[Ficlet] I Will

CgANRjNWsAE1qWS.jpg large.jpg

I Will

Velyn208

[OC] Amel & [BTS] Suga

I won’t lose myself just because you found someone else.

 

Because in time, I know,

 

I’ll forget about you, and her.

 

I’ll forget about us.

 

unknown.

__

 

Amel memutar-mutar gelas kopinya. Mungkin tak sepenuhnya bisa disebut gelas—well, memang benda itu biasa disebut gelas, tapi ia terbuat dari gabus dan plastik—tapi tak masalah, Amel tak ingin mengusiknya dengan nama lain karena ia tahu betapa sakitnya harus membiasakan diri dengan hal yang tak biasa.

 

Ops. Sebenarnya, ada apa?

 

Baiklah. Ini bukan kebiasaan Amel yang biasa. Pulang sekolah, menelepon ayahnya, tersambung, mengatakan bahwa ia-akan-pulang-terlambat dengan benar-benar singkat dan lugas, menutupnya, kemudian mengayuh langkah ke kafe seberang sekolah dengan tatapan sendu yang benar-benar bukan ‘Amel’ sekali. Amel yang biasanya, benar-benar sulit untuk disebut perempuan normal.

 

Well, mungkin terlalu berlebihan, tapi inilah kenyataannya. Ia benar-benar acuh akan semua hal, seperti seragam yang kusut, rambut yang hanya dikuncir satu setiap harinya, wajah tanpa polesan bedak, lupa mengerjakan PR Matematika, menyadari bahwa kaus kakinya tinggi sebelah saat bel pulang hampir berbunyi, langsung tidur tanpa mengganti baju sepulang sekolah, melempar ponsel mahalnya hingga menimbulkan bunyi gedebuk yang luar biasa hingga sanggup memanggil ibunya untuk mengomel di kamar dua jam lamanya. Amel bisa acuh terhadap segala hal, lebih dari siapa pun. Tapi—

 

—Amel tak bisa acuh terhadap Yoongi. Bagaimana pun caranya.

 

Entahlah, tapi Amel merasa ia terlalu terbiasa untuk meladeni pria itu. Bertemu dua tahun lalu di sekolah yang sama, Amel benar-benar benci Yoongi. Lebih dari Jimin yang sedikit bodoh itu, atau Jin yang terlalu berlebihan soal penampilan. Bahkan juga melebihi Pak Jung yang selalu terlambat masuk kelas dan menyalahkan apa pun selama masih berhubungan dengan Amel. Ya, Yoongi adalah apa yang Amel benci, dulu.

 

Pria itu benar-benar bad boy. Hell, Amel bersumpah demi apa pun, tak pernah ada satu daftar bad boy pun yang masuk dalam list gebetannya selama enam belas tahun ia hidup. Pertama kali ia jatuh cinta ketika kelas dua SMP, ia menyukai Hanbin. Anak itu pintar, multitalenta, tenang dan berwibawa. Karena Hanbin menyukai perempuan lain, Amel pun berpindah pada Sunggyu yang notabenenya adalah ketua OSIS yang benar-benar populer. Ia juga pintar, suaranya luar biasa, sangat cool dan tenang, tatapannya tajam tapi ia bukan bad boy. Amel berhasil mempertahankan daftar kehormatan itu enam belas tahun lamanya, lalu—

 

—Min Yoongi datang begitu saja dalam hidup Amel dan menghancurkan daftar itu. Mencoretnya, menggambarinya dengan tulisan-tulisan yang ia sebut swag, kemudian mencantumkan namanya dalam deretan paling akhir yang masih belum tergantikan.

 

Well, setelah dua tahun dibully habis-habisan oleh pria itu, Amel tak dapat memungkiri bahwa meladeni Min Yoongi adalah kebiasaan yang sulit dihilangkan. Menatapnya saat pria itu berteriak memanggil namanya, membalas setiap perkataan pedas pria itu dengan frasa yang lebih dalam, menemaninya ke kantin untuk menghindari ancaman ikut-aku-atau-buku-gambarmu-hilang, memperhatikan pria itu bermain basket dan menyadari betapa gemilangnya bakat seorang Yoongi, mendengarkan rapp dengan lirik dalam yang Amel akui kehebatannya, terpaksa menerima saat pria itu memaksanya pulang bersama, dan—

 

—menjawab ya saat Yoongi berkata “Do you want to be my girlfriend?

 

Kilas memori itu masih sama. Amel masih mendapati bahwa ia mengingat dengan baik segalanya tentang pria itu. Senyumnya, sikapnya yang sok luar biasa itu, kepalan tangannya yang pernah ia tunjukkan pada Jonghyun—seniornya—karena dengan terang-terangan ingin merebut Amel dari Yoongi, wajahnya ketika mengetahui nilai matematiknya nol, hingga—

 

Bagaimana ia mengatakan bahwa segalanya harus diakhiri.

 

Amel masih ingat, bagaimana Velyn—well, gadis ini terlalu bahagia. Ia berpacaran dengan hoobae Amel, Jeon Jungkook, yang benar-benar manly dan terkenal setia di kalangan perempuan—menunjukkan satu foto yang selalu Amel sesali karena melihatnya.

