15 DAYS (Chapter 3: Precious Moment)

Main cast:  [BTS] Jung Ho Seok, Kim Tae Hyung & Park JI Min || [OC] Park Yu Ra

Support cast:  [BTS} Kim Seok JIn || [OC] Shin Hong Ki, Lee Ha Yi & Park Na Young

Chaptered  ||  Romance, Drama, Teen, Friendship  ||  PG

Maaf untuk typo, HAPPY READING^^

Big thank to GENIUS__LAB for awesome poster

©2018 bebhmuach

 

Chapter 1: Unexpectable | Chapter 2: Messed Up

 

Hari ketiganya ini, Yu Ra sedikit lebih santai. Lantaran para personil BTS tidak memiliki jadwal panggung atau jadwal pribadi untuk tampil. Mereka menggunakan hari ini untuk olahraga dan latihan rutin saja, atau mungkin sedikit bersantai.

 

Yu Ra memanfaatkan hari ini untuk mengunggah cerita yang sudah lama tersimpan di dalam draft laptopnya. Omong-omong menulis, Yu Ra selama ini mengisi waktu kosongnya yang kelewat panjang itu dengan menulis cerita untuk sebuah platform menulis. Bukan seorang penulis professional sih, hanya mengisi satu kategori yaitu fanfictin  di sana. Dengan menggunakan member Bangtan Boys sebagai tokoh untuk ceritanya.

 

Yu Ra tengah asyik menekan-nekan  keyboard di laptopnya, sementara Tae Hyung ternyata berjalan mendekati secara diam-diam. Lantaran melihat gadis itu terlihat serius, urat penasaran Tae Hyung mulai tergelitik ingin tahu apa yang sedang dikerjakannya. Setelah mendapat jarak yang pas, Tae Hyung berusaha membuka kedua matanya lebar-lebar mengamati layar laptop Yu Ra.

 

“Jadi, Noona juga seorang penulis.”

 

“Oh!” Yu Ra nyaris melompat dengan napas tertahan. Degup jantungnya langsung saja terpacu karena terkejut.

 

Mendapati kepala Tae Hyung yang sudah berada di sisi wajahnya, membuat Yu Ra refleks menjauh semampunya. “Mwoya (apaan, sih)? Kamu … jangan … mengendap-endap seperti itu. Tidak baik, tahu.” Yu Ra mendengus kesal.

 

Tanpa mengindahkan Yu Ra, Tae Hyung yang terkekeh dengan santai duduk mengisi spasi kosong di sisi sang gadis. “Imut.”

 

Mwo (apa)?”

 

Tae Hyung berdeham dan mengalihkan pembicaraan. “Apa yang Noona tulis? Tadi aku lihat ada nama Ho Seok hyung di situ.”

 

Yu Ra membasahi bibir keringnya dan menekan kedua belah bibir itu ke garis tipis. “Fanfiction. Aku membuat fanfiction dan Ho Seok yang menjadi pemeran utamanya.”

 

Lepas dari itu, tatapan teduh milik Yu Ra yang sama sekali tidak familier menyebabkan Tae Hyung diam. Kedua pasang mata mereka masih bertahan saling menatap sebelum akhirnya Tae Hyung yang lebih dulu buka suara.

 

“Kenapa bukan aku?” tanya Tae Hyung ringkas membuat Yu Ra sedikit gusar mencari jawaban. Meski sebenarnya Yu Ra sudah memiliki jawaban yang tepat, baginya.

 

“Aku kan, J-Hope stan,” ucapnya penuh percaya diri.

 

Entah kenapa Tae Hyung merasa membutuhkan waktu untuk mencerna kalimat itu. Namun segera setelah akal yang melalang buana kembali menempati ruang kepalanya, ia berniat kembali angkat bicara, tetapi langsung dipatahkan Yu Ra.

 

“Tapi kamu itu cinta pertamaku di Bangtan Boys.”

 

Rasa-rasanya ada yang salah di dalam kepala Yu Ra, terlebih kenyataan kalau Kim Tae Hyung itu seorang idola Korea Selatan. Anehnya mengakui sesuatu semacam itu malah terasa ringan untuknya. Mungkin juga karena pribadi Tae Hyung yang hangat dan mudah bergaul dengan siapa saja membuat Yu Ra merasa nyaman tiap kali di dekatnya.

