[BTS FF Frelance] Memento Mori (Chapter 1)

fffg

Tittle : Memento Mori  (Chapter 1)

Author : TEN

Genre : Brothership, sad.

Rating : Semua umur

Cast : Jeon Jungkook, Kim Seokjin, Park Chanyeol (exo)

Length : 1000+ word

Disclaimer : Kalian tahu menuangkan apa yang ada di otak kedalam tulisan itu susah, dan saya yakin anda tahu bagaimana cara menghargai karya orang lain.

Ketika aku menerima rasa sakitnya, aku hanya mencoba menjadi kuat dihadapanmu dengan harapan bahwa kau tidak akan menangis, juga sebuah impian kecil jika ada hari dimana aku akan bisa berkata, “Hyung, ayo kita membuat jus apel bersama.”

Dua tahun berlalu, dan Jungkook sudah berada pada tingkat bosan yang paling tinggi. Selama itu yang Jungkook lakukan hanya makan, tidur, bangun, merekan video, lalu tidur lagi, lalu bangun lagi, lalu hari-hari berlalu, bulan berlalu, dan sekarang sudah tahun kedua saja ia berada di ruangan persegi empat yang sama sekali tidak berubah.

Tapi, Jungkook bersyukur atas itu semua, dimana ia masih bisa bernapas dengan baik, walaupun rasanya sedikit sakit. Ia juga masih bisa berjalan, berdiri sesuka hatinya –itupun dengan meyakinkan dirinya bahwa dia harus kuat. Dan yang paling penting dia masih bisa mengirim rekaman video pada kakaknya, Seokjin.

Hari ini dia juga mengirimkan video barunya pada Seokjin, kalau tidak salah itu adalah video ke -48 yang dia buat. Dia banyak bercerita banyak hal pada Seokjin di video itu, tentang ulang tahun ke -17 nya yang dirayakan banyak orang; tentang dirinya yang berhasil makan tiga kali sehari ; dan tentang dia yang jatuh didepan banyak orang kemarin. Ya, kemarin Jungkook berusaha melarikan dari ruangan sempit itu, tapi karena ia yang tidak sengaja tersandung membuatnya ditarik kembali memasuki ruangan yang sekarang ia sebut sebagai ‘Penjara Kim Jungkook’

“Nama penjara yang bagus, aku menyukainya.” ucap Park Chanyeol, dokter yang selama ini menanganinya sekaligus teman kakaknya,“Aku kan sudah bilang kalau kau belum boleh keluar.” lanjutnya dengan suara lembut yang khas.

Kim Jungkook memasang wajah datar,“Dokter..” panggil Jungkook,”Kau selalu mengatakan aku belum boleh keluar, kenapa tidak katakan saja kalau aku memang sudah tidak bisa keluar? Kau selalu memberiku harapan.” Jungkook mendengus setelahnya.

Chanyeol yang tengah duduk disamping Jungkook hanya tertawa receh, dilihatnya Jungkook yang memalingkan muka dari Chanyeol, dan ia tahu kalau anak itu sudah sedikit marah.

“Kau akan keluar,” kata Chanyeol dengan nada meyakinkan.

Tidak ada respon dari Jungkook. Ketika Jungkook memutuskan memalingkan wajah kearah jendela, tanpa sengaja ia melihat daun yang berguguran. Ia lahir dimusim gugur, dan ini sudah tahun kedua ia melewati hari ulang tahun tanpa sang kakak. Park Chanyeol selalu mengatakan pada Jungkook kalau ia tidak boleh banyak mengeluh, tidak boleh terlalu sedih karena hal itu akan membuat kondisi tubuhnya memburuk. Maka itu, ketika Seokjin tidak menelponnya, Jungkook tidak pernah bertanya –ia tahu kakaknya pasti sibuk, ia juga tidak tahu kakaknya menonton video yang ia kirim atau tidak, sudah dua tahun juga Seokjin tidak pernah mengunjunginya, dan selama itu Jungkook tidak pernah marah karena lagi-lagi ia tahu Seokjin pasti punya alasan untuk itu.

Namun, untuk hari ini ketika ia melihat daun di luar sana berguguran, Jungkook akhirnya merasa kalau ia seperti seseorang yang terbuang. Ia jadi bertanya-tanya, kemana Seokjin pergi? Apa dia memikirkan Jungkook? Kenapa Seokjin tidak pernah menjenguknya?

“Dokter?” suara Jungkook melemah, dan Chanyeol menyadari raut wajah Jungkook yang berubah.

“Kenapa Seokjin hyung tidak pernah kesini?” tanya anak itu, dan berhasil membuat hati Chanyeol mencelos.

