa masuk ke dalam cerita ini, aku jg pingin ikut masuk dan pingin jitak Jungkook biar dia peka klo Nami tu msh ada rasa /waninyajitakjungkook/ wkwk
      Makasih ya sdh mau baca dan comment di ff ini *pelukciumdariJungkook* :* 😉

      Suka

    • Ya aduh… Memang Chap ini banyak typo nya, aku ngebut saat buat Chap ini 😥
      Waktu aku periksa dari awal sampe akhir, duh byk bget typonya….
      Tapi itulah efek typo yg berlebihan…. 😉 wkwk
      Lain kali aku bakal memperbaiki chap2 berikutnya..
      Makasih sdh kritik, baca dan comment di ff ini 😀😉
      *Pelukciumdarijungkook*😘

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Yuki yuki Batalkan balasan