 

Lain bagi Yu Ra, lain bagi Tae Hyung. Ia merasakan rasa asing yang merambati aliran darahnya. Masalahnya ucapan tadi tidak terdengar seperti candaan. Tidak ada nada usil, nada bicaranya terdengar benar-benar biasa saja, tapi tidak terdengar seperti sesuatu yang normal baginya. Terasa ada berbeda—tidak biasa, tapi juga tidak mengganggu.

 

“Pertama kali aku melihat Boys In Luv, aku jatuh hati padamu.” Wajah Yu Ra berseri-seri. Reaksi yang berhasil membuat Tae Hyung bungkam. Ia merasakan satu organ di dalam tubuhnya ada yang tidak beres, jantungnya tiba-tiba saja berdetak lebih cepat dari biasanya. Padahal lima detik yang lalu Tae Hyung bisa memastikan jantungnya masih berdetak dengan normal. “Kamu terlihat tampan sekali di video itu. Apalagi saat part-mu dinyanyikan.” Yu Ra pun mengikuti gerakan Tae Hyung dalam video musik yang diceritakannya berikut dengan lirik yang dinyanyikan si pemuda.

 

Wae nae mameul heundeuneun geonde (kenapa kamu mengguncang hatiku).”

 

Tae Hyung mendengarkan Yu Ra menyanyikan sebagian lirik lagu BTS itu. Lucunya, sebait lirik itu membuatnya senyum-senyum sendiri tanpa alasan yang jelas. Sedangkan Yu Ra terlihat bersemangat menyanyikannya tanpa memerhatikan ekspresi yang Tae Hyung torehkan.

 

“Oh ya, di War Of Hormone juga kamu terlihat tampan. Seperti ‘bad boys’ penakluk banyak hati wanita di dalam drama.”

 

Mendengarnya, Tae Hyung tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. “Begitu, ya? Aku jadi tersanjung.”

 

Yu Ra tersenyum canggung sembari menggaruk tengkuk yang sejujurnya tidak terasa gatal sama sekali. Ia sadar, lantaran terbawa jiwa fangirl telah membuat dirinya mengoceh tanpa rem.

 

“Maaf.”

 

“Tidak apa-apa. Aku suka, kok. Aku suka kita bisa sedekat ini.” Tae Hyung membagi senyumnya, kali ini lebih lebar.

 

“Hm?”

 

Alih-alih, Tae Hyung langsung bertanya, “Oh ya, siapa saja yang ada di dalam cerita, Noona?”

 

Yu Ra bercerita selain Ho Seok yang menjadi tokoh utama pria di dalam ceritanya, ada Park Hellen yang menjadi tokoh wanita. Perempuan itu diciptakan Yu Ra memliki karakter yang tidak terlalu jauh dari sifatnya sendiri. Namun lebih beruntung, lantaran memiliki lingkungan yang lebih bagus daripada Yu Ra. Ia juga sebagai kakak Park Ji Min. Sampai di situ Tae Hyung seketika tergelak.

 

“Kenapa Ji Min? Aku juga bisa menjadi adik yang baik dan imut, lo.” Tae Hyung membuat gerakan aegyo, menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Disusul kedua matanya yang berkedip-kedip manja.

 

Yu Ra tertawa lepas setelahnya, sementara Tae Hyung terus memandangi si gadis yang membuat sudut-sudut bibirnya menjungkit.

 

“Banyak penggemar perempuan menyukai Ji Min untuk dijadikan pacar. Kenapa Noona malah menjadikannya adik? Apa karena umurnya yang di bawah Noona, ya?”

 

“Ji Min itu menggemaskan,” jawab Yu Ra. Punggungnya disandarkan pada dinding dan kepalanya sedikit tertunduk. Menjadikan Ji Min sebagai topik pembicaraan agaknya memang sedikit membuat hatinya sedih. “Tapi aku mengacaukan semuanya kemarin.” Yu Ra berbicara rendah, suara dengusan  napasnya menjadi sangat berat.