Park Chanyeol terdiam, otaknya sibuk menyiapkan jawaban yang tepat untuk diberikan pada Jungkook. Namun, ketika kembali ia mengulangi pertanyaan anak itu dalam hatinya, ia menyadari bahwa selama ini pun tidak pernah ada jawaban pasti akan Seokjin. Park Chanyeol terlalu sibuk menjauh dari sahabatnya itu, pun Seokjin yang punya alasan mengapa ia tidak pernah mau menemui adiknya.

“Sudahlah Dokter, jangan memaksa otakmu berpikir keras.” ucap Jungkook lagi, kali ini anak itu memberi pandangan pada Chanyeol.

Chanyeol yang mendengar Jungkook berkata seperti itu membuat rasa bersalah dalam dirinya bertambah. “Maaf.” ucapnya.

“Kenapa minta maaf?” tanya Jungkook.

“Karena aku menganggapmu masih anak-anak dan masih percaya bahwa sebuah ice cream bisa membujukmu.”

Chanyeol menjatuhkan pandangnya pada Jungkook. Dilihatnya wajah tirus anak itu dengan lekat, lalu berpindah ke mata, berpindah pada tubuh kurusnya, dan berakhir pada selang inpus yang terpasang dilengan kirinya. Betapa Chanyeol telah menutup matanya selama ini ― menyingkirkan fakta bahwa Jungkook telah tumbuh menjadi besar. Mengucapkan berbagai alasan kenapa Seokjin tidak datang layaknya berbohong pada anak berumur lima tahun, tanpa memikirkan kalau Jungkook tidak bisa dibodoh-bodohi.

“Dokter?” panggil Jungkook lagi, ia menundukan kepalanya, “Aku ingin pulang.”lanjutnya lirih.

Chanyeol membeku. Ia ingin membawa anak itu pulang, mempertemukannya dengan Seokjin dan membiarkan anak itu hidup seperti anak normal lain. Namun, dengan membiarkan anak itu pulang sama saja ia memberi tahunya bahwa Seokjin sudah menganggap Jungkook mati.

________

Semua dokter disini merayakan ulang tahunku, bahkan dokter Chanyeol memberikanku jam tangan mahal. Aku sangat senang hyung, aku bisa meniup lilin berbentuk angka tujuh belas dan memotong kuenya. Aku juga –“

Seokjin tak pernah berhenti tersenyum saat ia menonton video yang baru saja dikirimkan Jungkook padanya. Namun, bersamaan dengan senyum itu hatinya merasa diiris oleh pisau tumpul. Sakit rasanya ketika ia hanya bisa melihat adiknya dari sebuah video. Ia bahkan baru sadar kalau pipi adiknya semakin tirus, tubuhnya juga terlihat kurus semenjak terakhir ia bertemu dengannya dua tahun lalu.

Tiga tahun lalu, enam bulan setelah kematian orang tua mereka. Jungkook dinyatakan mengidap kanker darah oleh Park Chanyeol, sahabat dekatnya. Ia yang saat itu masih setengah hati merelakan kematian orang tua mereka merasa hancur saat harus dihadapkan bahwa ia juga akan melihat Jungkook pergi pelan-pelan. Namun, Park Chanyeol menenangkannya bahwa Jungkook masih punya harapan untuk sembuh dengan melakukan berbagai operasi sumsum tulang sekaligus kemoterapi. Namun setelah setahun berlalu, tak ada yang berubah dari kesehatan Jungkook. Malah, adiknya semakin lama terlihat seperti mayat hidup. Adiknya bahkan berbicara banyak tentang kematian, tentang ketakutannya, tentang Seokjin yang harus selalu sehat, dan tentang hal menyakitkan lainnya yang membuat Seokjin sendiri putus asa. Dan, setelah itu, tepat ketika salju pertama turun Seokjin memutuskan berhenti menemani Jungkook. Ia akhirnya meninggalkan anak itu di Rumah Sakit.

Seokjin bukannya ingin melepas tanggung jawabnya sebagai seorang kakak. Ia hanya mencoba untuk membiasakan diri hidup tanpa anak itu. Mempersiapkan perasaanya jika suatu saat nanti terjadi hal yang paling buruk setelah kematian orang tua mereka. Jauh didalam lubuk hatinya, Seokjin benar-benar merindukan Jungkook. Ia bahkan dengan terpaksa membuang semua barang yang berkaitan dengan Jungkook, entah itu foto, game, bola basket, dan tak lupa ia kosongkan kamar Jungkook hanya agar Seokjin bisa sedikit demi sedikit mencoba melupakannya.

Namun, saat Jungkook yang hampir setiap dua minggu sekali mengirim video, mau tak mau rasa penasaran Seokjin menyeruak ke permukaan dan membawanya melihat Jungkook yang tertawa ringkih dilayar laptop. Setiap melihat anak itu ia merasa bersalah sekaligus rindu.