 

Min Yoongi—mengalungkan tangannya—namun ke bahu gadis yang bukan Amelia.

 

Rambutnya pendek. Amel masih mengingatnya, walau ia hanya mengenal gadis itu sebatas nama. Sebatas kalimat yang Yoongi ucapkan saat Amel tanyakan kebenaran mengenai foto yang sama.

 

“Itu Rheen, Mel.”

 

“Rheen?”

 

“Terus terang, aku bosan dengan sikapmu. Aku merasa tidak mendapatkan apa-apa saat berpacaran denganmu, jadi—“

 

“—we have to end it, now. Thanks for everything.”

 

Amel tersenyum getir. Ini sudah lima menit berlalu, kilas itu terhenti dan Amel masih memutar gelas kopinya tanpa henti. Mencengkeramnya semakin kuat, memutarnya semakin cepat, dan—

 

—menumpahkannya dalam sekejap, bersamaan dengan tetes pedih yang mengalir dari obsidian Amel yang letih. Letih untuk terbiasa pada sesuatu yang tak biasanya.

 

Kau meninggalkanku, Min, dalam hati, Amel mengeluh pelan. Tertahan, tak keluar dari bibirnya. Bukan karena tak mau, namun terlalu perih untuknya sekedar menyebut satu nama yang benar-benar ingin ia lupa. Selamanya.

 

Sembari menarik selembar tisu dan menyapukannya pada kelopak matanya, Amel menatap tumpahan kopi yang menetes dari ujung meja. Masa bodoh ini adalah kopi termahal di kafe ini, karena Amel ke sini hanya untuk menghilangkan bayang Yoongi. Amel tersenyum getir. Sejemang setelah senyum itu terpatri, Amel mendapati sesuatu yang juga harus ia biasakan untuk melihatnya saja. Bukan mengingat memori yang pernah ia torehkan dalam sesuatu itu.

 

Dari depannya, seorang pelayan kafe mengangkat papan nomor meja. Bukan warna merah yang notabene warna kesukaan Amel lah yang menarik atensi Amel, tapi—

 

delapan.

 

Angka yang tertera dalam papan tersebut. Lagi-lagi, Amel tersenyum pahit. Bahkan lebih pahit dari tegukan kopi pertamanya sebelum gelas tersebut kosong karena tumpah tempo waktu.

 

Amel tahu betapa manisnya Yoongi. Pria itu sudah berpacaran entah enam atau tujuh kali, dan Amel rasa pria ini juga bersikap manis—mungkin jauh lebih manis—pula pada enam atau tujuh mantannya itu. Tapi—

 

Mendapati Yoongi memilih nomor delapan dalam tim basketnya karena Amel lahir bulan delapan, melahirkan satu arti penuh yang selalu ia ingat.

 

Delapan itu spesial.

 

Dengan satu tarikan, Amel menarik tisu untuk kedua kalinya. Masa bodoh dengan udara dan oksigen yang menipis karena penebangan pohon, Amel jauh lebih bersyukur jika ia mati sekarang. Saat Min Yoongi meninggalkannya, membawa pergi separuh jiwa yang entah kapan akan kembali. Tak akan kembali, mungkin, getirnya.

 

Sejemang ia merogoh saku, mendapati satu pulpen dalam sakunya. Menggoreskan alfabet demi alfabet yang dalam setiap goresannya, perih itu selalu ada—namun Amel terus berjuang untuk mendamba kekuatan.

 

Delapan itu spesial, dulu.

 

Amel mencengkeram pulpennya, kemudian meletakkannya dengan kasar di atas meja. Selanjutnya, ia mencabik tisu tersebut, merobeknya hingga tak berbentuk. Memisahkan huruf demi huruf, menyisakan kepingan yang Amel tak tahu, dan tak ingin tahu. Bukan karena tak punya waktu untuk menyusunnya, namun Amel tak ingin. Dan ia lebih memilih untuk menarik rambutnya sendiri, mengabaikan eksistensi pelayan kafe yang satu per satu meliriknya iba, atau tatapan ibu-ibu yang sedang bergosip ria, karena—

 

—Yoongi dan Rheen, dengan tangan yang bergandengan, tertawa dengan riang dan masuk ke dalam kafe. Seolah tak tahu bahwa ada seseorang dengan mata meremang dan melirik mereka diam-diam. Amel.

 

Amel tak tahu, tapi emosinya memuncak. Sesakit inikah kehilangan Yoongi?

 

Dengan sigap, Amel meraih ponselnya. Memasukkannya ke dalam tas, meninggalkan dua lembar uang yang melebihi harga kopi itu—tapi masa bodoh—karena Amel harus membuat Yoongi mengerti sakitnya sebelum terlambat. Gadis itu mendorong kursinya kasar, berjalan cepat hingga tumit sepatunya berdecit dengan lantai. Kemudian terhenti ketika converse lownya bertemu dengan vans Yoongi yang mengkilap, enggan bertemu dengan flatshoes Rheen yang menjijikkan. Tangan Amel mengepal, siap melayangkan satu kesakitan agar Yoongi mengerti rasanya terbiasa untuk sesuatu yang tak biasa. Tapi—

 

Tangan Amel melemas. Satu sekon setelah matanya terpenjara oleh obsidian Yoongi. Masih hangat, namun Amel tak menemukan fakta bahwa tatapan itu hanya miliknya, seperti yang dulu Yoongi iyakan. Perlahan, jari Amel merenggang. Membiarkan tangan Amel lurus, dan sebaliknya, memaksa agar—

 

Amel merelakannya.