 

Noona, aku tidak bermak—”

 

“Di mataku Ji Min itu berhati lembut. Dia memiliki rasa empati yang tinggi, dia lucu, dia menggemaskan, dia lebih suka membuat orang lain bahagia karena dengan begitu dia juga akan merasa bahagia. Ji Min juga tampan.” Sebuah tawa kecil, tidak nyaring malah terlampau lirih keluar dari mulut Yu Ra. “Siapa juga yang tidak mau memiliki adik tampan, kan?” Mungkin ini terdengar konyol, bodoh … ah, entahlah. Intinya, aku menyayangi Ji Min seperti adikku sendiri.” Yu Ra tersenyum, kali ini terlihat tulus dan manis selagi menggambarkan sosok Ji Min di matanya.

 

Yu Ra masih menunduk dan memberikan keheningan yang lumayan panjang. Tae Hyung turut menyandarkan tubuhnya pada dinding dan melipat kedua tangannya di depan dada. Kali ini ia merasa berhasil menjadi pendengar yang baik, padahal topik pembicaraannya sesuatu yang delusi. Pada kenyataannya Ji Min tidak memiliki saudara perempuan hanya punya satu orang adik laki-laki. Lalu sosok Park Hellen hanya makhluk ciptaan Yu Ra yang hidup di dunia tulisannya saja.

Sejujurnya pembicaraan ini bukan sesuatu yang menarik untuk Tae Hyung. Namun cara Yu Ra mengutarakan topik ‘tidak penting’ itu terasa lain, ada perasaan nyaman saat gadis itu bercerita padanya. Mengingat Yu Ra adalah sosok asing yang baru hadir di dalam dunianya. Tentu bagi Tae Hyung ini terasa sesuatu yang tidak normal, tapi anehnya menyenangkan.

 

Noona, benar. Ji Min memang orang yang seperti itu.” Yu Ra sedikit menoleh, sekilas menatap Tae Hyung yang menampilkan ekspresi serius. “Andai aku jadi wanita, aku pasti akan memacari Ji Min.” Seketika kekaguman Yu Ra pada Tae Hyung hilang dalam sekejap.

 

Yu Ra memukul pelan lengan Tae Hyung. “ Ya (hei)! Kamu ini bercanda terus, seriuslah sedikit.”

 

Detik berikutnya Tae Hyung mengaduh sakit dengan ekspresi berlebihan, membuat Yu Ra terkejut dan panik.

 

“Sakit, ya? Aduh, maafkan aku. Coba sini, biar kulihat.” Yu Ra yang benar-benar khawatir karena bersikap—mungkin sedikit—keterlaluan, tiba-tiba terdiam melihat Tae Hyung yang tergelak.

 

“Muka Noona lucu sekali.” Tae Hyung semakin larut dalam tawanya. Perempuan itu mendelik dan sedikit cemberut.

 

Manisnya, batin Tae Hyung. Ia perlahan menghentikan tawanya. “Maaf, Noona.” Tae Hyung mencoba mengontrol dirinya agar berhenti tertawa. “oh ya, berarti aku harus membuat akun di web itu?”

 

“Untuk apa?”

 

“Untuk membaca cerita Noona, lah.”

 

Yu Ra tersenyum dan mengangguk kecil.

 

“Oh ya, omong-omong Ji Min. Dia itu malaikat penjaga kami. Maka itu Noona harus memaklumi ucapannya yang kemarin. Jangan terlalu menyalahkan dirimu, ya.”

 

Yu Ra terdiam barang sejenak sebelum akhirnya menimpali, “aku sudah mendengar yang seperti itu dari seseorang.”

 

Nugu (siapa)?”

 

Yu Ra terlihat sedang berpikir, ia menimbang-nimbang untuk menceritakan kejadian menyenangkan tadi malam.  Alhasil, gadis itu memutuskan untuk menceritakan semua isi kepalanya.

 

“Ho Seok mengatakan itu tadi malam.”

 

“Ho Seok hyung?”

 

Yu Ra mengangguk kecil, lalu kembali bicara. “Dia mengatakan kalau Ji Min adalah malaikat penjaga Bangtan Boys dan kami ….” Yu Ra sengaja menggantung kalimatnya selagi memerhatikan ekspresi Tae Hyung dengan tatapan menuntut jawaban. “ Kami ber-selca.”

 

Entah mengapa muncul perasaan tidak rela yang Tae Hyung sendiri tidak tahu dari mana asalnya. Rasa itu datang tiba-tiba dan membuatnya jengkel sendiri. Bola matanya bergerak gelisah dan tak sengaja menangkap ponsel Yu Ra yang tergeletak di sisi lain darinya.