“Hyung…kapan kau menjengukku? Aku ingin pulang.”

Seokjin menahan napas –mencegah agar air itu tak keluar dari pelupuk matanya

“Hyung, aku merindukanmu….”

Jungkook tersenyum disana membuat Seokjin sudah tak sanggup membendung air mata  yang memaksa untuk keluar. Pada akhirnya ia menangis melihat betapa ringkihnya Jungkook saat ini. Anak itu membutuhkannya, dan ia tidak bisa terus-terusan bersembunyi layaknya pengecut.

Keesokan harinya, Seokjin memutuskan pergi ke Rumah Sakit. Dengan senyum yang tak pernah lepas ia berjalan menuju ruangan tempat adiknya berada. Namun, saat di lobi ia tak sengaja  melihat Park Chanyeol yang tengah mengobrol dengan seorang suster. Tanpa berlama-lama ia pun berjalan menghampiri temannya itu, “Hei, Dokter Park!” seru Seokjin, dan yang dipanggil pun langsung menoleh.

Melihat Chanyeol yang langsung berlari kearahnya membuat Seokjin bersemangat. Ia pun ikut mempercepat langkahnya menghampiri orang yang sudah lama tidak ditemuinya itu, “Hei, aku pikir –“

BUGGGHH!!!

Chanyeol melayangkan tinjunya dengan cepat kearah Seokjin dan membuat Seokjin terhuyung ke belakang. Orang-orang disana lantas menjerit kala melihat dokter muda itu terlihat seperti orang kesetanan.

“Hei, apa yang kau laku –“

BUGGGHH!!

Sekali lagi Chanyeol menghantam wajah Seokjin –membuat pria yang dipukulnya terjatuh. Seokjin mendengus seraya menyeka darah di sudut bibirnya. Lalu ditatapnya Chanyeol yang kali ini siap-siap memberi pukulan ketiga namun langsung dihentikan oleh salah seorang perawat.

“Dok, kumohon berhenti!!!” teriak perawat laki-laki yang kini menahan tubuh Chanyeol.

“Lepaskan!! Biar kuhajar dia sampai mampus!!!” teriak Chanyeol tak kalah besar. Ia mencoba melepaskan diri dari cengkraman perawat itu.

“Dokter banyak orang melihat anda,” ucap si perawat kali ini yang sedikit berhasil membuat Chanyeol diam.

Dokter muda itu melepaskan cengkraman sang perawat lalu menarik napas dalam sebelum menghembuskannya dengan kasar. Seokjin yang merasa semuanya sudah tenang lantas melangkah kearahnya. Ia menyeka kembali darah disudut bibir sebelum berucap, “Ternyata tinjumu masih kuat seperti dulu,” Seokjin terkekeh, “Kau belum berubah, Park.”

Chanyeol mendengus, “Dan kau juga masih sama, pengecut!” ucap Chanyeol. Nada suaranya datar, namun itu berhasil menghujam ulu hati Seokjin.

Lantas lelaki 26 tahun itu tersenyum miris, “Maaf untuk hal itu.”

“Untuk apa kau datang, huh?! Jika kau ingin menjenguk adik –“

“Dimana dia? Bagaimana keadaannya?” tanya Seokjin sekaligus memotong ucapan Chanyeol.

Salah satu sudut bibir Chanyeol tertarik, “Bagaimana jika kukatakan ia tidak ada?”

“BERENGSEK!” Seokjin langsung meraih kerah baju Chanyeol, membuat kepala dokter itu terangkat, “Jangan bermain-main denganku Park Chanyeol!” desis Seokjin.

Chanyeol menyeringai, “Bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau dia sudah mati?”

Seokjin terpaku, ditatapnya mata Chanyeol penuh amarah, namun hatinya mencelos kala Chanyeol berkata seperti itu, “Aku….” Seokjin kehabisan kata-kata. Bagaimanapun apa yang dikatakan Chanyeol benar adanya.

Merasakan cengkraman Seokjin yang melemah, dengan sigap Chanyeol mengenyahkan tangan Seokjin dari lehernya.

“DOKTER!!” seseorang berteriak sambil berlari kearah mereka, “Jungkook memuntahkan darah lagi!” ucap orang itu saat sudah berada dihadapannya. Mendengar itu Chanyeol langsung berlari menuju kamar Jungkook begitupun Seokjin yang ikut berlari mengikutinya dari belakang.