 

Chukkae,

 

Pada akhirnya, satu kata itulah yang terucap. Mewakili setiap pukulan untuk menyadarkan Yoongi betapa sakitnya terbiasa pada sesuatu yang tak biasa. Mengingat kemarin Amel masih begitu emosi dan pulang dalam keadaan menangis sesenggukan, Amel menyimpan harap agar ucapan selamatnya hari ini, membawa sadar bagi Yoongi akan sesuatu yang tak biasa.

 

Dan sepertinya, Yoongi menyadarinya.

 

Wajah pria itu berubah. Amel tak ingin mengobservasinya karena ia masih terlalu berhati-hati pada perasaannya. Tak ingin jatuh kedua kalinya? Bijak.

 

Dan setelah terpaku dalam udara sesaat, Amel mendapati Yoongi mengirim senyum kikuk yang dulu pernah menjadi miliknya saat jemari Yoongi mengisi kosongnya jari-jari Amel untuk pertama kalinya. “Gomawo,” katanya pelan. Nyaris tak terdengar, karena yang merajai rungu Amel sekarang hanyalah satu suara, yang tak ia tahu asalnya.

 

Tak apa, jangan biarkan kau kehilangan dirimu hanya karena dia menemukan orang lain, Mel.

 

Akan tiba waktunya, kau akan melupakan Yoongi. Kau akan melupakan Rheen, dan—

 

Kau akan melupakan semua tentang kau dan Yoongi.

 

Kendati langkahnya masih mendamba kekuatan, entah apa yang terjadi, namun—

 

Amel memutuskan untuk percaya.

 F I N.

HAAAII! VELYN’S HEREEE!

Setelah 2 (hampir 3) bulan hiatus, akhirnya datang kembali dengan Min Yoongi:)

Sebenarnya ini FF lawas, tapi gegara baper pas baca-baca FF di BTSFFI, jadi pengen ngepost lagii wkwkwk

Mind to review?

 

 

10 pemikiran pada “[Ficlet] I Will

  1. Entah kenapa gw ngerasa benci sesaat sama Yoongi gara2 cerita ini, tapi gapapa lah(padahal dia bias ultimate gw)
    Ok velyn..keep working ya😁
    Gw suka cerita buatan lo apalagi yang berbau Yoongi

    Suka

    • HAII! Velyn 02L’s heree 🙂 #merasatuadipanggilkaka
      iyanih gatau napa kalo liat muka Yoongi selalu mikir FF yang gini gini wkwkwk secara dingin bett :)) btw thanks for review yaa!

      Disukai oleh 1 orang

  2. Min yoongi kok jahat gitu, sih? Bisa-bisanya bosen terus cari yang lain. Dan juga amel tegar banget buat orang yang putus cinta. Sepertinya kalau aku lagi putus cinta aku harus belajar dari amel supaya lebih tegar lagi untuk melupakan seseorang(……kenapa curhat??)

    Wihihiiii, aku udah lama jadi reader disini tapi sepertinya aku baru pertama kali baca ficnya author-nim, tapi sekalinya baca bikin baper (dan entah mengapa walau jin gak main disini tapi sekedar disebut namanya doang aku senang…)

    Bagus ceritanya aku suka bangetttt! Ji/jihyeon here, line 98 😆

    Suka

    • Haii kak:) Velyn, 02L inii 🙂 masih kecil sangat yaa wkwkwk
      emang karakter Amel nya kuat banget, aku juga gayakin kalo dalam posisi dia bakal tegar ngucapin selamat. Ngucapin punn, beraninya lewat chat doang #kidsnowadays wkwkwk
      Btw thanks for review nya yaa kak, jangan bosen2 bacaa cerita bocah ini wkwkwk 🙂

      Suka

      • Wahaha line 02 rupanya iya kamu kecil banget dan pinter banget nulis dek…..

        salken yoo ^^

        Suka

  3. Hai velyn 😃
    Salam kenal yaaaa

    Entah kenapa baper banget baca ini huhu, mungkin karena ceritanya sama kayak aku kemaren haha.

    Tadi tuh pengen komen -selain komen yg di atas itu- tapi pas mau buka, langsung lupa 😥

    Yaahhh pokoknya terus nulis yaaaa 😁😁😁

    Suka

    • haii, kak kiyuro! Velyn, 02L di sinii wkwkwk
      kayaknya banyak yang lagi broken heart yaa ARMY inii, pada baper baca yang putus-putus ginii wkwkwk:)
      BTW thanks reviewnya kak! Jangan bosen2 baca FF bocah ini yaa wkwkwk

      Suka

Leave a Review