 

“Kalau begitu, ayo kita juga berfoto.” Tae Hyung sudah menyambar lebih dulu ponsel Yu Ra dan membuka trek kunci yang ternyata tidak menggunakan pengamanan kata sandi ataupun pola. Telunjuknya lekas menggeser layar ponsel dan menekan aplikasi kamera. Satu lengannya menarik paksa Yu Ra untuk mendekat dan berfoto bersama.

 

Yu Ra yang jengkel dan juga senang dalam waktu bersamaan karena tidak merasa kesepian di tempat asing itu, tertawa bersama Tae Hyung. Mereka melakukan beberapa kali pose, kemudian tertawa lagi melihat hasil fotonya.

 

Tanpa mereka sadari, di koordinat lain ada seseorang memerhatikan keduanya cukup lama. Dari balik pintu menghabiskan tiap menitnya, Ho Seok merasakan sesuatu sensasi yang aneh. Ada perasaan terganggu melihat kedekatan keduanya. Sebelum benar-benar gila, Ho Seok buru-buru melangkah pergi dari sana.

 

***

 

Hong Ki mengadakan rapat untuk membahas Bangtan Boys yang akan tampil besok di acara musik, yaitu Music Bank. Acara ini merupakan salah satu acara musik besar milik Korea Selatan. Namun BTS tidak hanya tampil sebagai bintang tamu saja, melainkan menjadi salah satu nomine K-Chart melawan satu pesaingnya yang lebih senior beberapa tahun dari mereka. Semua orang di ruangan itu—termasuk Yu Ra—serius mencatat tugas.

 

Hong Ki membenarkan letak kacamatanya yang melorot, baru saja menyentuh ujung hidungnya. Wajahnya terlihat kuyu dengan lingkar bawah matanya yang mulai kelihatan menghitam.

 

“Baiklah, kalian siapkan semua dari sekarang. Kita pasti berhasil seperti sebelum-sebelumnya. Rapat hari ini selesai.” Semua bergegas bangkit dari duduk dan melangkah keluar dari ruangan, tapi tidak dengan Yu Ra dan Hong Ki.

 

Sunbae, apa sedang kurang sehat?”

 

Hong Ki memijit pelan pelipisnya, wajah kuyunya sudah benar-benar masai. “Aku hanya kelelahan.” Pemuda itu mencopot kacamatanya. “Oh ya, bagaimana perasaanmu setelah bekerja di sini? Maafkan aku, comeback Bangtan Boys membuatku sibuk setengah mati.”

 

“Tidak apa-apa. Aku senang bekerja di sini, banyak yang mau mengajarkan jika aku kesulitan. Jagalah kesehatanmu, Sunbae.”

 

“Biasanya pekerjaan ini kulakukan bersama Na Young. Aku sedikit kesulitan mengerjakan semuanya sendiri.”

 

Hong Ki lantas bercerita bagaimana tugas seorang manajer jika sang artis melakukan comeback dengan perilisan album baru. Mereka akan secepat kilat menghubungi beberapa produser acara musik di stasiun televisi besar untuk membuat artisnya tampil sebagai ajang promosi. Tidak semua manajer artis berhasil membuat artisnya mendapat jadwal tampil di sana. Jika diibaratkan, dari seratus manajer yang mengantri, hanya tigapuluh saja yang bisa melakukan negoisasi dengan produser acara musik tersebut. Ada pula yang harus rela mengeluarkan kocek hinga ratusan juta Won sebagai biaya promosi selama empat minggu.

Acara musik bisa dibilang sebagai gerbang popularitas. Jika tidak melakukan promosi di acara musik, agensi tentu saja harus membuang jauh-jauh keinginan artisnya untuk bisa tampil di variety show dengan rating tertinggi. Karena sudah bukan rahasia lagi, khususnya untuk di bidang industri musik, jika variety show mampu melejitkan popularitas idol.

 

Yu Ra terkesiap mendengar penjelasan Hong Ki yang menceritakan bagaimana kerasnya perjuangan manajer di balik nama artis yang besar. Selain kagum dengan pekerjaan Hong Ki, Yu ra juga bangga bisa dapat andil menjadi bagian dari BigHit Entertainment. Yah, meskipun posisinya bukan sesuatu yang penting, mungkin.