______

Mata Jungkook memerah, tubuhnya bergetar kala ia kembali mengeluarkan cairan berbau amis itu dari mulutnya. Ia yang kini duduk dengan kaki menggantung ditepian ranjang  hampir saja terjatuh jika saja seseorang tidak menahan tubuhnya. Saat ia mendongak, matanya mendapati Chanyeol disana, dokter itu terlihat panik

“Jungkook….” Chanyeol memegang wajahnya, Jungkook segera menggeleng menandakan kalu ia sudah tidak kuat lagi. Seluruh tubuhnya terasa sakit, dan Jungkook merasa lelah.

“Jungkook!” suara seseorang kembali terdengar. Ia kembali menoleh ke asal suara lalu melihat Seokjin, kakaknya. Saat itulah hati anak itu mencelos, air matanya mengalir mendapati kalau apa yang ia inginkah ada disini.

“Hh…hyung” panggilnya dengan suara bergetar.

Dengan gerakan cepat Seokjin menggeser Chanyeol dan berdiri didepan Jungkook. Diraihnya wajah anak itu yang sudah dipenuhi bercak darah serta mulutnya yang merah.

“Hyung…kenapa baru datang…hiks” Jungkook langsung memeluk pinggang kakaknya. Membiarkan ia membenamkan wajahnya diperut sang kakak dan menangis disana. Seokjin tak kalah erat memeluk Jungkook, air matanya menetes perlahan, “Maaf…hhh..aku minta maaf.”

Uhukk!! Uhukk!! Jungkook kembali terbatuk dan Seokjin merasakan kalau bajunya sedikit basah. Diusapnya punggung adiknya dengan lembut, “Maaf, maaf, maaf, maaf” ucap Seokjin berkali-kali dengan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Jungkook menderita karenanya.

Setengah jam berlalu. Seokjin dan Park Chanyeol memutuskan duduk menyandar disebuah lorong Rumah Sakit. Setelah melihat apa yang terjadi pada Jungkook, tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara bahkan ketika keduanya saling berhadapan. Park Chanyeol terlalu enggan berbicara dengan Seokjin, pun Seokjin yang masih merasa bersalah pada sahabatnya itu. Namun, akan lebih sia-sia jika mereka hanya menghabiskan waktu dengan duduk diam tanpa melakukan suau hal yang berarti, yang akhirnya mengundang Seokjin untuk memulai pembicaraan.

“Sejak kapan adikku seperti itu?” tanya Seokjin , ia memberanikan memberi pandangnya pada Chanyeol.

Ada sebuah helaan napas sebelum Chanyeol menjawab, “Sekitar dua minggu ini. Profesor Lee bilang sel kankernya sudah menyebar ke organ vital Jungkook.”

Sebuah pedang tak kasat mata menghujam jantung Seokjin ketika mendengarnya, “Itu sudah –“

“Stadium akhir.” Potong Chanyeol, “Aku tidak tau apa yang ingin kau tanyakan, tapi aku akan mengatakan ini,” Chayeol menatap Seokjin dalam, “Jungkook…dia akan meninggal.”

Seokjin tersenyum miring,”Semua orang akan meninggal.”

“Dia akan lebih dulu meninggalkanmu,” ujar Chanyeol kali ini dan berhasil membuat atensi Seokjin teralihkan, “tubuhnya sudah tidak merespon obat yang kami berikan, hampir setiap hari dia akan muntah darah, dia sudah mulai sulit menelan makanan, dan juga –“

“Berhenti,”Kali ini Seokjin yang memotong kalimat Chanyeol, “Tidak usah bercerita lagi.”

Chanyeol terdiam. Dilihatnya Seokjin yang kali ini tengah memegang kepalanya seolah frustasi, “Jadi, apa yang akan kau lakukan?” tanya Chanyeol.

Seokjin sempat menghembuskan napas kasar, sebelum akhirnya menatap Chanyeol dengan tatapan putus asa, “Aku akan membawanya pulang.” ucapnya.

Tbc

Ket :Memento Mori (ingatlah bahwa setiap orang pasti mati)

12 pemikiran pada “[BTS FF Frelance] Memento Mori (Chapter 1)

  1. Luar biasa.. Angs nya bener2 dapet padahal masih chap 1.. Please dilanjut yah.. Penasaran sm kelangsungan hidup joongkoo.. Hiks..
    Fighting

    Suka

  2. Daebakk!!!!! 👏👍
    Ini baru chap 1, udah bikin baper 😭
    Jd penasaran gimana lanjutannya. Sipp, kutunggu next chap nya. Jan lama2 update, ya 😉

    Suka

  3. Daebakk!!!!! 👏👍
    Ini baru chap 1, udaj bikin baper 😭
    Jd penasaran gimana lanjutannya. Sipp, kutunggu next chap nya. Jgn lama2 update, ya 😉

    Suka

Leave a Review