 

“Jadi, teruslah berusaha sampai akhir, Yu Ra-ya. Hwaiting!”

 

“Terima kasih, Sunbae. Oh ya, aku mau mengembalikan ini.” Yu Ra menyodorkan sapu tangan yang kemarin sempat Hong Ki berikan padanya.

 

“Kamu bisa memilikinya.”

 

“Aku sudah mencucinya, kok. Sungguh.”

 

Mendengarnya, Hong Ki jadi tertawa. “Aku memberikannya untukmu sebagai hadiah. Gunakanlah saat kamu membutuhkannya.” Hong Ki menepuk pelan bahu Yu Ra dan bangkit dari duduknya.

 

“Terima kasih, Sunbae.”

 

Hong Ki menghentikan langkahnya dan berbalik. “Yu Ra-ya, aku mau minta tolong. Antarkan satu kardus minuman di ruang peralatan ke ruang latihan. Anak-anak sedang latihan sekarang, mereka pasti kehausan. Bisa, kan?”

 

Yu Ra mengangguk disusul sebuah simpul di belahan bibirnya sebagai jawaban. Hong Ki pun mengucapkan terima kasih dan hilang di balik pintu. Beberapa menit kemudian, presensi Seok Jin menyembul dari balik pintu.

 

“Seok Jin sunbae, ada apa?”

 

“Aku mencari Hong Ki hyung. Di mana dia? Katanya, kalian sedang mengadakan rapat.”

 

“Sepertinya dia ke gedung depan untuk memberikan hasil rapat.”

 

“Oh, begitu.”

 

Sunbae, perlu sesuatu? Aku bisa membantu.”

 

“Tadi aku sudah meminta tolong untuk dibawakan minuman, tapi sepertinya dia lupa.”

 

“Ah, itu. Aku baru mau mengambilnya. Tunggu sebentar ya, aku segera antarkan.” Yu Ra berniat bergegas pergi ke ruang peralatan, tapi lengan Seok Jin menahan pergerakannya.

 

“Kamu tidak apa-apa kan, Yu Ra-ssi?”

 

Entah untuk ke berapa kalinya pertanyaan seperti itu diajukan pada Yu Ra. Si gadis tersenyum sebelum menjawab. “Aku baik-baik saja.” Yu Ra merasa senang, ternyata masih banyak orang yang perhatian padanya terkait insiden itu.

 

“Syukurlah. Berjuanglah, gantikan Na Young noona sampai akhir. Hwaiting!” Seok Jin mengepalkan tangannya ke udara, diikuti Yu Ra yang melakukan gerakan serupa sambil tersenyum.

 

Sunbae, aku boleh bertanya sesuatu?”

 

“Hm.”

 

“Bagaimana Sunbae tahu nama lengkapku saat pertama kali aku datang? Soalnya, Hong Ki sunbae juga baru tahu namaku di hari yang sama.”

 

Seok Jin tampak berpikir sejenak. Detik berikutnya ia sedikit mendekatkan wajahnya pada Yu Ra. “Sebenarnya, aku bisa membaca seseorang. Tapi ini rahasia,” bisik Seok Jin sambil menempelkan satu telunjuk di depan bibirnya.

 

Yu Ra sontak saja terkejut sekaligus kagum mengetahui sesuatu yang belum tentu orang lain tahu. Atau mungkin orang lain tidak tahu sama sekali. Ini benar-benar luar biasa, Yu Ra mencintai pekerjaannya.

 

“Jadi ….” Yu Ra buru-buru menurunkan intonasinya, saat menyadari suaranya yang kelewat tinggi karena senang. “Jadi, Sunbae bisa membaca semua orang? Daebak!” bisik Yu Ra dengan nada girang.

 

“Tidak. Aku hanya bisa membaca beberapa orang saja. Soalnya, banyak orang yang ingin menyembunyikan sesuatu di dalam dirinya rapat-rapat.”

 

Sunbae, bisa membacaku?”

 

Seok Jin mengangguk, ia melipat kedua tangannya dan menampilkan ekspresi seperti tengah memikirkan sesuatu. “Aku bisa membaca yang lain. Hm, aku tahu hari ulang tahunmu.” Seok Jin sengaja menggantung ucapannya, sementara Yu Ra menunggu si pemuda melanjutkan ucapannya. “Wah, rupanya ulang tahunmu sebentar lagi. Tanggal empat bulan ini, benar?”

 

Kedua mata Yu Ra terbelalak tak percaya. Yu Ra merasa ini terkesan sedikit menakutkan mengingat bahkan ia tidak pernah berinteraksi langsung dengan Seok Jin, tapi pemuda itu tahu banyak tentang dirinya.

 

“Ba-bagaimana bi-bisa?” tanya Yu Ra terbata-bata.

 

Seok Jin menorehkan ekspresi kecewa pada wajah putihnya. “kan, sudah kubilang. Aku bisa membaca orang. Kamu harus rahasiakan ini, ya?”

 

Yu Ra mengangguk lambat, ia masih tidak percaya kalau pemuda di hadapannya ini benar-benar bisa melakukan hal tak terduga seperti barusan.

 

“Oh ya, kamu bisa panggil aku oppa, kalau mau.”

 

“Memangnya boleh?”

 

Seok Jin mengangguk, sementara Yu Ra tersenyum begitu lebar saking senangnya.

 

“Jadi mulai sekarang aku akan berbicara informal. Hm, kamu mau diam seperti itu sampai kapan?”

 

“Eoh?” Yu Ra terlihat kebingungan.

 

“Kamu jadi ambil minuman, kan?”

 

Lamunan Yu Ra seketika pecah, mengingat ada tugasnya yang hampir saja terlupa. “Astaga! Aku akan segera ambilkan. Permisi, Oppa.” Dengan tergesa-gesa Yu Ra berlari keluar menuju ruang peralatan. Tingkahnya yang kikuk, sampai jalannya yang serampangan membuat Seok JIn tersenyum geli melihatnya.

 

***

 

Yu Ra masuk ke ruang latihan dengan membawa satu dus minuman untuk ketujuh personil Bangtan Boys dan para pelatih tari. Semuanya langsung menyerbu dengan suara riuh. Yu Ra mengamati satu per satu ketujuh pemuda itu. Mereka semua berkeringat, ada yang tertawa, ada yang menjahili satu teman timnya, dan mereka semua tampak bahagia meskipun kelelahan.

 

Namun kesenangan Yu Ra yang tengah mengamati idolanya seketika surut saat mendapati JI Min berdiri di dekatnya. Pemuda bermata sipit itu mengambil minumannya dan berlalu begitu saja, seolah ia tidak melihat keberadaan Yu Ra di sana. Yu Ra merasa sedih, tapi buru-buru ditepisnya perasaan itu.

 

“Istirahat dua puluh menit, ok.”

 

Seluruh member berteriak ‘ya’ merespon ucapan Son Seung Deuk, koreografer sekaligus Performance Director BigHit Entertainment. Yu Ra berniat memindahkan dus minuman itu untuk ditaruhnya lebih ke tepi agar tidak mengganggu. Namun tiba-tiba saja Kim Nam Joon berdiri di dekatnya.

 

“Sini biar kubantu,” ucapnya selagi mengangkat dus itu dan menaruhnya lebih ke tepi mendekati pintu.

 

“Terima kasih, Sunbae.” Yu Ra membungkuk kecil.

 

Nam Joon yang mendapat perlakuan formal seperti itu malah menjadi salah tingkah. “Jangan terlalu formal. Anggap saja kami semua di sini adalah keluarga.” Nam Joon tersenyum, menampilkan lesung pipinya.

 

Untuk ukuran seorang artis besar, Nam Joon memiliki sopan santun yang baik. Yu Ra merasa bangga menjadi salah satu penggemar mereka. Andai saja ia bisa menceritakannya pada dunia. Mendapat kebaikan secara langsung dari artis idola adalah ‘fangirl goal’ semua penggemar.

 

“Oh ya, aku belum resmi memperkenalkan diri. Aku Kim Nam Joon, leader Bangtan Boys.”

 

“Aku Jeon Jung Kook, maknae Bangtan Boys.” Pemuda bergigi kelinci itu tahu-tahu sudah berdiri di sisi Nam Joon sembari merangkul pundaknya. “Senang berkenalan denganmu, Noona.” Jung Kook membagi senyum manisnya.

 

Nam Joon menyikut bagian perut Jung Kook dan memasang mimik kecut. “Jaga sikapmu, Bocah.” Nam Joon mendelik dan menampilkan ekspresi marah yang dibuat-buat. “Kamu harus berhati-hati, maknae yang satu ini senang menjahili yang lebih tua.”

 

“Itu tandanya aku menyayangimu, Hyung.” Jung Kook mencoba memeluk Nam Joon, tapi tidak berhasil. Alhasil mereka berdua sedang kejar-kejaran di ruang latihan. Yu Ra yang memerhatikan jadi tertawa melihat tingkah keduanya yang menggemaskan.

 

Tak lama mereka kembali untuk latihan menari. Ketujuh personil berdiri di posisi masing-masing menghadap cermin seukuran dinding di ruangan itu. Kedua mata Yu Ra tak lepas memandangi mereka yang tengah meliuk-liukkan tubuh diiringi musik. Sesekali fokusnya tertuju pada Ho Seok. Seperti kata Yu Ra, saat menari Ho Seok terlihat memesona. Meskipun keringat membasahi wajah dan menembus kain bajunya.

Ia juga mencuri-curi pandang ke arah Ji Min. Selain bisa bernyanyi merdu dan mencapai nada tinggi dengan bagus, Ji Min juga pandai menari. Tak jarang Yu Ra dibuat kagum tiap kali Ji Min mengisi posisi center dalam koreo.

 

Yu Ra belum pernah hadir dalam konser BTS. Lantaran ia tidak memiliki uang dan juga tidak mungkin memintanya pada Na Young. Diberi pemandangan seperti itu, tentu saja membuat Yu Ra merasa sangat senang sekaligus bersyukur mendapatkan kesempatan berharga yang belum tentu orang lain dapatkan.

 

***

 

Malam ini Yu Ra bisa masuk ke dalam kamarnya beberapa jam lebih cepat dari biasanya. Ia sedang berbaring di atas kasur  sambil menatap layar ponselnya yang menampilkan potret dirinyanya bersama Na Young. Yu Ra menghela napas kasar. Meskipun kegiatannya di sana menguras tenaga juga pikirannya, tetap saja Yu Ra mengkhawatirkan keadaan Na Young di luar sana. Dari hari pertama hingga sekarang, Na Young belum memberi kabar barang satu pun.

Sekilas kedua matanya menatap tanggal yang terpampang di layar, 2 Agustus 2018. Untuk kedua kalinya Yu Ra menghela napas kasar. Baru kali ini Yu Ra merasakan rindu pada kakak sepupunya itu. Biasanya gadis itu sesibuk apa pun selalu bisa mengabari Yu Ra. Jika diibaratkan skala satu sampai sepuluh, kesibukan Na Young bisa mencapai skala sembilan. Namun untuk kali ini Na Young memilih diam dan menyimpannya sendirian.

 

Yu Ra mencoba menghubungi Na Young. Tidak ada nada sambung yang terdengar, panggilan dialihkan ke kotak suara. Yu Ra langsung masuk ke aplikasi Line dan membuka riwayat percakapannya dengan Na Young. Ibu jarinya mulai mengetikkan sesuatu.

 

“Eonni. Bagaimana kabarmu?”

“Eonni ada di mana?”

“Eonni,sehat-sehat saja, kan? Eonni, makan dengan benar, kan?”

“Eonni pekerjaanmu benar-benar luar biasa. Aku sangat senang berada di sini. Seharusnya, Eonni melihatnya sendiri.”

“Eonni tahu, aku bisa dekat dengan J-Hope sekarang. Ini benar-benar menyenangkan.”

 

Senyum kecil terpeta di belahan bibir Yu Ra saat mengetikkan kalimat terakhir, lantas beberapa detik kemudian kedua matanya berkaca-kaca dan senyumnya perlahan mulai pudar.

 

“Tapi Eonnie, sepertinya aku melakukan kesalahan besar. Maaf.”

 

Tanpa sadar air matanya menetes, seketika membuatnya cepat-cepat menyeka dan mengetikkan kalimat penutup.

 

“Eonnie, aku merindukanmu. Sangat. Kabari aku secepatnya.”

 

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan sosok Nao muncul di balik pintu. Yu Ra buru-buru mengusap wajahnya dengan lengan kaus panjangnya.

 

“Oh, kamu belum tidur?”

 

“Iya. Kamu habis dari mana?”

 

“Atap,” jawab Nao pendek seraya menghempaskan tubuhnya yang kelihatan lelah. Namun ekspresi wajahnya menampilkan kebalikannya.

 

“Atap?”

 

Nao seketika bangkit, membuat Yu Ra sedikit terkesiap. “Eh, kamu tidak tahu? Na Young eonni tidak memberitahukan tentang itu?”

 

Yu Ra kelihatan kebingungan, sedangkan Nao masih mengamati gadis itu seolah sedang menilai.

 

“Memangnya ada apa, sih? Coba beri tahu aku.”

 

Nama lengkapnya Kim Naomi satu-satunya orang di dalam kru yang dekat dengan Yu Ra, mungkin karena mereka yang juga menjadi teman sekamar. Hanya dengan Nao saja, Yu Ra bisa sedikit lebih nyaman untuk bicara menggunakan bahasa informal.

 

“Kamu tahu pintu yang bersisian dengan pintu darurat yang ada di ujung lorong ini, kan?” Yu Ra mengangguk sebagai jawaban, lantas Nao melanjutkan ucapannya. “Pintu itu menghubungkan akses ke atap gedung ini.”

 

“Pintu itu dikunci dengan gembok. Bagaimana bisa kamu membukanya?”

 

“Kamu tidak memerhatikan gemboknya, ya? Gembok itu menggunakan angka untuk membukanya.”

 

“Kamu tahu kodenya?”

 

“Tentu saja. Na Young eonni, Hong Ki oppa, dan kru yang tinggal satu lantai dengan kita juga tahu.”

 

“Memangnya, ada apa di sana?” Rasa ingin tahu Yu Ra sedikit tergelitik. Ia penasaran apa yang membuat tempat itu terkesan spesial.

 

“Tidak ada, sih. Hanya saja tempat itu seperti basecamp. Kamu bisa ke sana untuk minum soju atau yang lain. Kamu kan tahu, kita tidak boleh minum-minum atau melakukan apapun selain mengurus kegiatan artis selama di sini.”

 

Yu Ra mengangguk, ia mengamini ucapan Nao yang memang benar. Bukan hanya sang artis, tetapi kru di balik layar tak kalah terbatas ruang geraknya. Apalagi mereka lebih dipusingkan pada jadwal kegiatan, berikut peralatan yang nantinya akan dipakai untuk sang artis.

 

“Aku akan membagi kodenya padamu. 008.”

 

“Seperti kode James Bond. Tapi, terima kasih sudah memberi tahunya.”

 

“Rahasiakan itu, ya? Tempat itu hanya milik kita.”

 

Yu Ra mengangguk dan suara denting dari ponselnya menutup percakapan mereka. Nao kembali merebahkan diri ke kasurnya, sementara Yu Ra mengecek ponselnya. Dua notifikasi masuk dari aplikasi platform menulisnya.

 

Anonymous menyukai ceritamu.

Anonymous mengomentari ceritamu.

 

Yu Ra menekan pemberitahuan kedua dan segera menampilkan sebuah komentar pada lampiran cerita yang baru diunggahnya siang tadi. Satu akun itu memberi emoticon ibu jari pada cerita Yu Ra. Seharusnya hal itu terasa biasa, tapi terasa lain ketika Yu Ra teringat obrolannya dengan Tae Hyung tentang membuat akun untuk menjadi member di platform tersebut.

Karena penasaran, Yu Ra segera mengecek profil akunnya. Tidak banyak informasi yang ditulis. Akun itu tidak menggunakan foto, hanya latar berwarna hitam. Pada bagian deskripsi profil pun hanya tertulis ‘dance is everything’.

 

Apakah ini Tae Hyung?

 

Kalau iya, cepat sekali Tae Hyung membuat akun di sana.

 

 

 

To be continued ….

 

 

 

Maafkan part panjang ini, gue gatahan kalo ada yg dipotong /plak/ hahaa…

Ayo, ayo bagaimaan menurut kalian setelah baca chapter 3 ini gengs?

 

2 pemikiran pada “15 DAYS (Chapter 3: Precious Moment)

Leave a Review